Tinta Media - Dalam "The White Paper" Kebijakan Restrukturisasi Sektor Ketenagalistrikan yang diterbitkan oleh Departemen Pertambangan dan Energi tgl 25 Agustus 1998, langkah akhir privatisasi PLN adalah Restrukturisasi PLN Jawa-Bali yaitu Pembentukan Subholding PLN meliputi:
1). Subholding Pembangkit dan Distribusi (termasuk retail) kedalam Perusahaan Listrik Jawa-Bali (PLJB).
2). Subholding Transmisi menjadi Perusahaan Transmisi Jawa-Bali (PTJB).
Indikasinya akan ada perbedaan pengelompokan Subholding antara "The White Paper" 1998 dengan Kementerian BUMN saat ini. Tetapi prinsipnya sama yaitu setelah keberhasilan melakukan "Unbundling Vertikal" Jawa-Bali mulai 2020 dimana pembangkit PLN Jawa-Bali yang beroperasi hanya sekitar 10% , sementara ritail seluruhnya sudah dijual oleh Dirut Dahlan Iskan mulai 2010 dalam bentuk Token dan "Whole sale market" seperti SCBD . Ada juga ritail swasta yg masih operasikan kWh meter secara konvensional. Maka asset yang relative masih utuh hanya jaringan Transmisi (termasuk Dispatch), dan ini yg dipakai untuk mengendalikan subsidi listrik, sehingga Pemerintah terkesan masih tunduk ke Konstitusi.
Tapi setelah organisasi Subholding PLN ini jadi, maka Organisasi PLN Holding hanya menjadi Unit Kecil yang mengurus Kontrak2 PPA. Dan inipun nantinya akan diserahkan ke Subholding yang ada. Sedangkan PLN Holding sesuai komitmen dalam LOI (Letter Of Intent) 31 Oktober 1997 akan dibubarkan . Dan PLN Luar Jawa-Bali diserahkan ke Pemda.
Meskipun Transmisi masih akan di operasikan Holding PLN , tapi hal itu diperkirakan hanya sementara saja. Dan bila "arah angin" menunjukkan Jokowi tidak bisa diperpanjang menjadi tiga periode, maka pada 2024 Subholding Transmisi PLN akan dibentuk dengan melepas PLN P2B menjadi Lembaga Independent yang berfungsi sebagai :
1. Pengatur System.
2. Pengatur Pasar.
Setelah itu Jawa-Bali akan diterapkan kompetisi penuh kelistrikan atau MBMS. Dan dipastikan tarip listrik akan melonjak minimal tiga kali lipat pada awalnya.
PELANGGARAN PUTUSAN MK
Langkah2 Subholding diatas nyata2 melanggar Putusan MK No 001-021-022/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 dan putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tanggal 14 Desember 2016.
Kalau di Philipina (NAPOCOR) rentetan kejadian diatas "mengorbankan " karyawan tetap. Tidak tahu nantinya apakah di Indonesia juga sama ? Wallahua'lam ! Semoga tidak !
JAKARTA, 3 PEBRUARI 2022.
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.