Tinta Media - DPR ketok palu UU IKN saat rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022, Selasa (18/1/2022). Artinya rencana perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) telah mempunyai payung hukum.
Namun, keputusan ini perlu diwaspadai kongkalingkong dan manuver para "penumpang gelap" yang mengambil untung besar. Bukan demi rakyat.
Menurut laporan Jaringan Advokasi tambang (Jatam), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Trend Asia, Pokja 30, Pokja Pesisir, dan Forest Watch Indonesia yang berjudul Ibu Kota Baru Buat Siapa?, yang dirilis Selasa (17/12/2019) siang, kawasan calon ibu kota baru ternyata bukanlah ruang kosong.
Mereka menemukan kalau di sana ada 154 titik konsesi/izin untuk membuka tambang, menebang hutan, dan bisnis lain. 66 titik konsesi tambang dan 10 konsesi perkebunan terletak di Kecamatan Sepaku, 31 titik konsesi tambang di Kecamatan Muara Jawa, dan 47 titik konsesi tambang di Kecamatan Samboja.
Menurut koalisi, pemindahan ibu kota itu tak menguntungkan warga. Ia hanya akan memberikan laba besar bagi pemegang konsesi. Pasti ada kompensasi yang mereka peroleh karena lahan dijadikan ibu kota baru. Mereka tidak mungkin akan "ikhlas" memberikan lahannya untuk kepentingan Nasional. Sepertinya kalimat indah "Aku Indonesia, Aku Pancasila dan Aku Cinta NKRI" tidak berlaku.
Prabowo Subianto saat berpidato dalam acara Pembekalan Manggala Relawan di Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta Timur, Jumat (15/3/2019) mengatakan "Saya sudah katakan di depan TV, saya katakan disaksikan oleh puluhan juta ratusan juta orang bahwa setiap saat negara meminta kembali tanah itu dengan segera saya serahkan kembali," katanya.
Walau pernyataan itu disampaikan akan dilakukan jikalau menang Pilpres, namun situasi kepindahan IKN sekarang, yang membutuhkan lahan yang sangat luas, justru menjadi batu ujian buat Prabowo dan para pemegang HGB, HGU dan yang lain. Saatnya "membuktikan" cinta tanah air yang sering diucapkan itu. Bukan pemanis saat kampanye namun "nol" ketika dalam realita.
Jangan sampai apa yang dikhawatirkan oleh koalisi LSM peduli lingkungan terjadi. Mereka menyatakan sejak awal transaksi akan terjadi bukan kepada rakyat, tetapi kepada pemilik konsesi. Perusahaan-perusahaan tersebut diduga akan diuntungkan dan menjadi target transaksi negosiasi pemerintah, termasuk potensi pemutihan lubang-lubang bekas tambang yang seharusnya direklamasi. Yang katanya "demi negara" akan rela menyerahkan, ternyata hanya omong kosong.
Tercatat ada PT. ITCI Kartika Utama, bergerak di bidang pengolahan kayu, mengantongi SK Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK-HA) dengan nomor SK.160/Menhut-II/2012, berada di area Ring 2 IKN--berbatasan dengan Ring 1, kawasan pusat pemerintahan. PT ITCI Kartika Utama dimiliki oleh Hashim Djojohadikusumo, yang tak lain adik kandung Prabowo.
Selain itu, menurut Kepala Departemen Advokasi Eksekutif Nasional Walhi Zenzi Suhadi Menteri Koordinator Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan pun diuntungkan. Perusahaan Luhut yang bergerak di bisnis batu bara ada di Ring 3 IKN, tepatnya di Muara Jawa. "Perusahaan-perusahaan Luhut ini meninggalkan 50 lubang tambang yang menganga dan diduga akan mendapatkan keuntungan pemutihan dosa dari kewajiban reklamasi," kata Zenzi.
Dengan fakta yang ada maka wajar jika di tengah masyarakat ada bau busuk oligarki dalam proses kepindahan IKN. Para pemilik modal diuntungkan dan diputihkan kasus-kasusnya. Sepertinya bukan demi rakyat, tapi demi oligarki. Para oligar mengambil kesempatan "borong" sebanyak-banyaknya keuntungan. Tidak peduli demi rakyat lagi. Cinta NKRI hanya pemanis janji semata. Di saat genting dan mendesak diperlukan ingkar janji. Justru mau menang sendiri.
Oleh: Gus Uwik
Pusat Peneliti Kajian Peradaban Islam