Tinta Media - Pindah ibu kota bukanlah perkara yang haram. Boleh-boleh saja dilakukan. Namun tentu dengan pertimbangan yang matang. Dan yang lebih penting adalah demi meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apakah dengan pindah ibu kota itu, lalu rakyat jadi sejahtera? Tak ada lagi rakyat yang miskin? Atau justru dengan pindah ibu kota itu malah membebani rakyat dengan pajak dan utang?
Tentu kesejahteraan rakyat harus menjadi pertimbangan utama. Bukan hanya sekedar demi kesejahteraan segelintir orang yang dekat dengan penguasa. Alias demi bisnis dan kesejahteraan para oligarki. Apalagi negeri ini sedang menghadapi masalah ekonomi dan masalah pandemi yang belum usai.
Lalu bagaimana pandangan kita, jika diibaratkan ada sebuah keluarga yang belum sejahtera, anggaplah keluarga prasejahtera (bahasa halus dari keluarga miskin yang tak sejahtera). Ternyata masih banyak anak yang kurang gizi, sakit-sakitan karena wabah dan pandemi, bahkan ada yang putus sekolah karena lesunya ekonomi.
Pada situasi itu, lalu Sang Bapak malah berhutang (kredit) untuk membangun rumah mewah nan megah. Bukan untuk biaya berobat atau biaya pendidikan anaknya. Katanya, demi gengsi, demi nama baik keluarga dan bangsa. Namun itu dilakukan di atas rintihan kesakitan dan kelaparan anaknya. Bahkan ratapan dan tatapan hampa kebobohan anaknya yang putus sekolah.
Konon lagi, jika disinyalir utang itu mengandung jebakan bunga yang haram dan mencekik leher. Lebih banyak memberi manfaat dan keuntungan bagi si pemberi utang daripada yang berutang. Dalam situasi ini, maka Sang Bapak harus diingatkan agar kembali kepada visi dan misi keluarganya yang ingin meraih kebahagiaan hidup dunia dan akhirat. Bukan sekedar gengsi dan kepentingan pribadi beserta kepentingan para kroninya tanpa memikirkan nasib anak dan keluarganya.
Terkait dengan rencana Pemindahan ibu kota baru, penulis memberikan tiga catatan penting. Diantaranya, agar bermanfaat untuk kesejahteraan rakyat, untuk keamanan negara dan tidak membebani generasi berikut;
PERTAMA, Pertimbangan utamanya, harus untuk kesejahteraan rakyat. Kita perlu ingat kembali, apa sesungguhnya tujuan kita bernegara dan membentuk pemerintahan.
Sebagaimana sama kita pahami bahwa misi pemerintahan di bumi adalah untuk Kesejahteraan manusia. Ini sejalan dengan tujuan utama bernegara dalam konstitusi kita …“melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,….”
Hal ini pun sejalan dengan pendapat beberapa para pakar luar negeri. Tujuan utama terbentuknya suatu pemerintahan dalam sebuah negara adalah memberi rasa aman dan menjamin keamanan atau "security" bagi warganya (Thomas Hobbes). Selain itu, untuk menciptakan ruang kebebasan atau "liberty" (John Stuart Mill dan juga Thomas Paine). Dan yang lebih penting lagi adalah untuk kesejahteraan ummat manusia atau "welfare of mankind" (the Fabians).
Pertanyaan selanjutnya, apakah pemindahan ibu kota begitu mendesak demi mewujudkan kesejahteraan rakyat? Atau ada kegentingan yang memaksa sehingga DPR harus rapat sampai tengah malam buta untuk membahas RUU IKN itu? Apakah para anggota DPR itu juga ada kepentingan terhadap proyek Ibu kota yang menggiurkan itu?
Jika dengan pindah ibu kota lalu rakyat semua jadi sejahtera dan tidak ada lagi yang miskin maka itu harus segera dilakukan. Bahkan harus dilaksanakan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Karena hal itu sesuai dengan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam pembukaan konstitusi. Namun jika pindah ibu kota justru rakyat tetap tak sejahtera, maka fokus dulu dananya untuk program kesejahteraaan rakyat. Apalagi malah membebani APBN serta membebani rakyat kelak dengan berbagai pajak dan mewariskan Utang kepada generasi penerus.
KEDUA, Pertimbangan keamanan negara dan lingkungan. Jika pindah ibu kota justru menyebabkan rusaknya Hutan dan rusaknya lingkungan alam sekitarnya maka harus dihentikan. Jangan merusak hutan dan lingkungan karena kelak berpotensi menimbulkan musibah bencana banjir dan bencana lainnya bagi manusia. Apalah artinya bangunan yang megah tapi tidak barokah. Bahkan menimbulkan berbagai musibah. Habislah biaya untuk mengatasi kerugian akibat musibah dan berbagai bencana.
Timbulnya musibah dan bencana tentu menyebabkan keamanan negara terganggu bahkan bisa jadi lemah. Apalagi dari sisi geopolitik masih perlu kajian komprehensif dan mendalam agar negara ini aman dari berbagai ancaman musuh maupun ancaman musibah dan berbagai bencana yang mengintai.
KETIGA, Tidak mewariskan beban dan utang bagi generasi selanjutnya. Pemimpin yang baik itu mewariskan hal yang baik kepada generasi selanjutnya. Tidak mewariskan masalah dan beban bagi generasi selanjutnya. Betapa banyak beban proyek infrastruktur mangkrak atau hanya jadi beban bagi generasi berikut, seperti Bandara Kerta Jati, Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dll. Apalagi ditambah mewarisi beban Utang yang mengunung buat anak cucu.
Nampaknya kita mestinya belajar kepada nenek moyang kita yang meninggalkan warisan membanggakan kepada kita tanpa mewariskan beban utang. Ada warisan bangunan candi Borobudur yang megah sedunia. Ada warisan Benteng Buton sebagai Benteng terluas di dunia yang membanggakan. Dan itu tidak ada warisan beban Utang bagi kita. Ada juga warisan Berbagai Bangunan Istana kerajaan dan Kesultanan di berbagai penjuru negeri yang sangat megah dan unik. Semua itu, warisan yang membanggakan di level dunia. Dan hebatnya nenek moyang kita tidak membebani warisan utang kepada kita.
Mestinya kalau mau membangun ibu kota baru, rezim ini menabung sejak periode awal sehingga selama dua periode sudah cukup untuk membangun istana dan ibu kota baru. Dengan begitu bisa mewariskan ibu kota baru itu kepada generasi penerus tanpa mewariskan beban dan utang kepada generasi berikutnya.
Proyek ibu kota baru di tengah suasana pandemi, memang perlu dipertanyakan. Apakah dengan pindah ibu kota lalu pandemi berakhir? Apakah pindah ibu kota lalu rakyat jadi sejahtera? Jika rakyat tak sejahtera maka sulit dihindari pandangan publik bahwa proyek ibu kota itu hanyalah untuk sejahterakan segelintir kroni dan oligarki. Para oligarki, pemilik lahan dan pemegang proyek inilah yang meraup untung besar atas proyek Ibu kota itu, bukan untuk kesejahteraan rakyat umumnya.
Pemindahan sebuah ibu kota negara bukanlah hal yang tabu. Bukan pula hal yang haram dilakukan. Namun pemindahan ibu kota itu tak boleh melenceng dari misi pemerintahan yakni menjamin keamanan dan mewujudkan kesejahteraan rakyat. Dengan catatan bukan kesejahteraan untuk rakyat negara asing. Apalagi sekedar demi kesejahteraan segelintir para oligarki dan mengabaikan rakyat. Tabbik
Oleh: Wahyudi al Maroky
Dir. Pamong Institute
NB: Penulis pernah Belajar Pemerintahan pada STPDN 1992 angkatan ke-04, IIP Jakarta angkatan ke-29 dan MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.
Referensi: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=682184786476891&id=100040561274426