Tinta Media - Menanggapi isu diskriminasi pengungsi dalam krisis Ukraina, Direktur Institut Muslimah Negarawan (IMuNe) Dr. Fika Komara berpendapat bahwa tidak ada pilihan bagi kaum Muslim.
“Sikap Muslim, menurut saya, baik Ukraina maupun Rusia bukanlah pilihan bagi Muslim, tidak Barat tidak pula Timur,” tuturnya dalam acara rubrik Muslimah Negarawan: Isu Diskriminasi Pengungsi Dalam Krisis Ukraina, Kemana Muslim Harus Berpihak? Senin (7/3/2022) di kanal YouTube Peradaban Islam ID.
Menurutnya, dalam hal ini tidak berlaku prinsip Enemy of My enemy is my friend bagi muslim. “Ukurannya adalah tetap wala’ wal bara’, kesetiaan kepada Allah dan Rasul-Nya,” jelasnya.
Ia menyampaikan bahwa umat Islam harus punya agendanya sendiri. “Yakni mewujudkan supremasi politik peradaban Islam, agar Kaum Muslimin tidak selalu menjadi bulan-bulanan atau budak yang ditunggangi oleh kekuatan-kekuatan besar,” ungkapnya.
Ia melihat semua hanya demi meraih dukungan sesaat untuk menyukseskan agenda perang, seperti bisa jadi yang Rusia lakukan hari ini. “Dia tidak punya dukungan lagi selain dari mana kalau bukan dari muslim,” paparnya.
“Kita harus waspada, tidak boleh terjebak pada prinsip enemy of mine enemy is my friend atau kubu mengkubu, dukung mendukung, pihak berpihak. Tapi kita harus justru punya agenda sendiri,” paparnya lebih lanjut.
Menurutnya, satu keyakinan ketika perang Ukraina dan Rusia ini terus terjadi itu sebenarnya akan melemahkan, karena ini perang supremasi. “Perang diantara kekuatan yang sebenarnya kalau kita lihat Ukraina itu hanyalah korban, tapi Rusia ini sedang menonton dan challenge kekuatan Barat Amerika dan Uni Eropa,” jelasnya.
“Karena salah satu penyebabnya adalah Ukraina mau gabung ke NATO. Ini yang dicegah habis-habisan oleh Rusia. Jadi, sebenarnya kan memang ini adalah perang supremasi. Ini kalau terjadi berkepanjangan itu akan menghabiskan kekuatan mereka, akan melemahkan mereka,” lanjutnya.
Konsep al-wala’ wal-bara’
Dalam menyikapi perang Ukraina, Dr Fika Komara memberikan contoh praktek keteladanan dari Muawiyah dalam menerapkan wala’nya kepada Allah dan Rasul-Nya.
“Dia (Muawiyah) tidak tergiur dengan kekuasaan, tidak tergiur dengan bala bantuan dari Imperium besar saat itu Romawi yang akan memuluskan, mungkin jalan dia untuk menjadi khalifah,” tuturnya.
“Mungkin kalau orang yang berpikir kotor akan begitu orang yang berpikir untuk menghianati kaum muslimin, menghianati Allah dan Rasul-nya,” imbuhnya.
Ia menjelaskan konsep wala’ dan bara’ ini selalu dihubungkan dengan apa yang disebut dengan penghianatan. “Ini memang harus clear, jadi kenapa kemudian kalau kita akhirnya menggunakan lensa al wala’ wal bara’ tentu kita tidak bisa memberikan loyalitas kepada Rusia, dukungan kepada Rusia, seperti halnya Muawiyah tidak termakan hasutannya Heraklius,” jelasnya.
Menurutnya, Islam punya konsep code of conduct sendiri apa yang disebut dengan wala’ wal bara’, kesetiaan dan keberlepasan. “Konsep kesetiaan dan konsep keberlepasan atau loyalitas versus disloyalitas,” tuturnya.
Ia menyampaikan dalil dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 28: “Janganlah orang-orang Mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi wali dengan meninggalkan orang-orang Mukmin. barangsiapa berbuat demikian niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah kecuali karena siasat memelihara diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka.”
Ia menilai yang mendasari konsep al wala’ wal bara’ diantara konsep-konsep penting Islam yang harus difahami dan dipegang teguh dalam jiwa Kaum Muslimin yang beriman, yang menempatkan Allah dan Rasul-Nya sebagai kesetiaan pertama dan utama. “Justru tidak akan memberikan loyalitas itu kepada orang-orang yang memerangi Kaum Muslimin. Harus memberikan bara’ nya, keberlepasan yang justru kepada orang-orang kafir yang memerangi Kaum Muslimin,” bebernya.
Oleh karena itu, Dr. Fika meminta Kaum Muslim selalu ingat shalawat asyqil. “Shalawat yang kita mendoakan, memohon kepada Allah agar kaum yang zalim itu saling disibukkan, saling berantem satu sama lain sehingga mereka saling melemahkan,” pintanya.
Menurutnya, sebenarnya ini akan menjadi kesempatan yang baik bagi Kaum Muslimin untuk punya agendanya sendiri. “Mewujudkan supremasi politik peradaban Islam yaitu Khilafah Rasyidah ala minhaj an-Nubuwwah. Insyaallah tidak lama lagi,” pungkasnya.[]Raras