Tinta Media - Terkait pelaporan Ketua DPD Gerindra Sulawesi Utara yang melaporkan Wartawan Senior Edy Mulyadi ke Polda Sulut, Ketua Koalisi Persaudaraan Advokat dan Umat (KPAU), Ahmad Khozinudin, S.H. menilai bahwa kader Partai Gerindra belum siap dengan kritikan dan perbedaan pandangan.
“Laporan ini jelas salah kaprah, baik dari sisi formal (prosedur) maupun substansi. Laporan ini, juga mengkonfirmasi bahwa kader Partai Gerindra belum siap dengan kritikan dan perbedaan pandangan, juga kritik dalam bentuk bahasa satire,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (23/01/2022).
Menurut Ahmad, laporan itu dilatarbelakangi paparan Edy Mulyadi yang mengeluarkan bahasa satire berupa ungkapan ‘Macan Menjadi Kucing’ kepada Menhan Prabowo Subianto dalam Konferensi Pers yang digelar KPAU, Senin 17 Januari 2022.
“Sindiran satire ini dianggap sebagai fitnah dan pencemaran nama baik oleh Kader Partai Gerindra di Sulawesi Utara. Baru saja, saya membaca berita di situs online Bang Edy Mulyadi dipolisikan oleh Ketua DPD Gerindra Sulut Conny Lolyta Rumondor, Sabtu (22/1/2022),” terangnya.
Menurutnya, laporan ini mengandung banyak problem, diantaranya:
Pertama, laporan ini dilakukan atas dasar ketersinggungan sosok Prabowo Subianto sebagai Ketua Umum Partai Gerindra. “Padahal, kritik dan bahasa satire yang disampaikan Bang Edy Mulyadi disampaikan kepada Saudara Prabowo Subianto dalam kapasitasnya sebagai Menteri Pertahanan Republik Indonesia, bukan sebagai Ketua Umum Partai Gerindra,” ujarnya.
Kedua, Kalau ada ketersinggungan, baik karena merasa dicemarkan atau dihina, tentu yang memiliki legal standing untuk membuat laporan adalah pribadi Saudara Prabowo Subianto, bukan DPD Partai Gerindra Sulawesi Utara atau pribadi lainnya. “Mengingat, delik pencemaran baik yang mengacu pada pasal 310 KUHP maupun pasal 27 ayat (3) Jo pasal 45 A ayat (3) UU ITE, adalah delik aduan,” ungkapnya.
Ketiga, kritik yang disampaikan Bang Edy Mulyadi kepada Menhan Prabowo Subianto tidak dapat dikategorikan sebagai delik pidana menyebar kebencian dan permusuhan berdasarkan SARA (Suku, Agama, Ras dan Antar Golongan). “Sebab, Saudara Prabowo Subianto bukanlah suku, bukan agama, bukan ras, bukan pula antar golongan, sehingga tidak memenuhi unsur SARA,” jelasnya.
Keempat, pembacaan pernyataan hukum KPAU yang ada penyampaian pandangan Bang Edy Mulyadi tersebut dilaksanakan di Jakarta. “Sehingga dengan asas locus delicti, Polda Sulut tidak berwenang menerima perkara karena bukan di wilayah kewenangannya,” katanya.
Kelima, Bang Edy Mulyadi dalam forum tersebut berkapasitas sebagai Wartawan Senior FNN. “Sehingga, saluran penyelesaiannya melalui Dewan Pers bukan via kepolisian,” tegasnya.
Keenam, Delik aduan pasal 27 ayat (3) UU ITE, atau delik yang berbasis pidana ITE, penyelesaiannya harus mengacu pada Surat Edaran Nomor SE/2/II/2021 tentang Kesadaran Budaya Beretika untuk Mewujudkan Ruang Digital Indonesia yang Bersih, Sehat, dan Produktif. “Dalam kasus ini, diutamakan ditempuh langkah mediasi dan mengedepankan keadilan restoratif,” ujarnya.
Ketujuh, yang paling krusial adalah bahwa Bang Edy Mulyadi sedang menjalankan aktivitas kebebasan berpendapat yang dijamin konstitusi, bukan sedang melakukan kejahatan. “Dengan dalih apapun, pendapat tidak dapat dikriminalisasi menjadi delik pidana,” tandasnya.
“Jika Saudara Prabowo Subianto tetap tersinggung, merasa dicemarkan, saya tidak bisa menghalangi. Namun, hemat saya Prabowo Subianto harus ksatria membuat laporan polisi sendiri, sebagaimana dilakukan oleh Menko Marives Luhut Binsar Panjaitan terhadap Haris Azhar,” saran Ahmad.
Hanya saja, lanjut Ahmad, karena masalah ini sebenarnya adalah masalah kebebasan berpendapat, hak masyarakat mengkritik pemimpinnya maka menghadapi kritik semacam ini, semestinya pilihan Prabowo Subianto hanya dua, menerima atau mengabaikan.
“Toh masukan bang Edy Mulyadi justru bagus untuk melakukan deteksi dini dan proteksi kedaulatan negara. Kalaupun proyek Ibu Kota Negara tetap jalan, masalah kedaulatan ini tetap harus diprioritaskan,” tukasnya.
Menurutnya, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sendiri saat memimpin Rapat Pimpinan Kementerian Pertahanan Tahun 2022 yang digelar di Gedung Kemenhan, Jakarta, Kamis (20/1/2022) juga membahas kebijakan pertahanan negara secara menyeluruh. Termasuk didalamnya strategi pertahanan untuk Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara. "Tentunya (dalam Rapim) kita bahas pertahanan negara itu seluruh negara, tidak hanya IKN itu," kata Prabowo kepada wartawan, Kamis (20/1/2022).
Ahmad menilai, statement Prabowo Subianto ini dapat dipahami justru menerima masukan atau kritik Bang Edy Mulyadi. “Saya menjadi yakin, tindakan Kader Gerindra di Sulut yang membuat laporan polisi mungkin hanyalah didasari ketidakmampuan untuk menerima perbedaan dan kritik dari masyarakat. Tentu saja, ini menjadi PR bagi partai Gerindra ke depannya,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun