Tinta Media - Ditangkapnya pemuda yang menendang sesajen dengan delik Pasal 156 KUHP tentang Penghinaan Golongan, dinilai Jurnalis Joko Presetyo menunjukkan ada masalah serius dalam melindungi akidah umat Islam dari kemusyrikan.
"Ditangkapnya pemuda yang membuang/menendang sesajen dengan Pasal 156 KUHP tentang Penghinaan Golongan menunjukan ada masalah serius dalam melindungi akidah umat Islam dari kemusyrikan," ungkapnya kepada Tinta Media, Sabtu (15/1/2022).
Menurutnya, penerapan delik tersebut menunjukkan bahwa pelaku sesajen adalah sesama Muslim. "Kalau pelaku pembuat sesajen itu non-Muslim tentu saja yang dikenakan adalah delik menista agama lain bukan menista antargolongan," ungkapnya.
Ia menyebut ini masalah serius karena dalam Islam haram hukumnya seorang Muslim membuat sesajen. "Perbuatan tersebut tergolong syirik (menyekutukan Allah), termasuk dosa besar yang tak pernah Allah ampuni kecuali pelakunya bertaubat," jelasnya.
Ia pun mengatakan, umat Islam yang mengikuti golongan atau ormas manapun tetap haram melakukannya. "Tak ada satu pun golongan/ormas Islam yang dikecualikan," katanya.
Menurutnya, pemuda yang membuang dengan menendang sesajen tersebut hanya melakukan nahi mungkar. "Kalau caranya dianggap salah, ya diperingatkan saja secara baik-baik bahwa caranya itu salah. Tak perlu sampai ditangkap dan ditahan seperti itu. Apalagi sampai dikenai delik menista golongan," ungkapnya.
Om Joy, sapaan akrabnya, juga mempertanyakan golongan mana yang dinista? Ia mengatakan, pemuda tersebut hanya berfokus kepada aktivitas syirik yang berwujud sesajen.
"Enggak menyinggung golongan atau ormas Islam manapun dan melakukannya juga kepada benda sesajennya saja. Bukan kepada sekumpulan orang dari golongan tertentu yang sedang sesajen," bebernya.
Om Joy juga mengatakan, jika perbuatan tersebut dianggap salah maka sudah semestinya negara ini juga memiliki regulasi bagi Muslim yang melakukan sesajen.
“Jika tidak ada regulasi yang bisa menindak pelaku syirik dan hanya menangkap pelaku nahi mungkar, maka negara ini gagal memberi perlindungan terhadap mayoritas rakyat Indonesia yang beragama Islam,” ungkapnya.
"Alih-alih melindungi umat Islam dari perbuatan syirik tapi malah seolah melindungi pelaku syirik dengan hanya menangkap pelaku nahi mungkar tetapi membiarkan pelaku syirik," imbuhnya.
Menurutnya, perbuatan syirik itu termasuk kriminal besar bahkan dari sekian banyak dosa besar, syirik merupakan dosa besar yang nomor satu. “Tak ada dosa besar yang lebih besar lagi daripada syirik," tegasnya.
Ia mengungkap, ada bentuk kesyirikan lain yang dampaknya lebih besar yaitu ketika seorang muslim membuat hukum bersumber dari bukan Islam dan meyakini hukum tersebut sama baiknya bahkan lebih baik dari hukum Islam.
"Itu bisa dipolisikan tidak? Kalau tidak, berarti hukum yang berlaku sekarang ini sangat lemah, tidak bisa menjerat Muslim yang melakukan tindakan kriminal-syirik," katanya.
Ia kembali mempertanyakan untuk apa negeri dengan penduduk mayoritas Muslim tak mampu menjaga Muslim dari tindak kriminal syirik. "Agar semakin banyak orang Islam menjadi musyrik? Naudzubillahi min dzalik!" sindirnya.
Ia pun memperingatkan dengan Al Qur'an Surat Al Maidah ayat 50. "Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-oranh yang yakin?" pungkasnya. [] Ikhty