Prof. Suteki Minta Umat Islam Waspada Hadapi Isu SARA - Tinta Media

Jumat, 14 Januari 2022

Prof. Suteki Minta Umat Islam Waspada Hadapi Isu SARA


Tinta Media - Menanggapi isu SARA yang sering memanfaatkan benturan peradaban menjadi komoditas intoleransi, moderasi dan sebagainya, Pakar Hukum dan Masyarakat Prof. Dr. Suteki, S.H., M.Hum. meminta Umat Islam tetap waspada tanpa mengorbankan keyakinan ajaran Islam. 

“Di tengah isu SARA, memang seringkali ada penunggang gelap yang memanfaatkan benturan peradaban menjadi komoditas untuk digoreng jadi jualan soal urgensi intoleransi, moderasi, propaganda radikal-radikul dan soal ektremisme. Umat Islam saya kira tetap harus waspada tanpa harus mengorbankan keyakinan ajaran Islam,” tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (11/1/2022). 

Menurutnya, isu ini muncul setelah viralnya video sesajen semeru yang ditendang seorang pria. “Pria tersebut rame dihujat dan diburu. Dan sudah pasti ini ditarik pada isu intoleransi,” ujarnya.

Dari isu ini, kata Suteki, banyak yang mengembangkan pada isu intoleransi. “Lalu berujung perlunya moderasi agama untuk menghindari pemahaman ekstrim,” jelasnya. 

Menurutnya, hidup di masyarakat majemuk itu membutuhkan kesabaran yang ekstra. “Tindakan frontal tidak selamanya mujarab untuk menghilangkan tradisi yang dinilai kurang sesuai dengan ajaran agama Islam. Di sisi lain, benturan peradaban memang akan terus terjadi (clash of civilization), dan peradaban itu akan mengalami jatuh bangun,” bebernya.

“Kita memang harus memelihara kerukunan umat beragama, namun umat Islam itu punya kewajiban berdakwah, yakni amar ma'ruf nahi munkar. Tentu saja dengan cara-cara yang hikmah tanpa harus melebur dengan peradaban yang dinilai ajaran Islam belum sesuai,” imbuhnya. 

Ia menyampaikan semua kondisi seperti ini merupakan salah satu konsekuensi era terbuka seperti sekarang yakni tereksposenya hal kecil tentang perbedaan, lalu disorot menjadi besar, dan cepat tersebar dengan algoritma medsos.

Menurutnya, kondisi seperti ini harus dilihat dari kacamata Islam. “Satu-satunya agama yang tidak memandang asal-usul, warna kulit, etnis, bangsa dan lain-lain adalah Islam. Islam memandang persaudaraan umat sebagai umatan wahidah. Umat yang satu meski terdiri dari 73 golongan dan ada setidaknya 4 madzab besar,” paparnya.

Ia menilai, hal inilah yang ditakuti oleh peradaban Barat (liberal kapitalisme) dan Timur (sosial komunisme). “Mereka akan terus mencari cara untuk memecah belah umat Islam dengan menghembuskan persoalan-persoalan kecil tapi menjadi Islamopobhia, seperti intoleransi, radikalisme, ektremisme yang seringkali hanya mrpk propaganda,” ungkapnya.

“Umat Islam harus tetap bangkit melawan segala macam war itu dengan tetap menunjukkan bahwa Islam adalah rahmatan lil 'alamiin,” tegasnya.

Sebagai bagian dari umat Islam, ia menganggap sesajen identik itu dengan benda syirik. “Namun demikian, kita juga harus memahami pluralitas tersebut dalam masyarakat. Maka, dalam perspektif hukum kita pun harus tahu batasan-batasannya jika kita bersikap ada penolakan terhadap aliran atau keyakinan kelompok masyarakat lain,” paparnya. 

Prof. Suteki menjelaskan perlunya toleransi yang dimaknai menghormati perbedaan bahkan kesalahan pihak lain demi menjalin kerukunan hidup dengan tidak saling mengganggu. “Lakum dienukum waliyadien. Ini konsep kita juga jelas. Sekalipun dalam pandangan Islam mereka musyrik, namun kita tetap tidak boleh menghina ‘cara menyembah Tuhan’ mereka. Jika kita lakukan, apalagi menyebarkannya di dunia maya pasti kita akan terjerat hukum nasional kita, yakni Pasal 156a KUHP dan Pasal 28 ayat 2 UU ITE,” pungkasnya.[] Raras




Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :