KASUS FERDINAND DAN HABIB BAHAR, UJIAN PROFESIONALISME POLISI DAN JARGON PRESISI KAPOLRI - Tinta Media

Sabtu, 08 Januari 2022

KASUS FERDINAND DAN HABIB BAHAR, UJIAN PROFESIONALISME POLISI DAN JARGON PRESISI KAPOLRI

Tinta Media - Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo, sering mengungkapkan jargon Presisi. Presisi merupakan singkatan dari prediktif, responsibilitas, transparasi, dan berkeadilan yang dimaksudkan agar pelayanan dari kepolisian lebih terintegrasi, modern, mudah, dan cepat.

Kasus Penistaan Agama dan Delik SARA yang dilakukan Ferdinand Hutahaean, akan menjadi ujian Presisi Polri diawal tahun 2022 ini. Mengingat, sebelumnya Polri begitu sigap menangani kasus Habib Bahar Bin Smith dalam kasus ujaran SARA dan hoax terkait peristiwa KM 50.

Polri dituntut prediktif, yakni dapat memprediksi dampak gejolak sosial dan kemarahan umat Islam jika kasus Ferdinand Hutahaean tidak diproses secara hukum. Jika dibiarkan, bisa terjadi lagi aksi demonstrasi bergelombang menuntut penista agama di penjara seperti kasus Ahok.

Polri juga wajib memiliki responsibilitas, yakni segera menindaklanjuti laporan umat Islam terhadap Ferdinand Hutahaean. Sejauh ini, Aktivis Muslim Makassar yang telah melaporkan, menyusul kemudian Haris Pertama dari KNPI juga berencana melaporkan.

Polri harus mengutamakan transparasi dalam memproses kasus Ferdinand Hutahaean. Jangan sampai diam, tidak terbuka, dan akhirnya kasusnya menguap.

Yang paling penting, Polri harus bertindak dengan tindakan yang berkeadilan. Jangan hanya memproses Habib Bahar dan mendiamkan Ferdinand Hutahaean.

Saat ini, Umat Islam menunggu gerakan cepat Polri. Dimulai dari menerbitkan Nomor LP, mengeluarkan Sprindik, mengirimkan SPDP, memanggil Ferdinand sampai menangkap dan menahannya, dengan status sebagai tersangka. Polri memiliki wewenang menahan Ferdinand, karena kasusnya adalah delik penistaan agama dan pidana SARA yang ancaman pidananya diatas lima tahun penjara.

Namun perlu penulis tegaskan, TNI tidak perlu ikut campur dalam perkara ini. Danrem 061 Surya Kencana Brigjen TNI Achmad Fauzi tidak perlu mendatangi Ferdinand dan mengancam agar memenuhi panggilan Polri, seperti kasus Habib Bahar Bin Smith.

Bagi umat Islam, kasus Ferdinand Hutahaean ini seperti menyiram air garam ditengah luka umat Islam yang menganga. Baru saja Habib Bahar ditangkap dan ditahan, sekarang tuhan umat Islam dilecehkan.

Sungguh, benar-benar Umat Islam terus diuji kesabarannya. Umat Islam, terus diposisikan dalam kondisi yang terzalimi.

Adapun kepada Pak Kapolri, kalau kasus Ferdinand ini tidak diproses, perlu penulis tegaskan bahwa umat Islam akan merasa di diskriminasi, merasa di marginalkan. Selama ini, ulama ditangkapi dengan dalih penegak hukum, sementara gerombolan penista agama terus di biarkan bebas berkeliaran. [].

Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.
Advokat, Ketua KPAU


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :