Tinta Media - Ekonom Syariah Muhammad Hatta, M.Si. berpendapat pemindahan ibu kota negara (IKN) dari Jakarta ke Kalimantan Timur (Kaltim) itu tidak akan memberikan dampak positif bagi rakyat Indonesia.
“Jadi bagi kami semewah apa pun, semegah apa pun IKN yang dibangun. Sebegitu megahnya tetapi tata kelolanya masih fiskal dan moneter kapitalistik yang seperti ini. Kami kok sangat yakin bahwa tidak akan memberi dampak positif yang signifikan bagi masyarakat Indonesia. Tidak akan memberikan dampak yang begitu banyak bagi masyarakat Kaltim,” tuturnya dalam Live FGD#43: IKN, Kenapa Harus Ditolak? Sabtu (29/1/2022) di kanal Youtube Pusat Kajian dan Analisis Data
Menurutnya, dalam kacamata perspektif ekonomi syariah sepanjang tata kelola ekonomi dari sisi fiskal, moneter atau perdagangan luar negeri menggunakan transaksi spekulatif berarti berdasarkan ekonomi kapitalistik maka pemindahan IKN tidak akan memberi dampak positif yang signifikan bagi masyarakat.
Ia menyampaikan lebih spesifik berkaitan dengan pindah tempat IKN tampaknya yang terlihat seperti pindah tempat saja tetapi tata kelola yang harusnya dilakukan review tampaknya lepas.
“Secara dari apa yang harus dilakukan tidak sama alias berbeda. Pindah tempat IKN dari Jakarta ke Kaltim tidak sama dengan keadilan ekonomi dan kesejahteraan rakyat,” ucapnya.
Ia memberikan gambaran yang terjadi di Kazakhstan belum lama ini sebagai salah satu negara eksportir energi dan memiliki ibu kota negara baru Nur Sulthan, kaya dengan sumber daya alam (SDA). Telah terjadi demo dan rusuh besar yang dipicu harga energi meningkat drastis atau akibat kenaikan harga BBM.
“Meskipun Kazakhstan memiliki ibu kota baru tetapi tidak menyelesaikan tata kelola energi. Diketahui sumber daya alamnya dikuasai segelintir orang saja atau oligarki seperti di Indonesia. Artinya ibu kota baru tidak menjamin kemudian kesejahteraan rakyat itu terjadi,” katanya.
Lebih jauh, ia menjelaskan tentang data Kaltim yang telah dihimpun dari 2005 hingga 2020. Kaltim memiliki investasi selama 16 tahun dengan nilai 355 triliun baik dari penanaman modal dalam negeri maupun asing. Tetapi jumlah orang miskin masih banyak. Sejak tahun 2008 hingga 2022 tercatat 200 ribu lebih orang miskin dengan standar kemiskinan September 2021 dari sekitar 700 ribu lebih, untuk makan sehari 23 ribu, dan satu kali makan delapan ribu rupiah.
“Dengan investasi sedemikian rupa, ini yang terjadi. Ini baru investasi. Kita lihat kemudian SDA yang sudah dikerjakan sedemikian rupa, dan kemudian semakin anjlok produksinya. Tetapi jumlah penduduk miskinnya masih dua ratus ribu lebih, relatif tidak bergerak ini, stagnan orang miskinnya, tidak menurun, tidak semakin menurun dengan standar kemiskinan yang begitu rendah,” paparnya.
Maka ia memperhatikan pemindahan IKN ini tidak akan berdampak positif lebih baik pada rakyat Kaltim khususnya. Kaltim memiliki 1,2 juta hektar luas kebun sawit no. 5 terbesar di Indonesia tetapi jumlah orang miskin stagnan. Berdasarkan data-data dari jumlah proyek yang dikonfirmasi bahwa jumlah proyek meningkat terus tetapi daya serap tenaga kerja semakin menurun sejak tahun 2010 hingga 2020.
“Kita lihat jadi berkebalikan arah, proyeknya bertambah banyak tetapi daya serap tenaga kerjanya semakin dikit. Ini semakin mengkonfirmasi data-data yang sudah ada.” pungkasnya.[]Ageng Kartika