Tinta Media - Merujuk pada siaran pers Kemenko Marves dan berbagai pemberitaan di Singapura, Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana menilai bahwa pemerintah Indonesia tidak serius dalam mengambil alih Pelayanan Ruang Udara atau Flight Information Region (FIR)
“Pemerintah Indonesia tidak melakukan persiapan serius untuk benar-benar mengambil alih FIR diatas Kepulauan Riau,” demikian press release yang diterima Tinta Media, Jumat (28/1/2022).
Menurutnya, kendali FIR belum berada di Indonesia dengan beberapa alasan. “Pertama, Siaran Pers Kemenko Marves menyebutkan di ketinggian 0-37,000 kaki di wilayah tertentu dari Indonesia akan didelegasikan ke otoritas penerbangan Singapura,” jelasnya.
“Ini yang oleh media Singapura disebut hal yang memungkinkan bagi Bandara Changi untuk tumbuh secara komersial dan menjamin keselamatan penerbangan,” jelasnya lebih lanjut.
Alasan kedua, menurut media Singapura, seperti channelnewsasia, maka pendelegasian diberikan oleh Indonesia untuk jangka waktu 25 tahun.
“Repotnya jangka waktu ini dapat diperpanjang sesuai dengan kesepakatan kedua negara,” ungkapnya.
Hikmahanto Juwana mempertanyakan jangka waktu pendelegasian tersebut. “Apakah 25 tahun tidak terlalu lama? Lalu tidakkah perpanjangan waktu berarti tidak memberi kepastian?” tanya Juwana.
Walaupun konsep FIR bertujuan untuk keselamatan penerbangan, namun dia melihat keuntungan besar yang didapat Singapura. “Pada kenyataannya Bandara Changi dapat mencetak keuntungan besar bila FIR diatas Kepulauan Riau masih dikendalikan oleh Singapura,” ungkapnya.
Menurutnya, FIR atas ruang udara suatu negara yang dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidak-mampuan negara tersebut. “Bila dikelola oleh negara lain menunjukkan ketidak-mampuan negara tesebut dalam pengelolaan FIR yang tunduk pada kedaulatannya,” tuturnya.
Melihat kenyataan tersebut, dia memperkirakan akan ada sejumlah pertanyaan atas Perjanjian Penyesuaian FIR. “Apakah hingga saat ini Indonesia belum dapat mengelola FIR diatas Kepulauan Riau?” bebernya.
“Apakah butuh 25 tahun lagi untuk akhirnya bisa? Ataukah 25 tahun tersebut mungkin tidak mencukupi sehingga perlu untuk diperpanjang lagi?” lanjutnya.
Ia juga mempertanyakan dimanakah kehormatan (dignity) Indonesia sebagai negara besar bila tidak mampu mengelola FIR diatas wilayah kedaulatannya dan menjamin keselamatan penerbangan berbagai pesawat udara. “Apakah Indonesia rela bila Changi terus berkembang secara komersial karena FIR diatas Kepulauan Riau dipegang oleh Singapura dan tidak Soekarno Hatta?” tandasnya.
“Berbagai pertanyaan ini yang mungkin akan ditanyakan oleh Komisi 1 DPR saat Perjanjian Penyesuaian FIR dibahas untuk pengesahan,” pungkasnya.[]Raras