Tinta Media - Dikutip dari Republika (6/2/2022), Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengeluarkan surat edaran (SE) terbaru terkait pelaksanaan kegiatan peribadatan di rumah ibadah. Menag meminta rumah ibadah memperketat prokes di tengah melonjaknya kembali kasus Covid-19 akibat adanya varian Omicron.
Kebijakan penanganan Covid-19 yang terkesan tidak serius oleh pemerintah mengakibatkan wabah ini masih ada, bahkan setiap hari kian bertambah. PPKM yang cenderung dibuka tutup, justru semakin menambah pemaparan virus ini.
Seperti yang sudah-sudah, lagi-lagi umat Islam selalu menjadi kambing hitamnya. Kaum muslim diarahkan untuk melakukan pembatasan ibadah, ditambah lagi semakin mendekati masuknya bulan Ramdan. Bak salah alamat, justru klaster-klaster baru banyak yang muncul karena perjalanan lintas negara.
Bukannya taat prokes, masyarakat justru semakin longgar dalam beraktivitas dan mengaitkannya dengan konspirasi penguasa kepada umat islam. Hal ini karena di saat yang sama mereka yang mencari pendukung dalam rangka kampanye menuju Pilpres 2024, banyak yang melanggar prokes.
Inilah bukti ketidakkonsistenan penguasa dalam menerapkan kebijakan penyelesaian wabah dan ketidakadilan hukum. Seakan-akan mengarahkan penambahan wabah karena umat Islam tidak taat prokes, untuk menutupi kelalaian mereka.
Padahal sejak awal wabah ini terjadi di China, para intelektual di kalangan kaum muslim telah memberikan alarm untuk menutup akses ke dalam dan luar negeri. Namun, penguasa yang lebih mementingkan kepentingan ekonomi dibandingkan kemaslahatan rakyat, mengabaikan alarm ini. Bahkan, negara besar pun tak mampu menanganinya. Sangat jelas bahwa sistem kapitalisme yang rusak tidak mampu memberikan solusi yang mengakar untuk menghentikan penularan wabah.
Apa yang pemerintah perlukan?
Dalam penyelesaian wabah ini, harusnya pemerintah fokus dalam penerapan prokes yang tegas dan mencari alternatif lain untuk mencegah wabah, dan mengobati masyarakat yang terpapar.
Sebenarnya, hal ini telah dilakukan, seperti penggunaan vaksin, dan lain-lain. Akan tetapi, para ahli di bidang kesehatan, terutama dalam pembuatan obat tidak diberikan fasilitas yang memadai oleh penguasa untuk mengembangkan ilmu demi kemaslahatan rakyat. Kita tidak mandiri melakukann riset guna menemukan vaksin yang sesuai, aman, dan tentunya halal.
Sebenarnya, masyarakat akan rela divaksin jika pemerintah menjamin vaksinnya aman dan halal. Tentunya disertai bukti-bukti nyata akan kemanan dan kehalalannya, bukan sekadar klaim.
Tidak seperti saat ini, justru kebanyakan yang terlihat adalah efek negatif dari pemberian vaksin. Ditambah lagi, vaksin yang digunakan berasal dari luar negeri, maka bertambahlah ketidakpercayaan masyarakat. Yang paling ironis, di tengah kesulitan masyarakat akibat wabah, pemerintah justru berbisnis alat tes PCR. Karena itu, sangat wajar jika wabah tidak mampu diselesaikan.
Islam Memberi Solusi?
Pada masa Islam, inovasi dalam mengurai masalah kesehatan tentu belum seperti hari ini. Meski demikian, pola baku pencegahan dan pemutusan wabah telah ada. Antara lain, Rasulullah memerintahkan untuk memisahkan antara orang yang sehat dari yang sakit, sebagaimana sabda beliau, yang artinya:
“Janganlah unta yang sehat dicampur dengan unta yang sakit.” (HR Bukhari dan Muslim)
Mengenai karantina wilayah, juga masyhur hadis Rasulullah saat wabah melanda wilayah Syam. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya:
“Maka, apabila kamu mendengar wabah itu berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Apabila wabah itu berjangkit di negeri tempat kamu berada, jangan pula kamu lari darinya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Usamah bin Zaid)
Merujuk dari hadis tersebut, kita mengetahui bahwa kekhilafahan Islam mengatur masalah wabah ini dengan melakukan karantina wilayah. Hal ini untuk mencegah penularan wabah dan mengakhiri wabah. Penguasa Islam akan memotivasi para ahli untuk memaksimalkan riset dan membiayai riset tersebut sebagai bagian dari tugas penguasa dalam memberikan pelayanan kepada rakyat. Riset pun sejatinya memiliki manfaat besar dalam memenuhi kebutuhan asasi rakyat, salah satunya aspek kesehatan sehingga butuh kerja cerdas dan fokus.
Para ahli akan membuat pengobatan untuk wabah tanpa memberatkan masyarakat dengan biaya yang tinggi ataupun resiko kesalahan obat. Jelas, hanya khilafah yang mampu menyelesaikan permasalahan wabah.
Oleh: Nurjannah
Aktivis Dakwah