Tinta Media - Mengejutkan sekaligus memprihatinkan. Bagaimana tidak? Viralnya foto dan video pernikahan beda agama di Kota Semarang beberapa waktu yang lalu menuai sorotan dari berbagai pihak. Di dalam foto tersebut seorang pengantin muslimah mengenakan gaun warna putih, lengkap dengan kerudung. Kemudian mempelai laki-laki mengenakan jaz warna hitam, tampak foto bersama pastur dan didampingi oleh keluarga masing-masing.
Yang menjadi pertanyaan, apakah dia dan pihak keluarganya tidak memahami bagaimana Islam mengatur masalah pernikahan? Jika memang benar, sungguh memprihatinkan. Sudah sedemikian jauhnya pemahaman Islam dalam diri kaum muslimin. Islam adalah agama yang mulia, agama yang mahal, agama yang tinggi hingga tidak ada yang menyamai ketinggiannya.
Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah ayat 221, yang artinya,
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musrik, meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik dari pada laki-laki musrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”.
“Dan janganlah kamu nikahi perempuan musrik sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musrik, meskipun ia menarik hatimu. Dan janganlah kamu nikahkan orang (laki-laki) musrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik dari pada laki-laki musrik meskipun ia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran”.
Ayat di atas sangat jelas dan gamblang. Musrik adalah orangnya, sedangkan perbuatannya disebut dengan sirik, yaitu menyekutukan Allah SWT. Sedangkan dalam keimanan kristiani (Nasrani dan Katolik) meyakini bahwa ada Tuhan Bapak, Tuhan Anak dan Roh Kudus, atau biasa disebut dengan trinitas. Tuhan itu tiga, tiga adalah satu, satu adalah tiga. Berarti Tuhan itu berserikat, inilah kemusrikan yang luar biasa, yang merupakan bentuk kezaliman terbesar.
Menurut pendapat sebagian besar ulama (ijma’ ulama) jika ada seorang muslimah menikah dengan laki-laki yang tidak beragama Islam, maka pernikahan yang dilaksanakan adalah bentuk kemaksiatan, pernikahannya tidak sah dalam pandangan syariat, meskipun tercatat sah di catatan sipil, hubungan antara suami dan istri terkategori zina, sepanjang ia tidak bertobat dan kembali kepada allah SWT.
Apabila didapati seorang muslimah menikah dengan non muslim, maka yang berdosa karena kemaksiatan itu bukan hanya perempuan itu saja, namun termasuk wali (orang tua) yang menikahkan. Ini harus benar-benar diperhatikan. Dan pernyataan ini bukanlah suatu cacian atau ujaran kebencian. Karena memang dalam Islam mengajarkan demikian. Sebuah aturan dari Sang Pencipta dan Sang Pengatur. Yang pasti mengandung kebaikan di dalamnya. Karena yang membuat aturan adalah maha mengetahui dan tidak punya kepentingan dengan apapun dan siapapun di dunia ini.
Sebagai umat Islam harus menyadari dan memahami dengan benar. Kasus di atas bisa saja dibenturkan dengan narasi bineka tunggal ika, meskipun berbeda agama tetap bisa disatukan. Ini jelas sebuah opini sesat dan menyesatkan. Jika demikian, budaya atau adat-istiadat telah mengangkangi syariat. Ini adalah sebuah kesalahan besar. Islam memang tidak pernah memandang suku, ras maupun golongan di dalam wilayah muamalah. Namun dalam wilayah akidah dan ibadah Islam jelas dan tegas.
Dalam Al-Quran surah Al-Kafirun ayat 6 yang artinya,
“Untukmu agamamu dan untukku agamaku”.
Dan hal ini juga tidak ada hubungannya dengan toleransi beragama. Karena yang namanya toleransi itu jelas, yaitu cukup membiarkan dan tidak mengganggu orang lain dalam beribadah sesuai dengan agama masing-masing. Itulah arti toleransi yang benar dalam Islam. Bukan ikut serta beribadah umat beragama lain. Seperti ceramah di gereja pada saat Natal dan Tahun Baru, baca shalawat pada saat perayaan Imlek, termasuk melakukan pernikahan silang beda agama. Ini adalah bentuk kemaksiatan.
Berbagai pemikiran sesat dan menyesatkan yang muncul di tengah-tengah masyarakat saat ini tidak lepas dari sebuah paham kebebasan (liberalisme) yang lahir dari akidah sekuler (memisahkan agama dari kehidupan). Oleh karena itu harus ada upaya penyadaran terhadap umat melalui dakwah. Supaya Islam menjadi aturan dan solusi dari segala problematika kehidupan.
Allahu’alam bissawab.
Oleh: L. Nur Salamah
Aktivis Muslimah Batam