Tinta Media - Direktur Global Cyber Watch Rif'an Wahyudi mengungkapkan, adanya teror yang dilakukan kelompok separatis Papua atau Organisasi Papua Merdeka (OPM) lebih mudah digerakkan oleh gesekan atau gosokan dari luar atau asing.
"Mungkin lebih sulit untuk mengatakan bahwa itu inisiatif penduduk lokal. Sehingga lebih mudah mengatakan bahwa mereka bergerak atas gesekan atau gosokan dari pihak-pihak luar, elemen-elemen foreign interest group, yang berkepentingan asing," paparnya dalam Kabar Petang: Memutus Lingkaran Teror TNPB-OPM di Papua, Selasa (1/2/2022) di kanal YouTube Khilafah News.
Ia menegaskan semestinya pemerintah pusat tetap menjaga keutuhan wilayah. Bukan dikerat-kerat atau dipecah menjadi kecil-kecil. "Ketika wilayah dikerat-kerat, tentu akan lebih lemah. Baik dari segi ekonomi, maupun pertahanan dan keamanan. Hal ini akan memudahkan kekuatan asing untuk mengobok-obok," tuturnya.
Rif'an menjelaskan jika itu terjadi akan menjadikan sebagai alat kolonialisme, neokolonialisme dan neoimperialisme. Padahal modus-modusnya sudah memasuki perang asimetris. “Ada proxy war, mereka dijadikan proxy untuk kepentingan yang lebih besar, elit global. Sehingga kepentingan nasional dipermainkan. Kalau ada sesuatu yang diinginkan oleh shadow (kekuatan bayangan) maka dimunculkan. Jika tidak, maka diambangkan atau diendapkan," ungkapnya.
Menurutnya, proses tersebut cukup panjang. Targetnya adalah agar Papua merdeka. Maka harus ada upaya penggalangan dari tentara atau kepolisian untuk mengadakan operasi militer dan intelijen.
"Agar tidak terjadi kelompok politik, apalagi ini sudah kelompok bersenjata. Jika menyasar ke kaum Muslim sudah disebut teroris. Sehingga menjadi ujian bagi pemerintah nasional. Agar jangan menjadi besar, celah semakin lebar dimasuki oleh asing," pungkasnya.[]Nita Savitri
