Tinta Media — Pakar Politik Internasional Budi Mulyana MA. menilai bahwa negara adidaya Amerika penting untuk diperhatikan oleh dunia Islam.
“Terkait dengan negara adidaya Amerika, ini juga penting untuk diperhatikan. Sebagai negara unipolar apa yang dilakukan Amerika pasti akan memberikan dampak pada dunia Islam,” tuturnya dalam acara Focus Live Refleksi Dunia islam 2021, Ahad (2/1/2022) di kanal YouTube UIY Official.
Pertama, naiknya Joe Biden pada 2021 awalnya membawa harapan. Terlebih track record Trump terhadap umat Islam sangat buruk. Kenyataannya yang dilakukan Biden tak jauh beda dalam konteks kebijakan luar negeri Amerika. ”Ini menjadi catatan bagi umat Islam bahwa Amerika adalah negara yang sudah lama eksis. Pergantian politik tidak mempengaruhi tata kelola AS ke negara lain. Hanya berganti uslub saja,” tegasnya.
Kedua, Amerika mulai menggeser perhatiannya dari Timur Tengah ke Indo Pasifik. Indo-Pasifik menjadi arena baru bagi Amerika untuk menguatkan perhatiannya di dunia internasional. Indo-Pasifik meski Islamnya tidak sekental Timur tengah tapi ada Indonesia, Malaysia, ada negeri-negeri Muslim di sana. “Tetap saja pasti akan bersinggungan dengan negeri-negeri Muslim yang ada di sana,” paparnya.
“Indo-Pasifik juga harus menjadi perhatian penting umat Islam, khususnya Umat islam di Indonesia”, imbuhnya.
Menurut Budi, rivalitas AS vs Cina semakin meningkat. Adanya Pakta Pertahanan antara AS, Inggris serta Australia disinyalir dalam konteks melakukan pembendungan terhadap pengaruh Cina di kawasan Indo-Pasifik.
Ketiga, rivalitas Amerika dengan negara adidaya lain seperti Rusia, Inggris, Perancis tetap ada. “Tapi saya melihat tahun-tahun ke depan Amerika lebih memberikan catatan khusus terhadap Cina,” ujarnya.
“Salah satu indikasinya adalah ketika Dewan Intelejen Nasional Amerika (NIC) mengeluarkan rilis hasil kajian Global trend 2040 sama sekali tidak mengaitkan dengan gerakan islam secara khusus, tapi justru memberikan perhatian terhadap eksistensi Cina,” ujarnya.
Skenario National Intelligence Council (NIC)
Terkait skenario yang dikeluarkan oleh National Intelligence Council (NIC), Budi menilai berbeda dengan mapping global future 2020 yang sempat me-mention New Caliphate. Lima skenario NIC 2040 sama sekali tidak mengaitkan dengan gerakan Islam secara khusus, tapi justru memberikan perhatian terkait dengan eksistensi Cina.
“Skenario pertama yg dikeluarkan NIC adalah mereka menyebutkan akan terjadi apa yg disebut dengan renaissance of democracy. Kalau dulu mereka menyebut Pact Amerika/ menguat eksistensinya. Kalau sekarang mereka istilahkan dengan renaissance of democracy. “Artinya kekuatan demokrasi itu akan kembali menguat tetapi dalam format baru dalam format yang lebih ke pembaharuan ke arah baik dalam perspektif mereka,” jelasnya.
Skenario kedua, lanjut Budi, NIC memprediksi bahwa situasi dunia internasional tidak akan memiliki arah, kacau tidak stabil. Kalau dulu mereka sebut dengan world on terror, dunia ini dalam keadaan teror. Tapi dalam skenario yang kedua ini NIC sebut bahwa situasi dunia dalam kondisi tanpa arah kacau tidak stabil akibat menurunnya aturan atau peran dari institusi internasional. Salah satunya adalah ketika kekuatan besar Cina dan munculnya aktor-aktor negara itu semakin dominan.
“Di skenario yang ketiga NIC menyebutkan bahwa AS dan Cina bisa juga bekerja sama. Makanya mereka sebut sebagai skenario competitive for extension,” tuturnya.
Skenario ke empat lanjut Budi, mereka sebut muncul adanya fragmentasi-fragmentasi kekuatan baik ekonomi atau keamanan. Ada yang dikelola oleh AS atau memblok AS, ada yang ke Eropa, Cina, Rusia dan kekuatan lain yang mereka itu masing-masing terfragmentasi.
“Terakhir, NIC memprediksi ada sebuah koalisi global yang dipimpin Uni Eropa dan Cina. Artinya peran AS justru semakin hilang,” paparnya.
Dari kelima skenario ini yang menarik adalah tidak menyebut kekuatan Islam. Mudah-mudahan ini tidak menjadi gambaran bahwa masa depan umat Islam itu suram atau pesimistis. “Menurut saya ini menjadi bahan perhatian bagi kita umat Islam, bagaimana agar masa depan itu benar-benar milik umat Islam. Berarti ini menjadi bahan instropeksi, apakah kita semakin lemah, atau semakin terbaratkan, atau seperti apa, ini menjadi bahan renungan kita, ” pungkasnya. [] Irianti Aminatun