Tinta Media - Terkait Konflik Rusia – Ukraina, Direktur FIWS (Forum on Islamic World Studies) Farid Wadjdi berpendapat akan berakhir di meja perundingan dan masing-masing akan mendapatkan keuntungannya atau berupa win-win solution.
“Jadi saya kira seperti biasa, konflik itu akan berakhir di meja perundingan dan masing-masing akan mendapatkan keuntungannya meskipun tidak semua, paling tidak sebagian target-target mereka tercapai atau berupa win-win solution,” ungkapnya dalam Kabar Petang: Tensi Menurun, Rusia Berlari Melayani Kepentingan AS? Kamis (17/2/2022) di kanal Youtube Khilafah News.
Ia melihat apabila konflik ini memilih jalan perang maka akan memberatkan Rusia karena banyak beban yang mereka tanggung. “Ditambah lagi jelas sangsi ekonomi akan lebih berat ditimpakan kepada Rusia. Hal ini sangat memberatkan perekonomian Rusia yang terjadi pasca perang dingin bergantung kepada pasar kapitalisme global. Meskipun pada saat ini Rusia mulai menjalin hubungan dengan China,” ujarnya.
“Tapi hubungan dengan China tidak mulus karena ada upaya Amerika untuk mengganjal hubungan ini. Karena bagi Amerika hubungan erat antara China – Rusia akan mengganggu atau tidak memberatkan kompetensi Amerika dengan China,” ungkapnya.
Berdasarkan hal tersebut, ia melihat sebenarnya Rusia juga tidak menjadikan invasi perang sebagai jalan pilihannya. Kemungkinan akan berakhir di meja perundingan. “Masing-masing berupaya mendapatkan target-targetnya walaupun tidak sepenuhnya. Rusia misalkan mematok bahwa Ukraina jangan masuk ke NATO. Ini merupakan prinsip keamanan bagi Rusia. Meskipun keinginan Rusia agar negara-negara Eropa Timur yang lain keluar dari NATO, itu tidak mungkin terjadi. Demikian juga Amerika akan sangat berat untuk menanggung beban kalau terjadi pecah perang,” ungkapnya.
Ukraina menurutnya sangat penting bagi Rusia karena Ukraina ini adalah ruang yang mungkin tersisa bagi Rusia untuk berhadapan dengan Eropa. “Rusia sendiri menganggap Ukraina sangat penting karena merupakan ruang yang masih tersisa bagi Rusia untuk berhadapan dengan Eropa. Secara historis Eropa punya ambisi untuk menaklukkan Rusia sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Hitler dan Napoleon yang ingin masuk ke Rusia. Jadi bayang-bayang dan historis ini masih mengancam Rusia,” bebernya.
Ia merujuk pada awal di masa perang dingin, negara-negara Eropa Timur itu menjadi batu pelindung, bisa disebut seperti itu ketika berhadapan dengan Eropa. Tetapi beberapa negara Eropa Timur kemudian berpindah ke NATO. Tersisa Belarusia yang pro terhadap Rusia dan Ukraina.
“Ukraina sendiri kan kita lihat sangat berkeinginan untuk masuk ke NATO. Ini yang disebut garis merah oleh Rusia, karena dengan masuknya Ukraina ke NATO ini seakan mengancam keamanan Rusia secara keseluruhannya,” pungkasnya.[] Ageng Kartika