Tinta Media - Direktur Siyasah Institute Iwan Januar melihat seluruh kebijakan kontra radikalisme di Indonesia sebenarnya mengikuti jejak negara-negara Barat yakni menciptakan Islamofobia.
"Melihat dari seluruh kebijakan kontra radikalisme, Indonesia sebenarnya mengikuti jejak negara-negara Barat menciptakan Islamofobia," tuturnya kepada Tinta Media, Rabu (2/2/2022).
Iwan menilai, bahwa sejauh ini kebijakan yang masif disosialisasikan ke tengah publik baik lewat media massa atau langsung institusi pemerintah dan aparat keamanan. "Cukup berhasil," ujarnya.
Menurutnya, apa yang dilakukan saat ini, sesuai apa yang dipaparkan Departemen Pertahanan AS dalam Quadrennial Defense Review Report, Februari 2006, yang menyebutkan bahwa puncak kemenangan AS hanya bisa dicapai ketika ‘ideologi ekstrimis’ dapat dicitraburukkan di mata penduduk asli negeri tersebut dan para pendukungnya.
Ia juga menyatakan bahwa barat begitu keras berusaha memadamkan Islam, karena mereka sadar hanya kekuatan Islam yang dapat meruntuhkan hegemoni Barat. "Untuk itu, Barat melakukan proxy war terhadap Islam dan para pemeluknya dengan memanfaatkan internal umat Muslim sendiri. Mainkan narasi-narasi yang kemudian membuat sebagian muslim percaya bahwa agamanya sendiri adalah ancaman bagi mereka, sehingga harus direduksi hanya ajaran yang berurusan dengan hukum privat saja seperti ibadah dan akhlak, itupun tidak sepenuhnya. Karena umat Muslim juga diprovokasi untuk toleran pada kehidupan liberal seperti seks bebas, LGBT, ateisme, termasuk mentolerir sesama muslim yang tidak beribadah, dan sebagainya," bebernya.
Ia juga menyampaikan hadis terkait kecemasan Nabi SAW yang bisa jadi akan terjadi. Yang artinya "Islam akan hilang sebagaimana hilangnya hiasan pada pakaian sehingga tidak diketahui lagi apa itu puasa, tidak juga shalat, tidak juga haji, tidak juga shadaqah. Kitabullah akan diangkat pada malam hari hingga tidak tersisa di bumi satu ayat pun, yang tersisa hanyalah beberapa kelompok manusia: Kakek-kakek dan nenek-nenek, mereka berkata, ‘Kami mendapati nenek moyang kami (mengucapkan) kalimat ini, mereka mengucapkan, ‘Laa ilaaha illallaah’, maka kami pun mengucapkannya. Lalu Shilah berkata kepadanya, “(Kalimat) Laa Ilaaha Illallaah tidak berguna bagi mereka, sedangkan mereka tidak mengetahui apa itu shalat, tidak juga puasa, tidak juga haji, dan tidak juga shadaqah. Lalu Hudzaifah berpaling darinya, kemudian beliau mengulang-ulangnya selama tiga kali. Setiap kali ditanyakan hal itu, Hudzaifah berpaling darinya, lalu pada ketiga kalinya Hudzaifah menghadap dan berkata, “Wahai Shilah, kalimat itu menyelamatkan mereka dari Neraka (sebanyak tiga kali).” (HR Ibnu Majah)
"Sudah saatnya Muslim yang sadar dan cinta pada agamanya bangkit melakukan perang opini, membela agama Allah. Menyadarkan sesama muslim bahwa hanya Islam yang dapat menyelamatkan negeri, dan hanya Islam satu-satunya ideologi yang dapat meruntuhkan hegemoni Barat yang telah merusak peradaban dunia," pungkasnya.[] Ajirah