Tinta Media - Ulama Aswaja Banjarmasin, Guru Wahyudi Ibnu Yusuf (WIY) menjelaskan bahwa malam Jumat 17 Maret jatuh Nisfu Sya'ban.
“Dari membaca di situs nu.or.id disebut bahwa hilal bulan Sya'ban itu terlihat di tanggal 3 Maret 2022. Ditetapkan tanggal 4 Maret 2002 masuk satu Sya’ban. Kalau kita hitung insyaa Allah malam Jumat itu masuk 15 sya’ban, atau kita kenal dengan nisfu Sya’ban,”tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (16/3/2022).
WIY menuturkan, awal mula yang menghidupkan malam nisfu Sya'ban adalah ulama ahlu Syam. Penjelasan itu terdapat dalam kitab fatawa al Azhar juz yang ke 10 halaman 131, juga disebutkan dalam kitab husnul bayan fi lailati nisfu Sya'ban yang ditulis oleh Syekh Abdullah al-Ghumari.
“Di sana ada seorang ulama Khalid bin Ma’dan yang wafat tahun 103 H. Dilihat dari tahunnya berarti Khalid bin Ma’dan adalah seorang tabiin. Jadi kalau dilihat dari siapa yang pertama kali menghidupkan malam nisfu Sya'ban berarti ini bukan orang biasa, juga bukan di kurun yang biasa, tapi itu adalah kurun yang terbaik. Artinya menghidupkan nisfu Sya’ban ini dimulai di zaman yang pernah dipuji oleh Rasulullah saw, sebagai khairu kurun,” jelasnya.
WIY menuturkan, ulama-ulama dari Hijaz (Mekkah Madinah) dan sekitarnya, seperti Atho’ bin Abi Rabah wafat tahun 114 H. Ibnu Abi Malikah wafat tahun 123 H. Beliau menyatakan bahwa menghidupkan malam Nisfu Sya'ban itu adalah perkara yang bid’ah madzmumah, bid’ah yang tercela. “Ternyata khilafiyah soal menghidupkan malam nisfu Sya'ban itu sudah terjadi ribuan tahun yang lalu. 1300an tahun yang lalu sudah terjadi khilafiyah,” terangnya.
“Bagaimana kalau beda pendapat begini? ya sudah toleran saja, tidak perlu saling mencela. Apalagi di bulan Sya'ban ini di antara orang yang tidak diampuni dosanya di sisi Allah Ta'ala adalah orang yang saling bermusuhan apalagi musuhannya soal agama,” himbaunya.
Menurut WIY, sebab terjadinya perbedaan pendapat itu karena para ulama berbeda pendapat menyikapi status hadis-hadis seputar keutamaan malam nisfu Sya’ban. Bahkan ada seorang ulama yakni Ibnu Arabi Al Maliki mengatakan tidak ada satupun hadits-hadits itu yang layak dijadikan dalil mengenai keutamaan malam nisfu Sya’ban. Meskipun ini dikomentari oleh al Hafidz Abdullah al-Ghumari bahwa itu pernyataan yang terlalu berlebihan, ekstrem.
“Ulama muasyirah seperti syaikh Nashirudin al-Albani mengatakan, setelah mengumpulkan sejumlah jalur mengenai hadits hadits keutamaan malam nisfu Sya'ban itu kata beliau hadits ini naik derajat ke tingkatan Hadits Shahih. Hadits shahih berdasarkan hadits yang lain,” tuturnya.
WIY menyimpulkan kenapa ada khilafiyah di antara para tabi'in dulu, antara ahlu Syam dengan Ahlul Hijaz itu karena berbeda dalam menentukan status hadis. Ulama Syam mengatakan hadits ini shahih sementara ulama Hijaz mengatakan hadis-hadis tentang keutamaan malam Nisfu Sya'ban itu dhaif bahkan ada yang sampai derajat maudzu.
Adapun terkait dengan kaifiyah (tatacara) pelaksanaan nisfu Sya’ban tidak ada tatacara khusus yang dijelaskan Nabi. Karena nisfu Sya’ban sendiri baru dimulai di masa tabi’in.
“Jangan ada anggapan bahwa membaca Yasin 3 kali, kemudian shalat taubat, shalat hajat membaca La ilaha illa anta subhânaka inni kuntu minadzolimin bahwa itu adalah yang secara khusus diajarkan oleh Nabi SAW. Jangan ada pandangan seperti itu,” ujar WIY mengingatkan.
Meski demikian, lanjutnya, membaca Yasin tidak ada larangan. Lalu bertawasul dengan bacaan surah Yasin itu juga tidak dilarang. Kemudian salat taubat, ini juga dianjurkan. Salat hajat ini juga dianjurkan. Dalam hadis Nabi katakan kalau ada keperluan maka salat dua rakaat. Lalu para ulama menamai i salat ini dengan salat hajat.
“Jadi amaliah amaliah itu secara kaifiyah tidak ada contoh langsung dari nabi SAW. tapi dari sisi amalnya satu persatu itu, bukan satu hal yang terlarang,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun