Pengamat: KKB Bagian dari Separatisme Tersistematis - Tinta Media

Selasa, 01 Februari 2022

Pengamat: KKB Bagian dari Separatisme Tersistematis

Tinta Media - Kelompok Kriminal Bersenjata  (KKB) di Papua dinilai oleh Pengamat Politik Islam dan Militer Dr. Riyan, M.Ag sebagai bagian dari separatisme tersistematis.

“Sangat jelas apa yang  terjadi saat ini adalah bagian  dari sparatisme secara  sistematis. Dari awal saya tidak setuju dengan istilah KKB karena memang  faktanya itu bukan sekedar kriminal seperti merampok atau  mencuri,” tuturnya di acara Dialogika Peradaban, Papua Kembali Membara, KKB masih Dianggap Sahabat? Sabtu (29/1/ 2022) di kanal YouTube Peradaban Islam.

Riyan melanjutkan, evaluasi yang  dilakukan Kapolda Papua  2021 lalu, data menunjukkan  ada 92 kasus penembakan,  44 meninggal,  15 diantaranya anggota TNI dan polri. Ditambah dengan yang  baru, ini menambah daftar panjang konflik Papua. “Saya menyebutnya ini separatis,” tegasnya. 
 
“Apa yang  terjadi di Papua bukan sesuatu yang  tiba-tiba muncul. Ini bagian dari proses panjang. Sebagaimana teman-teman LIPI yang  melakukan riset  tahun 2009 selama 4 tahun,  setidaknya ada 4 persoalan yang  menjadi akar masalah Papua,” paparnya.

Empat persoalan tersebut, lanjut Riyan,  pertama terkait  status sejarah dan poliik  integrasi Papua dengan PPR (Penentuan Pendapat Rakyat) yang ini menjadi titik masuk  untuk  menjadikan pembenaran terhadap  apa yang  dilakukan hari  ini.

“Kedua, Kekerasan dan pelanggaran  HAM  sejak 1965 yang  nyaris nol keadilan. Ketiga, terkait dengan diskriminasi dan marginalisasi orang Papua di tanahnya sendiri. Keempat, kegagalan pembangunan meliputi pendidikan, kesehatan dan ekonomi rakyat,” tuturnya.  

Kalau kita coba sederhanakan, lanjutnya,  akar  masalahnya  adalah adanya ketidakadilan yang melahirkan separatisme,eksploitas, rasisme  dan keterlibatan Asing yang  tidak  bisa dipisahkan.

Menurutnya, solusi masalah ini harus komprehensif. “Kalau beranjak dari hasil temuan teman-teman  LIPI, saya kira memang komprehensifitas harus benar-benar  dilakukan oleh Pemerintah. Dalam hal ini dengan  melakukan suatu posisioning, kasus ini tidak boleh lagi dianggap sebagai  sekedar kriminalitas seperti yang   ada,” paparnya.

“Harus ada ketegasan bahwa ini memang separatis. Ada kepentingan Asing yang  sudah berakar lama terutama hari  ini dengan  keberadaan Amerika, Inggris, dan faktor baru Cina mungkin bisa didiskusikan,  ini menjadi faktor penting,” tukasnya.

Solusi komprehensif  dimaksud, menurut Riyan adalah meletakkan persoalan separatis  harus dilakukan di semua aspek, ekonomi, hukum. Tapi yang  lebih penting adalah aspek pendekatan militer tanpa harus ragu-ragu, maupun aspek budaya yang  pada ujungnya bagaimana  kita meletakkan mereka sebagai bagian integral pembangunan manusia. Bukan sekedar dianggap sebagai angka atau sesuatu yang  sifatnya fisik.

“Islam memiliki suatu pengalaman yang   sangat damai ketika  menyelesaikan persoalan. Bahkan ketika Islam pertama kali datang di Papua justru yang  memberi jalan pada agama lain untuk  melakukan misi-misi itu. Artinya, Islam itu memberikan sebuah payung sangat  luar biasa yang  senantiasa komprehensif dan berkeadilan,” imbuhnya.

Misal dari dana, lanjutnya,  kalau berdasar penjelasan Menteri Keuangan itu justru pemerintah akan mengucurkan dana otsus (otonomi khusus)  itu kurang lebih 235 triliun ke Papau hingga 2041.

“ Porsi dana otsus Papau Barat bakal naik dari 2 % menjadi 2,25 % dari  dana alokasi umum.  Sehingga  total yang  akan dikucurkan hingga 2041 itu sampai 236 triliun. Sementara yang  sudah dikucurkan selama ini tidak kurang 146 triliun. Kalau menurut Dirjen Otda Kemendagri,  ada 146 lebih triliun sejak 2002 – 2021,” terangnya.

Artinya, lanjut Riyan,  tentu kalau tadi ada potensi tidak sampai karena  kasus korupsi, tidak  sampai dalam kontek  membangun  jiwanya, bukan sekedar raga, maka ada benang merah di situ.

“Islam memberikan pengalaman  yang  damai pada konteks ini tapi penuh ketegasan.  Pada saat yang  sama berkeadilan,” sambungnya.

Menurut Riyan, memberdayakan elemen-elemen utama, itu juga penting.  Karena  Papua dan Papua Barat tidak identik dengan agama tertentu   dalam hal ini non muslim.

“Disinilah pentingnya komunikasi politik untuk  melakukan sebuah pijakan yang  komprehensif. Tidak hanya  elitis dari Jakarta  saja. Jakarta harus  arif dalam melihat orang-orang  di sana, partisipasi masyarakat harus dilibatkan terutama Muslim maupun non muslim agar mereka  bisa menemukan jalan  itu,” paparnya.

Saya kira kedepan kita tetap punya politik hope. Dan ini yang harus kita bangun agar ke depan menjadi lebih optimis untuk  Papua. “Lebih priotitas ini daripada ribut- ribut masalah kepindahan ibu kota sampai isu jin dan segala macam,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :