Drama Ketidakadilan dalam Sistem Demokrasi - Tinta Media

Sabtu, 26 Maret 2022

Drama Ketidakadilan dalam Sistem Demokrasi

https://drive.google.com/uc?export=view&id=1x1SK306Lgm1hkWMzoFjKfXtGrTRHVio2

Tinta Media - Seolah-olah tidak ada habisnya berita yang membuat rakyat semakin geram. Drama itu kembali terjadi di negeri ini. Ketidakadilan kini dipertontonkan kembali. Kasus pembunuhan di KM50 itu kini telah diputuskan.

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) memutus bebas dua terdakwa bernama Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin dalam kasus Unlawful Killing Laskar Front Pembela Islam (FPI) pada Jumat (18/3/2022). Sindonews.com

Putusan ini sangat membuat sakit hati keluarga korban maupun masyarakat negeri ini. Betapa tidak, kasus yang menewaskan enam laskar FPI ini gamblang menunjukkan ketidakadilan.

Kuasa hukum keluarga laskar FPI, Aziz Yanuar menilai bahwa putusan ini sesat. Bahkan, Aziz juga menyesalkan bahwa tidak ada yang bisa diharapkan dari rezim saat ini yang tidak mampu menjaga nyawa kaum muslimin. (Tinta Media, 21/3/2022)

Banyak pihak yang menilai bahwa keenam korban itu mengalami penganiayaan terlebih dahulu sebelum ditembak mati. Bukti-bukti fisik korban sudah membuktikan hal itu. Namun, putusan bebas itu dijatuhkan karena kedua penembak itu dinilai telah melakukan pembelaan diri.

Buah Busuk Sistem Demokrasi

Keputusan bebas kedua terdakwa penembakan laskar FPI ini menjadi bukti bahwa inilah buah busuk sistem demokrasi, sistem buatan manusia yang memang sudah pasti tidak akan pernah memberikan keadilan kepada rakyat.

Jargon HAM hanya omong kosong belaka. Padahal, penganiayaan terhadap keenam laskar itu sudah nyata-nyata melanggar HAM, tetapi mana pembelaan dari aktivis HAM? HAM hanya berlaku pada siapa yang berpihak pada pemilik kepentingan saja, sedangkan pada pihak yang berseberangan, tidak ada yang namanya HAM.

Demokrasi tidak akan pernah memberikan keadilan bagi setiap rakyat apalagi jika menyangkut nyawa kaum muslimin. Hukum dalam sistem kapitalisme demokrasi ini bisa dibeli. Maka, siapa yang berani membayar mahal, dialah yang menang.

Hukum hanya berpihak kepada mereka yang beruang. Sedangkan rakyat kecil yang tidak bisa membayar, tidak akan mendapat keadilan walaupun berada di pihak yang benar. Alhasil kebenaran dan keadilan dalam sistem ini adalah sesuatu yang "berharga", alias ada harga untuk mendapatkannya.

Keadilan Hanya Ada pada Islam

Seharusnya, terduga teroris tidak dieksekusi di tempat, melainkan ada pengadilan dan perlu bukti-bukti yang menjadikannya sebagai terdakwa. Akan tetapi, apa yang terjadi di sistem demokrasi sudah membuktikan bahwa sistem ini tidak bisa melindungi nyawa rakyatnya. Malah, penembaknya diberikan kebebasan. Sungguh sebuah ketidakadilan yang nyata.

Jika demokrasi tidak dapat memberikan keadilan, berbeda dengan sistem Islam yang sudah pasti akan memberi keadilan. Dalam Islam, sebuah tindakan pidana, baik itu kriminal, terorisme atau pidana lainnya harus dibuktikan dengan adanya pengadilan. Hakim akan mendatangkan saksi dan bukti-bukti sebelum memberikan keputusan.

Keputusan hakim dalam sistem Islam tidak dapat dibeli. Sebab, orang yang diangkat menjadi hakim adalah orang yang benar-benar memiliki keimanan dan ketakwaan yang tinggi, benar-benar takut (wara) kepada Allah.

Hakim yang seperti ini hanya terbentuk dari penerapan sistem Islam yang memang berasaskan keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sistem Islam ini tidak lain adalah khilafah.

Khilafahlah yang akan menerapkan seluruh aturan secara kaffah, termasuk dalam hal peradilan. Maka, penerapan sistem Islam ini merupakan sebuah keharusan dan kebutuhan agar tercipta keadilan yang hakiki di tengah-tengah masyarakat.

Oleh: Sri Wahyuni
Aktivis Muslimah

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :