Tinta Media - Negara menjadi tidak berdaya menurut Koordinator Invest Ahmad Daryoko disebabkan ulahnya (penguasa) sendiri.
“Mengapa jadi tidak berdaya. Ya, karena ulahnya sendiri, dibikin proyek tanpa feasibility study (FS). Jadi sekarang ini proyek-proyek, yang saya tahu PLN ya, FS-nya itu telunjuk Jokowi,” tuturnya dalam Live Diskusi Media Umat: Negara Semakin Tidak Berdaya di kanal Youtube Media Umat, Ahad (13/2/2022).
Menurutnya, penguasa dengan telunjuknya membangun proyek-proyek tanpa memperhatikan feasibility study. Dan berakhir pada proyek-proyek mangkrak.
“Bangun proyek kereta api cepat dari Bandung Jakarta ini cuman telunjuk sebenarnya. Sedang FS nya bersamaan jalannya. Inilah yang namanya EPC Project. EPC singkatan dari Engineering Procurement Construction jadi satu. Hari ini bicara, besok pagi dijalankan. Tender kan jadi satu hari, langsung dilaksanakan. Sambil dilaksanakan, sambil survei, sambil gali-gali tanah, mekanika-mekanika tanah, trashingnya diplotkan saat itu juga, dan akhirnya seperti ini, terjadilah proyek-proyek mangkrak,” ujarnya.
Ia mencontohkan tiga proyek penguasa yang mangkrak, yakni pertama, proyek Bandara Kertajati, berakhir mangkrak dan menjadi tempat idola anak-anak bermain. Kedua, proyek kelistrikan 35.000 Mega watt yang mangkrak sebesar 68,1 persen, dapat dibaca di laporan khusus Majalah Gatra 15 September itu. Ketiga, proyek IKN, ditanyakan tentang feasibility study dan waktu pelaksanaan feasibility study dan penyelidikannya. Proyeknya asal tembak, lalu berjalan. Terpenting gaungnya besar. Seperti itu keadaannya.
“Menjalankan proyek asal tembak, jalan, ya udah. Yang penting gaungnya besar. Inilah yang menjadikan kemudian tidak berdaya itu seperti itu,” katanya.
Ia menegaskan berdaya dan tidak berdaya bisa ditutupi dengan politik dua panggung, yaitu panggung depan dan panggung belakang. Seperti masalah listrik sekarang, sebenarnya PLN Jawa-Bali itu sudah tidak punya apa-apa, hanya transmisi dan kawat-kawat. Yang tersisa hanya di luar Jawa saja.
“Ini masalah listrik sekarang, sebenarnya PLN sudah tidak punya apa-apa kecuali hanya transmisi dan distribusi kawat-kawat saja, yang tersisa hanya luar Jawa saja. Kan arti sebenarnya tidak berdaya. Tetapi dibikinlah politik dua panggung,” tegasnya.
“Panggung depan, PLN seolah-olah masih perkasa, masih hidup, masih gebyar-gebyar, eh itu hanya namanya saja, gedung saja, lambangnya saja. Gedungnya saja yang masih mencorong. Tapi aset instalasi sudah habis,” jelasnya.
Ia mengatakan rakyat telah dikibuli dengan subsidi. Terpenting bagi masyarakat listrik itu murah dan terjangkau padahal dibalik itu semua harga kamuflase. Dan akan meledak di belakang pada saat pergantian rezim.
“Subsidi listrik berapa sekarang? Orang tidak bisa berhitung kan. Ini ada data tahun 2020 subsidi realnya listrik 200,8 triliun ada di media repelita online 8 November 2020. Kelistrikan dibiayai dengan 200,8 triliun, defisit kan artinya. Kemudian PLN membuat laporan keuangan 2020 tapi terbitnya 24 April 2021, tidak ada defisit, untung 5,9 triliun. Ini sebenarnya bisa kita gugat sebagai kebohongan publik,” ungkapnya.
Menurutnya, masyarakat itu yang penting listrik harganya murah dan terjangkau. Enggak ngerti di belakangnya itu harga kamuflase. “Nanti akan meledak di belakang saat pergantian rezim. Antar rezim saling tidak bertanggung jawab. Makanya penguasa meminta tambahan periode, dan akan terus bertambah,” pungkasnya.[] Ageng Kartika