Kebijakan Penetapan Harga Minyak Goreng - Tinta Media

Selasa, 01 Februari 2022

Kebijakan Penetapan Harga Minyak Goreng

Tinta Media - Beberapa waktu lalu, beberapa supermarket dipenuhi para pembeli yang memburu minyak goreng karena harganya sedang turun. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan kebijakan bahwa harga minyak goreng setara Rp14.000 per liter. Kebijakan tersebut mulai berlaku pada Rabu, 19 Januari 2022. Menyusul adanya kebijakan tersebut, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung membuat surat edaran untuk pelaku usaha minyak goreng di Kabupaten Bandung.


Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Bandung, Dicky Anugrah mengatakan bahwa ia baru menerima surat edaran Menteri Perdagangan tentang satu harga minyak goreng tersebut pada Rabu (19/1) pagi.


Dicky mengungkapkan bahwa pemerintah daerah wajib menindaklanjuti surat edaran menteri itu dengan surat edaran kembali, yang ditujukan kepada seluruh pelaku usaha minimarket, supermarket, termasuk pasar tradisional. Surat edaran itu memang mengharuskan seluruh penjual minyak goreng kemasan menetapkan harga Rp14.000 per liter. Hal ini karena pemerintah pusat telah  memberikan subsidi kepada distributor pusat dari produk minyak goreng.


Namun, yang menjadi persoalan adalah bagaimana dengan stok minyak goreng yang sudah ada sebelum terbitnya kebijakan tersebut? Apakah pemerintah akan menyubsidi stok minyak goreng itu?


Para pedagang terutama yang di pasar tradisional mengeluhkan kebijakan tersebut kalau harus menyamakan satu harga dengan yang di pasar modern. Hal ini karena pemerintah tidak menyubsidi stok minyak yang sudah ada sehingga masih menetapkan harga lama.


Sebenarnya, persoalan kenaikan harga minyak goreng bukan disebabkan kelangkaan, tetapi akibat tingginya harga CPO. Selama harga CPO masih tinggi, harga minyak goreng akan tetap tinggi. Maka, melakukan operasi pasar untuk menurunkan harga dengan penetapan satu harga, tidak akan efektif. Ditambah dengan subsidi minyak goreng yang dibatasi, malah memunculkan efek _panic buying_. Akhirnya minyak goreng murah tetap sulit dicari.


Jadi, penetapan satu harga bukanlah solusi tuntas, juga tidak sahih. Islam mengharamkan  kebijakan pematokan harga. Permintaan penentuan harga pernah terjadi pada zaman Rasulullah. Yahya bin Umar memulai diskusi dengan menyitir salah satu hadit dari Anas bin Malik,


"Sesungguhnya banyak manusia datang kepada Rasulullah dan berkata,"Tentukanlah harga bagi kami, harga-harga kami." Rasulullah saw bersabda, "Wahai manusia! Sesungguhnya naiknya (mahalnya) harga-harga kalian dan murahnya itu berada di tangan Allah Subhanahu wata'ala, dan saya berharap kepada Allah ketika bertemu Allah (nanti), dan tidaklah salah satu orang terhadapku, (aku memiliki) kezaliman dalam harta dan tidak pula dalam darah." 


Penentuan harga berlandaskan hadit ini secara zahir dilarang keras karena datang dengan kezaliman. Hal ini pun pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab Radhiyallahu'anhu, yakni ketika beliau menginspeksi pasar  dan menemui seorang laki-laki menjual zabib. Laki-laki tersebut menaikkan harga (sesuka hati), maka Khalifah Umar pun mengeluarkannya dari pasar.


Sesungguhnya, kestabilan harga-harga komoditas kebutuhan pokok primer masyarakat bukan hanya dipengaruhi oleh ketersediaan bahan baku di tingkat produsen, tetapi juga bagaimana mekanisme distribusi yang lancar di berbagai lini, sehingga komoditas tersebut dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara mudah dengan harga yang wajar. 


Keberadaan penguasalah yang memiliki kebijakan dalam memastikan hal tersebut, termasuk lancarnya arus distribusi dengan kemudahan sarana prasarana transportasi, mulai dari infrastruktur jalan, jembatan hingga alat-alat transportasinya. 

Dari sisi keamanan, penguasa mencegah potensi keberadaan pungli atau bahkan para kartel (mafia) yang menguasai distribusi peredaran komoditas kebutuhan rakyat tersebut. Dengan seperti itu, harga komoditas adalah harga alami yang terbentuk karena kondisi pasar, antara penjual dan pembeli. Di sini, tidak akan ada yang terzalimi. Inilah aturan Islam yang begitu manusiawi dan sesuai dengan fitrah, mampu memberikan solusi dalam berbagai urusan manusia. Salah satunya dalam urusan penentuan harga.

Wallahu'alam bishshawab.


Oleh: Sumiati

Sahabat Tinta Media

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :