Langkah Politik Cerdas Walisongo - Tinta Media

Selasa, 11 Januari 2022

Langkah Politik Cerdas Walisongo

Tinta Media - “Raja Mataram iku dak umpamakake tebu, pucuke maneh cen legiyo, sanadjan bongkote ing mbiyen ya adem bae, sebab raja trahing wong tetanen; angor macula bae bari angona sapi”. (Raja Mataram itu saya umpamakan tebu, meskipun ujungnya manis, pangkalnya saja sejak dulunya terasa tawar, sebab raja keturunan petani; lebih baik kalau mencangkul saja sambil menggembalakan sapi) (Medjanto 1987).
.
Ini merupakan salah satu ejekan Trunojoyo menjelang penyerangannya ke Istana Plered yang akhirnya berhasil dihancurkannya. Mungkin trunojoyo lupa, wangsa Mataram yang sering dihina oleh beberapa kalangan sebagai trah petani, juga punya garis keturunan Majapahit. Babad Tanah Jawa versi Meinsma mengatakan, Prabu Brawijaya V mempunyai istri Putri Wandan Kuning dan mempunyai putra Bondan Kejawan / Ki Ageng Lembu Peteng. 
.
Pernikahan Brawijaya V dengan Putri Wandan dilatarbelakangi oleh peristiwa ketika sang prabu jatuh sakit. Oleh ahli nujum kerajaan, agar bisa sembuh sang prabu harus menikah dengan putri berambut keriting dan berkulit kehitam-hitaman. Akhirnya sang prabu menikah dengan putri Wandan Kuning. Namun setelah Putri Wandan mengandung, ahli nujum kerajaan membisikkan bahwa bayi yang dikandungnya akan membawa bencana. Akhirnya ketika bayinya lahir, bayi tersebut adalah Bondan Kejawan, diserahkan dan kemudian diasuh oleh seorang petani yang jauh dari kerajaan. 
.
Setelah dewasa Bondan Kejawan menikah dengan putri dari Sayid Nur Rohmat atau Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih. Kemudian berturut-turut menurunkan Ki Getas Pendowo – Ki Ageng Selo – Ki Ageng Henis – Ki Ageng Pemanahan – Sutawijaya (Panembahan Senopati). Dari sinilah trah kesultanan Mataram Islam dimulai. Sementara dari jalur ibu, yaitu Dewi Nawangsih, merupakan putri dari Sayid Nur Rohmat atau Ki Ageng Tarub yang merupakan anak dari Syekh Maulana Maghribi. Hasil pernikahannya dengan Dewi Retno Roso Wulan (adik Sunan Kalijogo).
.
Oleh karena itu, secara nasab wangsa mataram mempunyai legitimasi bukan hanya karena mempunyai jalur Raja-Raja Jawa, bahkan mempunyai jalur nasab sampai ke Husain bin Ali atau ahlul bait Rasulullah. Darah Nabi Muhammad mengalir dalam trah Mataram, menyatu dengan garis keturunan raja-raja Jawa. Tentunya ini bukan sebuah kebetulan, darah pejuang dakwah islam dengan bangsawan jawa menyatu yang mempunyai tujuan untuk mengislamkan jawa. Tentunya ini merupakan strategi yang sebenarnya sudah dirancang oleh para wali di tanah jawa untuk mempercepat islamisasi jawa. 
.
Sebagaimana kita ketahui, semua Sultan yang berkuasa dari Kesultanan Demak, Pajang dan Mataram merupakan keturunan dari trah Majapahit. Raden Fatah merupakan anak Brawijaya dengan putri Cina. Sultan Hadiwijaya Sultan pertama Pajang juga merupakan keturunan Brawijaya. Ratu Pembayun putri dari Brawijaya menikah dengan Syarief Muhammad Kebungsuan/Adipati Handayaningrat bin Syekh Jumadil Kubro berputra Sayid Syihabudin/Ki Ageng pengging dan berputra Sayid Abdurrohman/Joko Tingkir/Mas Karebet/Sultan Hadiwijaya.
.
Pengangkatan Raden Fatah oleh Dewan Walisongo, yang masih memiliki darah Brawijaya, dikatakan oleh Widji Saksono dalam bukunya Mengislamkan Tanah Jawa, merupakan strategi politik yang sangat tepat. Ini merupakan kelihaian dan kepiawaian Sunan Kalijogo dalam membaca suasana kebatinan yang ada ditengah-tengah rakyat Majapahit. Keputusan ini untuk menyesuaikan dengan opini umum disamping mengambil hati rakyat, bangsawan dan sentana Majapahit agar mereka mendukung raja Islam. 
.
Karena bagaimanapun, raja Majapahit (Brawijaya) yang mereka cintai telah dilengserkan oleh Girindrawardana. Dengan pengangkatan Raden Fatah, Dewan Wali berharap agar rakyat dan sentana Majapahit mau mengakui dan mentaati Raden Fatah sebagaimana mereka taat dan hormat kepada ayahnya. Diterimanya Raden Fatah oleh rakyat Majapahit, secara tidak langsung juga berarti penerimaan mereka terhadap Islam. 
.
Setelah diangkatnya Raden Fatah oleh Dewan Wali, Kesultanan Islam Demak resmi berdiri. Langkah selanjutnya adalah memobilisasi seluruh kekuatan yang ada, tugas ini dilakukan oleh Sunan Kalijogo dengan sangat cermat. Seluruh rakyat dirangkul dan diikutsertakan dalam rangka ikut berjuang untuk kemenangan islam. Pitik tukung trondol diurip-urip, atau jago yang telah gundul dan buntung lancur (bulu kemegahannya), melambangkan bangsawan-bangsawan Majapahit yang telah kehilangan wibawa, kekuasaan dan kekayaan mereka karena kehancuran istana Majapahit oleh Girindrawardana harus didekati dan diikutsertakan. 
.
Ikan si reges yang tinggal kerangka dan duri karena telah dimakan juga diurip-urip sehingga hidup kembali. Si reges melambangkan golongan tani atau nelayan miskin yang telah dihisap dan diperas oleh penguasa-penguasa sebelum islam. Supa enom merupakan lambang kaum muda yang telah mati peranannya karena jatuh tenggelam dalam lumpur kehinaan, tidak mendapat perlakuan dan penghargaan dari penguasa sebelum islam, juga diikutsertakan. 
.
Tikus-tikus yang merupakan arti dari para penjahat yang suka membuat rusuh, juga diorganisasikan menjadi barisan sabotase dan membuat kacau musuh. Katak hijau, yang berarti petani yang makmur, kadal yang berarti rakyat jelata juga diikutsertakan agar mendukung perjuangan penegakan Kesultanan Islam Demak. Tidak ketinggalan Lebah atau ahli sengat dan kritik, tetapi juga penghasil madu (puja dan sanjungan) yaitu para pujangga sebagai ahli pena dan sastra. Lelembut atau makhluk halus yang melambangkan mata-mata dan para teliksandi. 
.
Terakhir Orong-orong yang melambangkan orang-orang yang pandai omong kosong harus disingkirkan agar tidak mengacau dan membuat fitnah dengan provokasi dan dusta. Inilah tugas berat Sunan Kalijogo yang berhasil dilaksanakan dengan gemilang. Dan kekuasaan Girindrawardana pun bisa diakhiri dengan mudah.  
.
Langkah yang dilakukan oleh Dewan Walisongo dengan mengangkat Raden Fatah dan merangkul semua golongan rakyat Majapahit, terbukti tepat. Secara politis ini merupakan langkah yang cerdas, Raden Fatah yang merupakan keturunan Brawijaya merupakan pewaris sah Majaphit, inilah opini yang dikembangkan oleh Walisongo. Akhirnya opini ini berkembang dan menjadi opini umum rakyat Majapahit, yang akhirnya dengan sadar mendukung Raden Fatah. Hal ini dapat dipahami karena mendirikan Negara atau Kesultanan Islam tanpa terlebih dahulu menciptakan adanya masyarakat yang mendukungnya, ibarat menegakkan benang basah.

Oleh: Ni’mat Al Azizi



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :