Fatwa Mufti Shauqi ‘Alam Seputar Bunga Bank, KH M. Shiddiq Al-Jawi: Perlu Cermati Argumentasinya - Tinta Media

Kamis, 31 Maret 2022

Fatwa Mufti Shauqi ‘Alam Seputar Bunga Bank, KH M. Shiddiq Al-Jawi: Perlu Cermati Argumentasinya

https://drive.google.com/uc?export=view&id=16fp6RY5467EeMY6TGX87k_iQ6pbg5rNU

Tinta Media - Menanggapi fatwa kontroversial dari Mufti Republik Mesir Dr. Syauqi ‘Alam seputar bunga bank yang diberitakan media masa di Timur Tengah pada Ahad (27/3/2022), Founder Institut Muamalah Indonesia KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si., menyatakan perlunya mencermati dan memahami posisi argumentasinya.

“Kenapa Dr. Syauqi ‘Alam bisa bilang bunga bank itu halal? Tentu ada argumentasinya. Ini yang perlu dicermati, setelah itu pahami posisi argumentasinya, baru kemudian kita berikan kritik-kritik, ” tuturnya pada Kuliah Umum Online: Benarkah Bunga Bank Bisa Halal?Respon Terhadap Fatwa Mufti Shauqi ‘Alam, Mesir, Rabu (30/3/2022) di kanal YouTube Sholdah TV.

Berikut ini pemaparan KH M. Shiddiq Al-Jawi, M.Si. dalam kuliah umumnya:

Pada pendahuluan dijelaskan argumentasi Dr. Syauqi ‘Alam di kanal TV “An Nahar” Mesir, Ahad (27/3/2022) yang menyatakan bahwa: “Tidak ada keharaman atau syubhat dalam menabung di bank, karena transaksi bank adalah investasi (istitsmar) dana masyarakat, yang berbeda dengan apa yang ada dulu. Investasi ini diatur dengan undang-undang yang sangat jelas, yang tak ada hubungannya dengan pinjaman (qardh), karena yang ada hanyalah investasi (istitsmar).”

Dr. Syauqi menambahkan bahwa: “Bertransaksi dengan perusahaan yang tunduk pada hukum negara, akan memungkinkan pihak yang dirugikan untuk menempuh jalur hukum dan meminta kembali haknya. Adapun transaksi antar individu dengan tambahan bunga pinjaman, nah itulah riba, dan sebaiknya pinjaman (qardh) tidak dilakukan antar individu.” https://www.almasryalyoum.com/news/details/2560119.

Tidak Semua Investasi halal

Pada pendahuluan tersebut, ada pemahaman bahwa investasi itu halal. Tidak ada keharaman investasi yang diatur oleh aturan negara dengan jelas. Jadi seakan-akan berbagai macam transaksi dalam investasi (istitsmar) itu halal semua.

Padahal faktanya investasi (istitsmar) merupakan semua kegiatan untuk mengembangkan harta (tanmiyatul maal), yang dari segi hukumnya bisa halal, bisa haram. Tidak semua investasi halal secara syariah, meskipun mungkin ada invetasi yang haram menurut syariah, tetapi mendapat legalitas negara.

Contoh di Indonesia, pinjaman online (pinjol) ada yang legal dan ada yang ilegal. Hal ini seolah kalau legal itu baik, ilegal tidak baik. Padahal semuanya haram menurut syara’ karena ada unsur riba.

Prof. Dr. Ali As Salus mengkritik orang yang membuat kategori investasi (istitsmar) sebagai satu jenis saja dan semuanya dihukumi halal. Menurutnya, investasi (istitsmar) itu tidak satu jenis atau satu akad saja. Investasi masing-masing ada dalil-dalilnya, redaksi-redaksi akadnya, akibat-akibat hukumnya, syarat-syaratnya, dan seterusnya. Misalnya, ada akad qardh (pinjaman), utang piutang, atau titipan. Jadi ada macam-macam akad investasi. Masing-masing jenis harus dipahami secara tersendiri. (Ali As Salus, Mausu’ah Al Qadhaya Al Fiqhiyyah Al Mu’ashirah, hlm. 226.)

Jadi disitulah kekeliruan fatal Dr. Syauqi ‘Alam, yaitu menghalalkan bunga bank karena menganggap investasi (istitsmar) itu kategorinya hanya satu jenis saja, dan semua investasi otomatis dianggap halal. Padahal investasi itu bermacam-macam, ada investasi di bidang produksi khamr (minuman keras), bidang peternakan babi, prostitusi, pornografi, perjudian, dan narkoba.

Penjaminan atas modal justru merusak akad investasi

Argumen kedua Dr.Syauqi ‘Alam untuk menghalalkan bunga bank, karena ada penjaminan oleh bank untuk tabungan yang disetor oleh nasabah. Dalam dunia perbankan, peluang pengembalian tabungan, dimungkinan karena ada penjaminan dari pihak bank. Padahal, adanya penjaminan inilah yang sangat merusak akad yang ada.

Adanya penjaminan, maka setoran uang dari nasabah akan berubah sifat. Setoran yang semula dihukumi sebagai modal (ra`sul mal) dalam akad syirkah (kerjasama usaha antar nasabah dengan bank), akan berubah menjadi pinjaman (qardh), karena ada penjaminan.

Seharusnya, dalam akad syirkah, tidak boleh ada penjaminan yang diberikan oleh pihak pengelola modal (bank), yakni jika terjadi kerugian, maka modal dijamin oleh bank akan dikembalikan kepada nasabah. Hal ini tidak boleh secara syariah.

Dr. Sami Suwailim, seorang ahli keuangan syariah, pernah ditanya, ”Bagaimanakah hukumnya jika ada lembaga keuangan yang menerima setoran modal dari investor, lalu mengelola modal investor, dan lembaga keuangan itu memberikan jaminan terhadap modal tersebut?”

Kemudian Dr. Sami menjawab, jika penjamin adalah lembaga yang sama yang mengelola investasi, maka transaksi ini diharamkan dan tidak diperbolehkan. Hal ini karena lembaga tersebut menerima modal dari investor dan menjamin modal itu bagi investor, dengan perjanjian bahwa lembaga akan mengelola modal tersebut dan berhak mendapat keuntungan sesuai kesepakatan dengan pihak investor. Padahal ketika lembaga tersebut menerima setoran modal, seraya memberikan penjaminan modal itu kepada investor, maka hakikatnya akad itu adalah pinjaman (qardh).

Selanjutnya, jika dana yang disetor itu statusnya sudah berubah dari modal menjadi pinjaman (qardh), karena ada penjaminan dari pihak pengelola modal (bank), maka konsekuensi hukum selanjutnya, keuntungan yang diperoleh dari pinjaman itu tentu bukanlah laba (profit), melainkan riba.

Dengan demikian, adanya penjaminan modal oleh pihak bank kepada investasi nasabah, justru telah merusak investasi. Hal tersebut karena modal akan berubah menjadi pinjaman, dan keuntungan yang diperoleh berubah pula statusnya dari laba (profit) menjadi riba.

Seharusnya investor siap menanggung kerugian. Hal ini sesuai sabda Nabi SAW: “Keuntungan itu diimbangi dengan kesiapan menanggung risiko kerugian,” (English : no gain without risk). (HR Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Juga sesuai dengan kaidah fiqih : “Kesiapan menanggung kerugian diimbangi dengan hak memperoleh keuntungan.”

Kriteria Investasi Halal

Terdapat setidaknya 4 (empat) kriteria untuk investasi yang halal, yaitu:

Pertama, bidang usaha investasi itu haruslah halal. Tidak boleh bidang usahanya haram, seperti simpan pinjam ribawi, produksi miras, prostitusi, narkoba, dan sebagainya.

Kedua, mengamalkan akad syirkah (kerjasama bisnis), atau akad-akad syar’i lainnya, dengan memenuhi segala rukun-rukun dan syarat-syaratnya

Ketiga, tidak ada penjaminan modal oleh pihak pengelola modal.  Investor harus siap menanggung kerugian.

Keempat, bagi hasilnya dinyatakan dalam bentuk persentase dari laba (profit sharing), bukan dinyatakan dalam persentase dari modal, atau dalam bentuk lump sump (jumlah nominal tertentu yang fixed).

“Demikian kuliah umum untuk merespon pendapat Dr. Syauqi ‘Alam. Saya kutipkan juga pendapat para pakar untuk memberi perimbangan argumen dari Mufti Mesir tersebut,” pungkasnya.[] Raras
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :