UIY: Situasi Saat Ini Menyedihkan dan Mengerikan - Tinta Media

Rabu, 12 Januari 2022

UIY: Situasi Saat Ini Menyedihkan dan Mengerikan


Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Muhammad Ismail Yusanto (UIY) menilai, saat ini umat Islam berada dalam situasi yang menyedihkan dan mengerikan.

“Kita berada pada situasi yang sangat menyedihkan dan mengerikan,” tuturnya dalam diskusi Online Media Umat, HBS Ditahan: Ketidakadilan Hukum Makin Nyata? Ahad (9/1/2022) di kanal You Tube Media Umat.

Menurut UIY menyedihkan, karena apa yang  umat Islam angankan, tidak terwujud. “Hukum tidak menyelesaikan masalah dan tidak mewujudkan keadilan,” ujarnya.

Ia melihat hukum yang ada tidak bisa menyelesaikan masalah dan mewujudkan keadilan. “Hari ini apa yang menjadi falsafah dasar hukum, yaitu menyelesaikan masalah dan  mewujudkan keadilan, tidak terwujud,” ungkapnya.

Selain menyedihkan, kata UIY, situasi sekarang juga mengerikan karena ketidakadilan semakin menjadi-jadi. “Mengerikan, karena alih-alih  persoalan selesai tapi malah timbul masalah baru.  Timbul tumpukan masalah,” bebernya.

UIY menilai bahwa masalah itu muncul dari dua hal. Pertama, dari sisi hukum itu sendiri, apakah hukum disusun dengan intensi menuju keadilan atau tidak. 

“Secara teori hukum disusun untuk mewujudkan keadilan dan untuk menyelesaikan masalah. Namun, secara faktual UU minerba atau Omnibuslaw misalnya, publik (justru) melihat secara gamblang bahwa itu bukan keadilan. Itu bukan menyelesaikan masalah tapi timbul masalah,” jelasnya.

Ia menjelaskan masalah yang ada dalam undang-undang Minerba. “Bagaimana  barang yang sama di undang-undang lama  (UU No. 4/2009), itu sudah dinyatakan ini kembali kepada negara, lalu di  undang-undang lain (UU No. 3/2020) dibuat undang-undang kemudian dikatakan bahwa ini  harus kembali kepada korporat. Bahkan di situ  juga disebutkan kepastian perpanjangan kontrak 2 kali 10 tahun dengan opsi lain 2 kali 10 tahun lagi. Empat puluh tahun. Coba bayangkan,” terangnya.

Ketidakadilan itu, lanjut UIY, kemudian menyentuh aspek-aspek lain. “Ketidakadilan ekonomi, muncul kesenjangan, muncul pengambilalihan hak masyarakat sebagaimana dalam kasus undang-undang Minerba. Ketidakadilan demikian memunculkan pertanyaan. Di mana itu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia? Kemanusiaan yang adil dan beradab, itu dimana letaknya?” herannya.

“Lalu Ketuhanan yang Maha Esa, sementara Tuhannya dihinakan, agama dihinakan  dibiarkan saja itu. Baguslah  kalau ada Ferdinand itu diproses. Kalau tidak juga, sudah enggak karu-karuan,” imbuhnya.

Kedua, pelaksananya. “The man behind the gun (pria dibalik pistol). ‘Gun’  digunakan untuk menjaga keamanan, mengancam, kalau perlu mengambil tindakan terhadap  pencuri, perampok dan perusuh. Tetapi ‘gun’ bisa digunakan untuk membunuh siapapun. Membunuh orang yang mengkritik, yang menuntut keadilan. Kita melihat ini hari  dua-duanya terjadi,” tukasnya.

“Oleh karena itu maka jelas bahwa kita harus punya perhatian terhadap dua hal ini. Pada proses legislasinya dan pada proses pelaksananya,” paparnya.

UIY menilai bahwa proses legislasi akan menentukan mutu dari produk legislasi atau hukum. “Proses legislasi dalam sistem demokrasi  oleh wakil rakyat  yang  diteorikan akan menjadi jalan bagi terpenuhinya aspirasi rakyat ternyata  tidak seperti  itu. Mereka  tidak bekerja benar-benar  untuk rakyat. Kalau bekerja untuk  rakyat tidak pernah akan lahir itu undang-undang  Minerba. Kalau benar-benar untuk  rakyat, begitu rakyat protes undang undang  Omnibuslaw seharusnya  langsung dibatalkan, wong yang diwakili protes. Kenyataannya kan tidak. Kenapa? Dibalik ini semua ada oligarki yang membeli mereka untuk  memenuhi kepentingannya,” bebernya.

“Jadi ketika para legislator ini bekerja tidak untuk  kepentingan rakyat maka jelas disitu produknya pasti bukan produk yang akan memenuhi aspirasi rakyat, memenusi aspirasi  rasa keadilan rakyat,” tambahnya.

Ia melanjutkan, sepanjang proses legislasi itu diserahkan kepada mekanisme yang bersifat antroposentris seperti yang ada sekarang dalam sistem demokrasi,  akan begini terus sampai kapan pun. Disitulah umat mesti memikirkan tentang makna kedaulatan syara’, bukan kedaulatan di tangan rakyat. Pasalnya, proses legislasi suatu hukum yang bersifat transendental memiliki prinsip-prinsip dasar hukum yang tidak memungkinkan menjadikan arena transaksi atau pun negoisasi

“Sekali haram, dia akan haram terus. Sekali halal dia halal. Tidak akan bisa berubah dari halal menjadi haram, dari haram menjadi halal seperti kasus (UU) Minerba tadi itu,” tegasnya.

Berikutnya dari pelaksana hukum. “Pelaksana hukum ini,  satu hal yang juga hilang  pada  hari ini  adalah suasana transedental, nilai ibadah itu nggak kerasa” terangnya.

“Ketika nilai transendental dalam upaya penegakan hukum sudah tidak ada lagi, maka yang berkembang kemudian adalah nilai material. ‘Kalau aku menerapkan hukum begini aku dapat ini, kalau tidak menerapkan, aku akan dapat yang lebih besar’ maka dia akan cenderung memilih tidak menerapkan.  Atau sebaliknya ‘kalau aku menerapkan, aku akan mendapatkan sesuatu yang lebih besar’ maka dia cenderung menerapkan,” bebernya.

“Di situlah akhirnya, suatu penerapan hukum akan menjadi ajang transaksi dan negoisasi sebagaimana proses legislasi karena kehilangan nilai transedental,” tambahnya.

Oleh karena itulah, ia berharap umat Islam agar punya kesimpulan yakni selama proses legislasi itu dibiarkan kepada rakyat melalui para wakilnya melalui teori seperti  ini maka tidak pernah akan selesai. “Kita harus kembali pada legislasi Illahi, kedaulatan di tangan syara. Itulah  syariah,” tegasnya.

Dari sisi pemimpin, lanjutnya, pemimpin harus betul-betul  amanah, pemimpin harus ada iman dan takwa. “Dia bergantung pada Allah. Dia memimpin untuk ibadah, bukan memimpin untuk mencari keuntungan, menjadi pelayan bagi Aseng atau Asing, menjadi pelayan oligarki. Kalau ini yang terjadi, dia akan menanggung kehinaan dan penyesalan yang luar biasa  di akhirat kelak,” ujarnya.

Karena itu, menurutnya, umat harus punya dua pandangan yakni perubahan pada proses legislasi dan pemilihan pemimpin yang amanah. “Pemimpin yang baik yang  mau menerapkan hukum yang  baik, yang  datang dari Dzat yang Maha Baik yaitu Allah SWT,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :