Tinta Media - Filolog dan ahli sejarah, Salman Iskandar menegaskan bahwa momen Rajab adalah momen kebangkitan Islam.
“Momen Rajab adalah momen awal mula kebangkitan Islam pada masa Rasulullah,” tuturnya dalam acara Seruan Hangat Rajab 1443 H: Tegakkan Khilafah! Sabtu (19/2/2022) di kanal Youtube Rayah TV.
Menurutnya, berkenaan dengan peristiwa mikrajnya Nabi SAW dari Masjidil Aqsha ke Sidratul Muntaha, yang terjadi di bulan Rajab, berdasarkan hadits penuturan Ibnu Abbas, Nabi memberitahukan kepada Ibnu Abbas bahwa Allah SWT telah menghamparkan bumi kepada Nabi, hingga Nabi SAW mampu menyaksikan bagian Timur dan Barat. Dan Aku (Rasul) pun diberikan dua perbendaharaan dunia, yaitu Merah dan Putih.
“Para ulama mufassirin mengatakan bahwasanya Nabi Muhammad SAW pada waktu itu sudah diberitahukan oleh Allah SWT berkenaan dengan apa yang dimaknai sebagai perbendaharaan dunia tadi berupa kejayaan, kemenangan, kemegahan bagi kaum muslim untuk menguasai Merah dan Putih,” jelasnya.
Salman menjelaskan bahwa kuasa Merah dimaknai sebagai kekuatan Romawi Byzantium di Konstantinopel. Sedangkan Putih adalah kekuasaan Kisra Sasaniyah Persia yang ada di kota Madain.
“Dalam sejarah Islam dua perbendaharaan tadi berhasil dikuasai oleh umat Rasulullah SAW. Persia tunduk pada masa kekuasaan Khalifah Umar bin Khattab. Sedangkan Kota Konstantinopel jatuh pada masa kepemimpinan Sultan Muhammad Al Fatih pada tahun 1453,” terangnya.
“Pertanyaannya, hari ini ketika kita memasuki bulan Rajab dan juga mengingat sabda Rasulullah SAW. di atas, kalau dikontekstualkan hari ini, di era modern ini, bisa dimaknai penguasaan Istana Merah (Rusia) dan Gedung Putih (Amerika Serikat),” ungkapnya.
“Jawabannya bisa kita buktikan nanti dengan perjuangan, persiapan, dan perlombaan di dalam meraih kejayaan dan kebaikan tadi,” harapnya.
Karenanya, menurut Salman, pesan penting dari bulan Rajab ini adalah kaum Muslim harus mengingat apa yang telah ditorehkan oleh generasi terdahulu dan juga apa yang bisa umat Islam teladani dari dicontohkan oleh Rasulullah SAW.
“Karena berbicara sejarah itu bukan mengingat tempat, tanggal kejadian, atau nama-nama atau peristiwa yang terjadi. Belajar sejarah adalah mengambil ibrah apa yang kita dapat. Perhatikanlah sejarah kalian atau masa lalu kalian untuk memperbaiki masa depan kalian,” pungkasnya.[]
Irianti Aminatun
Irianti Aminatun