Tinta Media - Direktur Indonesian Justice Monitor (IJM), Agung Wisnuwardana menilai ada kepentingan oligarki, asing dan aseng dalam rencana pemindahan ibu kota negara (IKN)
“Ada kepentingan oligarki, Asing dan Aseng di balik ini semua,” paparnya di acara Spesial Interview: Benarkah Oligarki mengendalikan Perpindahan IKN? Jumat (21/01/2022) di kanal youtube Royah TV.
Menurutnya, penilaian itu berdasarkan temuan fakta-fakta berikut ini.
Pertama, memang Jokowi pernah koar-koar telah ada lahan negara untuk bisa ditempati sebagai ibu kota baru. Ada lahan 180.000 hektar di Penajam Paser Utara di beberapa Kecamatan, dan ada beberapa Kecamatan lagi di Kutai Kartanegara. Ring satu, ring dua, ring tiga. “Nah di ring satu inilah ada lahan hak guna usaha 180.000 hektar. 180.000 hektar itu bukan lahan kosong tidak ada orang. Maknanya bukan lahan yang kemudian tidak ada hak disitu,” terangnya.
Ternyata, lanjut Agung, sejak Orde Baru di ring satu terutama, itu ada konsesi hutan tanaman industri yang dimiliki oleh PT Inhutani Manunggal yang sahamnya dimiliki oleh Sukanto Tanoto, konglomerat yang ada di negeri ini. Dia memiliki lahan di ring satu kurang lebih 6000 hektar. Ring satu itu kebutuhannya hanya sekitar 4000 sekian,berarti masih ada sisa 1000 sekian milik PT Inhutani Manunggal. Itu hutan tanaman industri yang sekarang ditanami ekaliptus dan akasia.
“Di ring dua ada kurang lebih 42.000 hektar , dimiliki konsesinya dengan izin Usaha pemanfaatan hasil hutan kayu, hutan alam. Dulu ini adalah konsesi HPH (hak pengelolaan hutan). HPH itu dimiliki oleh PT ITCI Kartika utama Indonesia yang saham terbesarnya milik Hasyim djojohadikusumo. Jadi ada dua konglo yang menguasai lahan cukup besar di ring satu dan ring dua,” tuturnya.
Di ring tiga, lanjutnya, ada kurang lebih 144 izin usaha pertambangan, yang kini mereka melakukan penggalian tambang di wilayah tersebut dan hari ini menyisakan 94 lubang tambang. Sisanya konsesi perkebunan kelapa sawit, dan konsesi untuk kepentingan pertanian dan konsesi-konsesi lainnya.
“Pertanyaannya sederhana, ketika mereka akan diambil lahan hak guna usahanya, apakah mereka akan memberikan dengan sukarela, tanpa kompensasi, tanpa tukar guling?” tanyanya.
Ia melanjutkan, siapa yang akan diuntungkan dari kontek tanah ini nantinya?. Jelas mereka yang punya hak guna usaha di tempat itu. Entah mereka akan dapat kompensasi angka yang tinggi dari tanah yang ada, atau dijual , atau digantikan dengan aset-aset ditukar guling dengan aset-aset pemerintah di Jakarta yang akan ditinggal pergi untuk pindah ke panajam Paser Utara misalnya, atau bisa diganti dengan izin usaha pertambangan nikel misalnya, di lokasi lain yang jauh lebih luas lagi.
Kedua, terkait kontruksi bangunan di tempat itu. “Namanya bangun ibukota perlu konstruksi, infrastruktur untuk jalan dan lain-lain. Satu contoh saja untuk memasuki wilayah Penajam Paser Utara itu harus melalui satu pintu. Dan satu-satunya pintu yaitu Teluk Balikpapan,” jelasnya.
Di Teluk Balikpapan, lanjutnya, pasti akan ada kapal-kapal besar yang membawa bahan-bahan konstruksi itu. Untuk sampai ke tempat itu butuh tempat sandar kapal atau pelabuhan. Pertanyaannya, pelabuhan mana yang akan dipakai untuk kepentingan itu?
“Ternyata itu clear ditulis oleh Pak Brodjonegoro beberapa waktu yang lalu dalam keputusan terkait dengan pindah ibu kota ketika beliau jadi Bappenas. Dua pelabuhan yang dimiliki oleh pemilik HPH tadi yaitu PT Kartika utama Pak Hashim Djojohadikusumo dan yang satu lagi milik Inhutani Manunggal Pak Sukanto Tanoto. Lalu lalang kapal pengangkut bahan konstruksi akan lewat pelabuhan mereka. Terus yang untung dari pelabuhan itu siapa? Mereka lagi,” tukasnya.
Terkait dengan peran Asing dan Aseng, Agung menuturkan bahwa ibukota pasti membutuhkan pasokan listrik. Ternyata pasokan listriknya berasal dari PLTA Sungai Kayan yang investasinya dari Cina Power, BUMN Cina dibidang kelistrikan.
“Pertanyaannya, ibu kota negara yang harusnya merupakan kebanggaan, kedaulatan sekaligus kemandirian bangsa , listriknya dari investasi asing. Ini mengerikan,” sesalnya.
Agung juga menyebutkan kenapa UU IKN ini buru-buru di ketok palu. Sebagaimana diungkapkan oleh Ahmad Doli Kurnia Tanjung yang merupakan ketua pansus, kenapa sih kok buru-buru sekali, ingin ketuk palu. Ternyata para investor-investor asing ini sedang menunggu legalitas hukum sehingga mereka itu merasa nyaman untuk berinvestasi di tempat tersebut.
“Uni Emirat Arab dan beberapa negara lain termasuk juga Cina ingin masuk ke situ untuk berinvestasi.,” jelasnya.
Agung menilai investasi ini bukan gotong royong tetapi investasi yang mencari keuntungan. Inilah yang disebut dengan Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) yaitu skema Public Private Partnership. Menyerahkan urusan publik untuk dibangun oleh swasta. KPBU ini nantinya harus dibayar oleh APBN. “Kalau APBN enggak bisa bayar gimana?” tanyanya.
Menurutnya, aspek oligarki ini memang sekarang sedang berkembang apa yang disebut dengan stakeholder capitalism. Stakeholder capitalism ini punya konsep namanya Good Governance, yang sebenarnya public-private partnerships atau reinventing government. Bagaimana urusan publik diserahkan kepada swasta.
“Kalau sudah seperti ini posisi negara hanya sebagai fasilitator. Ini semakin menguatkan pendapat kita bahwa ada kepentingan oligarki, Asing dan Aseng di balik semua ini,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun