Salam Pancasila Bukan Solusi Diskriminasi - Tinta Media

Senin, 31 Januari 2022

Salam Pancasila Bukan Solusi Diskriminasi

Tinta Media - Kembali booming. Salam pancasila, yang sempat dihujat karena dianggap sebagai pengganti salam keagamaan. Indonesia yang notabene negara dengan berdasar "tuhan yang maha esa", jelas salam pancasila tersebut menimbulkan pro kontra.


Namun beberapa waktu lalu, Kepala BPIP Yudian Wahyudi berdalih kalau salam pancasila bukan pengganti assalamualaikum atau salam keagamaan. Salam ini sebagai simbol kebangsaan, karena negara Indonesia menganut ideologi pancasila. 


Bahkan mantan presiden kelima Indonesia, putri dari Soekarno tersebut angkat bicara, dia ingin mengangkat kembali cerita perjuangan sang ayah saat kemerdekaan dan pembentukan pancasila ini.


Mereka menganggap negeri pertiwi nan indah ini sudah hampir terpecah belah maka hadirnya salam pancasila ini menjadi pemersatu. Ditengah dunia radikalisme dan penuh diskriminasi, salam pancasila sebagai tanda kebangsaan. Sekaligus pengingat akan perjuangan para pahlawan.


"Salam Pancasila" yang dimaksud adalah mengangkat tangan kanan (tegak lurus) serupa posisi hormat, namun ujung jari tidak menempel di dahi, melainkan berjarak sejengkal dari dahi bagian kanan. Dilakukan pada saat tertentu dan jelas pada saat sifat sifat kebangsaan muncul.


Kacamata penguasa memandang demikian. Bangsa yang sedang dipenuhi masalah diskriminasi ini, solusinya adalah diperkuat sikap kebangsaannya. Padahal akar permasalahan sekarang adalah ketiadaan hukum yang adil bagi masyarakat.


Munculnya kesenjangan sosial yang kurang diperhatikan oleh pemerintah, sebab ekonomi. Dimana tangga sosial paling bawah mendapat busuk dan tidak layaknya untuk hidup dan yang paling atas mendapat semua kemewahan. Kesenjangan hadir karena sistem kapitalis demokrasi yang mencengkram negeri. 


Yang kuat berkuasa. Lemah harus mengalah. Berjalan seperti ini sejak kemerdekaan digaungkan. Kata merdeka, hanya untuk kaum raya, sedangkan kaum miskin papa harus berjuang mengarungi ketidakadilan kehidupan. Contohnya saja, dimasa pandemi bantuan pemerintah untuk korban PHK dan keluarga tidak mampu, malah dikorupsi. Atau pun ada, tidak mencukupi. Penguasa hanya melakukan pencitraan tanpa memperhatikan kebutuhan.


Belum lagi persoalan ekonomi bisnis lainnya, masalah pertambangan, bahan bakar, listrik dan lainnya. Dan kebutuhan yang dekat dengan rakyat, namun karena terganggu sistem perekonomian, naik turun harga sudah biasa. Namun lonjakan harga yang terjadi adalah hal yang tidak masuk akal. 


Seharusnya pemerintah memperhatikan, karena semacam ini adalah akibat dari perpecahan bangsa. Mereka takpeduli dengan satu negara, tapi kehidupan pribadinya saja. Seperti pemerintah yang sedang memberlakukan sistem hidup macam itu dinegeri ini.


Salam pancasila tidak bisa jadi solusi. Karena permasalahan utama bukan itu, rakyat membutuhkan solusi revolusi bukan tambal sulam seperti yang selama ini terjadi. Maka negeri ini membutuhkan peraturan baru yang mampu memakmurkan negeri.


Solusi atas semua diskriminasi. Sejarah mencatat hanya negara Islam sampai masa sekarang yang mampu menghadirkan nuansa persatuan. Bukan negara Islam yang berstatus agama terbanyak Islam. Tapi negara yang menggunakan Islam sebagai aturan bukan pencitraan. Dalam segala aspek bukan hanya keagamaan.


Jika pemerintah ingin menghadirkan persatuan, maka Islam yang selama ini dicantumkan harus segera diterapkan aturan, dari sisi politik dan ekonomi. Bukan hanya memakmurkan Indonesia tapi bisa menyebar keseluruh penjuru dunia. Dimulai dari sini.


Oleh: Azizah Huurun'iin

Santriwati SMAIT Al Amri 

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :