Tinta Media - Cendekiawan Muslim Ustaz Ismail Yusanto (UIY) mengatakan bahwa oligarki bisa hilang dengan beberapa kondisi.
“Oligarki bisa hilang dengan beberapa kondisi,” paparnya dalam Diskusi Online: Ibu Kota Baru untuk Siapa? di kanal YouTube Media Umat, Ahad (23/1/2022).
Pertama, apabila sumber-sumber dana mereka diputus. “Dengan kata lain, usaha mereka mengeksploitasi pengelolaan sumber daya alam khususnya batu bara itu dihentikan. Lantas pengelolaannya dilakukan oleh negara,” ujarnya.
Kedua, mengeringkan kolam kapitalisme yang telah menjadi habitat para oligarki pemilik modal. “Oligarki itu tumbuh di dalam lingkungan kapitalistik. Jika kapitalisme kering, ibarat kolam tadi itu, maka ikan selesai,” gambarnya.
Namun menurut UIY tidak berhenti di situ. Memutus dan mengeringkan kolam kapitalisme hanya mungkin dilakukan oleh pemimpin yang kuat berikut sistem alternatif yang menggantikan kolam tersebut.
“Tidak ada ini hari yang bisa kokoh melawan kapitalisme kecuali Islam, sistem ekonomi Islam. Itulah yang akan mengeringkan kolam kapitalisme, oligarki pemilik modal akan selesai,” tuturnya.
Ketiga, pemimpin yang kuat yaitu pemimpin yang betul-betul hadir untuk menegakkan sistem yang benar itu yaitu sistem Islam. “Dengan itu maka Insya Allah dia berdiri diatas mandat untuk menegakkan hukum yang adil yaitu syariat Islam,” tegasnya.
“Dia meraih atau mendapatkan kekuasaan itu oleh karena keinginan rakyat bukan karena keinginan oligarki. Boleh saja oligarki mensupport dia tapi dia tidak punya kepentingan untuk balas budi terhadap para oligarki. Karena dia akan berhadapan dengan rakyat. Dan yang pasti berhadapan dengan syariat. Jikalau dia mengambil keputusan yang bertentangan dengan syariat urusannya bukan dengan manusia, tapi dengan Allah sampai negeri akhirat,” paparnya.
Menurutnya, pertimbangan akhirat ini saat ini hilang di negeri ini. Semua demi kepentingan dunia padahal kepentingan dunia itu kepentingan yang sifatnya sementara, bahkan sangat sementara. Semua tidak ada yang abadi termasuk kekuasaan yang telah serampangan mengambil keputusan. Itu akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat dan pasti ada penyesalan yang luar biasa pada suatu waktu nanti di sana.
UIY juga mengingatkan agar rakyat mengambil pelajaran penting dari dinamika politik negeri ini. “Pelajaran pentingnya adalah bahwa demokrasi yang diteorikan kedaulatan di tangan rakyat ini hari faktanya kedaulatan itu tidak sepenuhnya di tangan rakyat,” ujarnya.
Pelajaran penting berikutnya, lanjut UIY , jika bukan kedaulatan rakyat, jika bukan demokrasi lalu apa?
“Saya kira disitu akan bertemu dengan gagasan-gagasan substansial tentang syariah, tentang khilafah. Gagasan ini mestinya membawa kesimpulan pada rakyat untuk tidak lagi mau dengan sistem demokrasi, dan melirik sistem alternatif yaitu Islam,” katanya.
“Disitu ada gagasan tentang tatanan ekonomi, tatanan sosial politik, politik pemerintahan dan yang itu bukan hanya secara teoritik tapi secara empiris juga pernah dilakukan dan membawa kebaikan bukan hanya bagi dunia Islam tapi dunia secara keseluruhan,” jelasnya.
Hanya saja, menurut UIY, pelajaran berharga ini tidak akan berarti apa-apa, kecuali umat mau berfikir, memperhatikan, mencermati, mengambil ibrah secara sungguh-sungguh. “Ini hanya akan menjadi kumelut yang membikin resah sementara. Setelah itu kita lupa. Ini tidak boleh lagi terjadi. Harus dipikirkan secara sungguh-sungguh. Di tengah kumelut ini kita harus berfikir secara mendasar kemudian perjalanan negara dan bangsa ini bisa kita harapkan ke arah yang lebih baik karena kita mengintroduksi sesuatu yang lebih baik atau bahkan yang terbaik,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun
Rekomendasi Untuk Anda
×
−
+