Tinta Media - Bicara terkait solusi Indonesia yang karut marut saat ini, Direktur Institute of Islamic Analysis and Development (Inqiyad) Dr. Fahmi Lukman, M.Hum. mengungkapkan bahwa dalam membangun Indonesia ke depan, penting untuk mempertimbangkan Islam dalam sebuah perspektif.
“Tawaran saya dalam membangun Indonesia ke depan penting untuk mempertimbangkan Islam dalam sebuah perspektif, karena seratus persen masyarakat kita religius,” ujarnya dalam FGD #26 FDMPB Refleksi dan Prediksi Keumatan: Peluang dan Tantangan Peradaban Islam, Kamis (30/12/2021) di kanal YouTube Forum Doktor Muslim Peduli Bangsa.
Fahmi melanjutkan, karakteristik manusia berkaitan erat dengan persoalan mindset, yang ia sebut dengan istilah ideologi atau world view. “World view-nya apa?” ucapnya.
“Saat world view yang dimiliki manusia itu jauh dari fitrah manusia seperti sekulerisme, kapitalisme, liberalisme, sosialisme termasuk komunisme, maka world view ini tidak kompatibel dengan manusia”, jelasnya.
Hasilnya, lanjut Fahmi, world view tersebut menghancurkan kemanusiaan, menghancurkan peradaban dan budaya. “Fakta kehancuran ini terpampang jelas dalam masyarakat sekuler Amerika, Eropa dan negara-negara yang mengadopsi ideologi tersebut,” tukasnya.
Ideologi dan Agama
Berkenaan dengan korelasi ideologi dengan agama, Fahmi menjelaskan bahwa manusia dalam beragama ada dua cara sebagaimana yang disampaikan oleh Gordon Willard Allport dalam buku The Individual and His Religion: A Psychological Interpretation.
Pertama, cara beragama secara ekstrinsik. Agama, di situ dikatakan hanya sekadar sesuatu yang dimanfaatkan di dalam kehidupan, namun tidak berfungsi dalam konteks mengendalikan perilaku manusia. “Inilah gambaran yang terdapat dalam masyarakat yang sekuler, yang liberal, yang kapitalis,” terangnya.
Dampaknya, jelas Fahmi, cara seperti itu akan menghancurkan masyarakat dengan disertai munculnya politik menghalalkan segala macam cara demi mencapai tujuan. Tak hanya itu, sistem perekonomian pun menjelma kapitalistik. “Yang kuat dia akan memakan yang lemah,” jelasnya.
Kedua, secara intrinsik. “Agama itu sebagai pengendali terkait dengan keinginan apa yang menjadi motivasi, jadi kekuatan yang memandu perilaku manusia,” jelasnya.
Oleh karena itu, lanjut Fahmi, kalau tidak segera mengubah pola berpikir cara beragama, outlook di tahun 2022 tak akan jauh berbeda dengan yang terjadi pada hari ini. “Apalagi ketika kita masuk tahun politik, maka perilaku manusia akan semakin lebih luar biasa dalam konteks negatif,” ucapnya.
Kondisi ekonomi, lanjutnya akan semakin tidak menjanjikan untuk kesejahteraan, keadilan serta tidak pernah berpihak pada kebenaran.“Karena itu penting Islam dipertimbangkan sebagai solusi dalam konteks kemajuan bangsa ini,” paparnya.
“Keberhasilan Islam sudah terbukti,” ungkapnya. Islam mengubah masyarakat Arab yang semula terbelakang, jahiliah dan tidak berkeadaban menjadi sebuah bangsa yang memiliki tingkat peradaban tinggi.
“Peradaban Islam pada masa yang lalu telah berhasil membangun sinergisitas kemajuan sains dan teknologi dengan keadaban-keadaban, dengan moralitas, dengan nilai-nilai yang ada di dalam masyarakat yang religius,” tuturnya.
Oleh karena itu, patut bagi yang merasa mencintai Indonesia dengan seluruh jiwa raga, tak mungkin rela diarahkan menjadi masyarakat yang sekuler, kapitalistik atau pun liberal. “Justru kita akan menggeser pemikiran dan pemahaman masyarakat ini menjadi masyarakat yang kembali kepada nilai-nilai yang sejalan dengan fitrah manusia,” jelasnya.
Pun menurut Fahmi, sangat relevan ketika ia menawarkan Islam sebagai jalan keluar atas berbagai macam problematika kehidupan masyarakat saat ini. “Pertanyaannya, maukah kita mendiskusikan itu secara objektif tanpa tuduhan-tuduhan yang terkait dengan masalah radikalisme ujungnya nanti terorisme?” tanyanya.
“Why not? Saya kira ruang ini harus kita buka untuk kemudian kita diskusikan secara ilmiah, secara elegan, secara objektif dengan bahasa yang sangat rasional dengan data. Dan saya kira kita harus memulai untuk masalah itu,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun