Pakar: Proses Penetapan UU IKN Seperti Ulang UU Cilaka - Tinta Media

Senin, 24 Januari 2022

Pakar: Proses Penetapan UU IKN Seperti Ulang UU Cilaka

Tinta Media - Melihat proses penetapan RUU IKN menjadi UU, Pakar Ekonomi Dr. Arim Nasim mengatakan, seperti mengulang saat pemerintah menetapkan UU Cilaka.

"Dari sisi proses, ini seperti mengulang dengan apa yang terjadi saat pemerintah menetapkan UU Cilaka," tuturnya dalam acara Special Interview: Untuk Siapa Pindah Ibukota? Kamis (20/1/2022) di kanal YouTube Rayah TV. 

Ia lebih suka menyebutnya UU Cilaka dan tidak ingin menyebutnya dengan UU Ciptaker karena hal tersebut dianggap manipulatif dari segi nama. "Itu manipulatif dari segi nama. Karena UU menciptakan investasi bukan menciptakan lapangan kerja," katanya. 

Ia mengatakan, proses penetapan UU IKN hampir sama dengan UU Cilaka yaitu proses sangat cepat dan tidak transparan. "UU Cilaka kan dikenal dengan UU Tik-Tok, sangat kilat. Belum diketik sudah diketok. Saya melihat UU IKN juga sama, sangat kilat dan tidak transparan sehingga terkesan mengejar setoran dengan proses yang sangat cepat," imbuhnya.

Menurutnya, dari sisi pembuatan pansus juga bermasalah sejak awal. "Kita lihat ketika pansus itu dibentuk ada 56 orang dengan enam pimpinan. Ini bertentangan dengan UU MPR. Ketika diproses baru kemudian disesuaikan anggotanya, dikurangi menjadi 30 orang dengan empat pimpinan sesuai dengan UU MPR," ungkapnya.

Ia pun mengatakan, kondisi tersebut menjadikan UU IKN terlibat banyak kepentingan. "Tentu sejak awal terdapat banyak kepentingan. Harus menampung semua anggota MPR yang melebihi dari aturan sebanyak 30 tapi yang dimasukan menjadi 56," bebernya.

Dr. Arim Nasim mengatakan, suatu UU seharusnya meminta persetujuan rakyat karena memang berdampak kepada rakyat secara keseluruhan. Namun, menurutnya, penetapan UU IKN ini kurang memperhatikan kepentingan publik. 

"Ini tidak ada sama sekali. Tidak ada keterlibatan publik yang memadai terkait penentuan atau pemindahan ibukota negara ini. Terutama potensi masyarakat atau kelompok masyarakat disana, baik petaninya, nelayannya. Mereka sama sekali tidak pernah secara serius dimintai pendapatnya," tambahnya.

Ia kembali menegaskan, dari sini tampak ada masalah sejak awal. Menurutnya, tipologi proyek yang dilakukan pemerintah saat ini memang mengabaikan kepentingan rakyat. 

"Tipologi proyek yang dilakukan rezim ini sejak awal memang mengabaikan kepentingan rakyat. Sejak awal memang juga mengabaikan kepentingan lingkungan," tegasnya. 

Ia mencontohkan, proyek kereta api cepat serta UU Cilaka yang nyaris tidak ada untuk kepentingan rakyat. "Yang lebih kental nuansa untuk kepentingan oligarki, kekuasaan. Sehingga sampai sekarang kita lihat UU Cilaka meskipun digugat di Mahkamah Konstitusi, hasilnya tidak ada perubahan yang berarti," pungkasnya. [] Ikhty


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :