Tinta Media - Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam Gus Uwik menilai bahwa polemik perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) membuka bobrok demokrasi, yang katanya oleh rakyat dan untuk rakyat, bohong seratus persen.
“Polemik perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) membuka bobrok demokrasi. Yang katanya oleh rakyat dan untuk rakyat ternyata hanya ilusi saja. Bohong seratus persen. Rakyat di tipu habis-habisan,” tuturnya kepada Tinta Media, Kamis (21/1/2022).
Menurutnya, atas nama demokrasi, ternyata orang atau korporasi dilegalkan secara hukum. Mereka bisa menguasai ribuan bahkan jutaan hektar tanah, di saat jutaan rakyat berebut sejengkal tanah untuk rumah super sederhana.
“Jangan marah wahai rakyat, engkau cukup ngontrak di rumah-rumah bedeng per bulan, sedangkan tanah-tanah sudah diwakili penguasaannya oleh para oligarki,” sindirnya.
Gus Uwik memaparkan kebohongan demokrasi dari rakyat, untuk rakyat yang faktanya justru mendzalimi rakyat dengan ungkapan :
Jangan marah, jika rakyat tetap miskin karena kekayaan mereka sudah diwakili oleh para oligarki. Dengan memiliki konsesi lahan untuk tambang, perkebunan dan lain-lain maka mereka bisa duduk manis banjir uang berlimpah seperti air bah. Di saat rakyat berjibaku dengan banjir air sesungguhnya.
Jangan marah wahai rakyat jika engkau tetap berdamai cukup naik motor kemana-mana. Sebab mobil dan kendaraan mewah lainnya sudah diwakili oleh para oligarki dan kroni pejabat negara. Mobil mewah berderet di parkir gedung DPR/MPR milik anggota rakyat. Masing-masing anggota dewan sepertinya lebih dari 5 mobil. Mereka enak dan empuk tatkala bepergian. Rakyat cukup panas dan kehujanan.
Jangan marah wahai rakyat jika engkau cukup makan nasi kucing dengan lauk ikan teri dan krupuk "miskin". Sebab makanan mewah sudah diwakili oleh para oligarki dan kroni-kroni pejabat negara. Mereka mewakilimu saat makan enak di restoran, saat rapat-rapat negara dan tempat rekreasi, dan lain lain. Nikmat dan sedap. Hasil keuntungan dari konsesi lahan tambang dan perkebunan di IKN, mereka bisa pesta pora makan dan minum seenaknya. Engkau cukup gigit jari saja.
Menurutnya, IKN membuka kedok, ternyata para oligarki selama ini telah secara kaffah "mewakili" keinginan dan kebutuhan rakyat. Hingga rakyat tidak kebagian dan gigit jari. “Mereka menjadi super kaya, sedangkan rakyat bergulat dengan benang kusut kemiskinan, kebodohan dan kesengsaraan,” tegasnya.
Ia menilai itu semua legal secara hukum atas nama demokrasi. “Mereka benar-benar secara kaffah ‘menterjemahkan’ filosofi demokrasi ‘Mewakili Kepentingan Rakyat.’ Semua mereka wakili. Rakyat gigit jari,” ungkapnya.
Wajar jika syariat Islam dimusuhi oleh para oligarki, lanjut Gus Uwik, sebab syariat Islam mengharamkan kekayaan milik rakyat (tambang -energi-, hutan dan air) dikuasai oleh para kapitalis. “Mereka merasa terancam periuk mereka, pundi-pundi kekayaan mereka akan ‘lenyap’ di sita oleh negara jika syariat Islam diberlakukan. Mereka akan jatuh miskin lagi kere,” ujarnya.
“Wajar jika para oligarki ikut terlibat kampanye kriminalisasi syariat Islam dan para ulamanya. Mereka membuat makar syariat Islam tentang negara, pengaturan ekonomi, sosial, politik, dan lain lain sebagai ajaran radikal dan berbahaya. Para ulamanya dituduh anti NKRI, anti Kebhinnekaan dan anti Pancasila. Padahal, itu semua adalah kampanye hitam untuk menutupi dan ‘serangan bertahan’ agar kepentingan bisnis mereka tidak terancam,” bebernya.
Ia menegaskan, syariat Islam akan bertindak tegas kepada para oligarki. “Mereka akan dibabat habis sampai keakar-akarnya. Konsesi lahan untuk tambang, perkebunan, dan lain lain yang begitu luas akan disita dan dikembalikan lagi ke negara untuk kepentingan kemakmuran rakyat,” ujarnya.
Gus Uwik menilai, para oligarki dan kroni di kalangan pejabat pemerintahan yang senantiasa berteriak untuk dan demi rakyat, dengan kasus perpindahan IKN ini menjadi terbuka nyata, ternyata semua hanyalah kedok dan kata-kata manis belaka. “Nyatanya, mereka menguasai tanah-tanah negara ribuan bahkan jutaan hektar. Mereka menjadi sangat kaya karena menguasai sumber daya alam yang berlimpah; seperti batubara, minyak dan gas bumi, dan lain lain,” ungkapnya.
“Sungguh, semua sudah terwakili wahai rakyat. Apakah engkau masih berharap pada demokrasi yang penuh ilusi ini? Sungguh, jangan tertipu berulangkali,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun