Tinta Media - Ulama Aswaja asal Banjarmasin Guru Wahyudi Ibnu Yusuf M.Pd. menuturkan, mengoreksi penguasa hakikatnya adalah cinta pada mereka agar tidak terjatuh pada dosa.
“Karena penguasa, sebagaimana rakyat juga berhak mendapatkan nasihat. Mengoreksi penguasa hakikatnya adalah cinta pada mereka, agar mereka tidak jatuh pada dosa,” tuturnya dalam acara Ngaji Subuh, Mengoreksi Penguasa: Ciri Radikal Benarkah? Rabu (8/3/2022) melalui kanal Youtube Ngaji Subuh.
Guru Wahyudi menegaskan, mengoreksi penguasa jelas tidak masuk dalam ciri radikal. “Mengoreksi penguasa bagian dari amar makruf nahi mungkar sebagaimana disebutkan dalam banyak ayat al-Qur’an dan hadits,” ujarnya.
Menurutnya, terdapat sejumlah hadits yang secara khusus memerintahkan untuk mengoreksi penguasa. Karena jika penguasa berbuat zhalim dampaknya bagi seluruh rakyatnya. Salah satu hadits riwayat Muslim yang menjelaskan bahwa agama itu nasehat.
“Dari Tamim ad-Dari, Rasulullah SAW. bersabda, ‘Agama adalah nasihat’. Para sahabat bertanya, ‘Untuk siapa wahai Rasulullah? Beliau menjawab, ‘Untuk Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan untuk para pemimpin kaum muslimin dan kalangan umum’,” jelasnya.
Berdasarkan penjelasan hadits yang banyak, Guru Wahyudi menyimpulkan bahwa mengoreksi penguasa bukan termasuk menebar kebencian dan menimbulkan ketidakpercayaan (distrust).
“Mengoreksi penguasa dapat dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, karena lemahnya riwayat yang menyatakan mengoreksi penguasa harus dengan sembunyi-sembunyi,” pungkasnya.[]Irianti Aminatun