Tinta Media - Pengasuh Majelis Baitul Qur'an Guru Luthfi Hidayat, menuturkan, orang Yahudi sulit sekali beriman di masa Rasulullah SAW.
"Sulit berharap kepada Yahudi di masa Rasulullah SAW dalam mau beriman," tuturnya dalam Tafsir Surah Al Baqarah ayat 75 di Kanal YouTube Majelis Baitul Qur'an, Jum'at (18/3/2022).
Ia mengutip terjemahan surah Al Baqarah ayat 75 yang artinya "Maka apakah kamu sangat mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, sedangkan segolongan dari mereka mendengar firman Allah SWT, lalu mereka mengubahnya setelah memahaminya. Padahal mereka mengetahuinya?" jelasnya.
Kemudian, lanjutnya, Imam Al Qurthubi dalam tafsirnya Al Jami'ah Ahkamil Qur'an menjelaskan bahwa ini merupakan pertanyaan yang mengandung makna mengingkari. "Bahwa seolah-olah Allah SWT sedang membuat mereka, Nabi Saw dan para sahabat putus asa terhadap keimanan kelompok Yahudi ini," ujarnya.
"Jika mereka kafir, sesungguhnya sebelumnya mereka juga kafir, seruan ini adalah kepada sahabat Rasulullah Saw, " tambahnya.
Guru Luthfi mengatakan, lantaran orang-orang Anshar itu sangat mengharapkan orang-orang Yahudi ini memeluk agama Islam. “Pasalnya orang-orang Yahudi merupakan sekutu atau tetangga mereka yang hidup berdampingan dengan mereka," ungkapnya.
Ia mengutip perkataan Muhammad Ali As Shobuni dalam tafsir Shafwatut Tafasir, padahal pendeta-pendeta dan ulama-ulama mereka membaca kitab Allah SWT yakni Taurat dan mendengarkan penjelasan dengan sangat-sangat jelas.
“Imam Al Qurthubi menjelaskan bahwa yang dimaksud segolongan Bani Israil tersebut adalah 70 orang yang telah ditunjuk oleh Nabi Musa as. Mereka mendengar firman Allah SWT namun mereka tidak melaksanakan perintah-perintah-Nya," paparnya.
"Bahkan mereka mengubah firman Allah SWT ketika menyampaikan kepada kaumnya," imbuhnya.
Ia mengutip perkataan Mujahid dan Sudi bahwa para ulama Yahudi yang mengubah Taurat. "Mereka membuat yang haram menjadi halal, kemudian yang halal menjadi haram karena mengingat hawa nafsu mereka," tukasnya.
“Kemudian, mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya. Artinya mereka merubah ayat-ayat Taurat dengan gubahan dan takwil, setelah mereka memahami Taurat tersebut dengan akal mereka," ulasnya.
Guru Luthfi menilai ini merupakan celaan bagi nenek moyang Yahudi karena telah melakukan perbuatan buruk dan pengingkaran sehingga tetap berada di dalam kebiasaan mereka. “Maka bagaimana mungkin kalian berharap keimanan atas mereka," ungkapnya.
"Sementara mereka mengetahui melakukan kejahatan merubah Taurat itu pengetahuan dan kesadaran, bukan lupa atau karena kesalahan," pungkasnya.[] Ajirah