Tinta Media - Setelah dua Minggu yang lalu SPPI (Serikat Pekerja PLN Indonesia) yang berkantor Pusat di Palembang mengadakan acara itu, maka disusullah kemudian oleh Serikat Pekerja Anak Perusahaan PLN bernama SP PJB di Hotel Grand Malioboro Yogyakarta, Senin 3 Januari 2022, dalam Capasity Building berthema "Peran SP PJB dalam mewujudkan Kemandirian Energy".
Tentunya acara "Capacity Building" untuk sebuah Serikat di lingkungan PLN disini bukan bicara hal-hal teknis seperti kelangkaan batu bara, migrasi dari PLTU ke EBT, cofiring, menghitung losses secara "real time" temuan DIRUT PLN yang baru, atau bicara soal derating/uprating AF, CF, TOP pembangkit dan seterusnya
Tetapi dalam acara itu lebih bicara ke hal-hal yang lebih strategis dalam konteks Kedaulatan (dalam hal ini adalah kedaulatan Energi) . Yaitu sebuah Visi Serikat Pekerja BUMN yang tidak mungkin dimilliki oleh jajaran Menteri Kabinet apalagi level Direksi/Manajemen sebuah BUMN. Karena arah perjalanan suatu bangsa hanya tergantung pada Visi/Ideologi Presiden sebagai Kepala Negara ! Disinilah peran SP BUMN sebagai kekuatan "Civil Society" harus tampil meng "advokasi" rakyat dari kebijakan-kebijakan rezim yang melawan Konstitusi!
Dalam hal ini pengelolaan Sektor Ketenagalistrikan berupa privatisasi/penjualan/swastanisasi PLN yang berujung pada kenaikan tarip listrik yang tidak terkendali akibat Liberalisasi kelistrikan alias mekanisme pasar bebas listrik.
Dan semua itu merupakan pelanggaran terhadap Konstitusi karena melanggar putusan MK No. 001-021-022/PUU-I/2003 tgl 15 Desember 2004 serta putusan MK No 111/PUU-XIII/2015 tgl 14 Desember 2016.
Terlebih dengan terbitnya UU No 11/2020 tentang Cipta Kerja sub pasal 42 halaman 243 kluster ketenagalistrikan (yang ternyata hanya menghidupkan lagi UU Ketenagalistrikan yang pernah dibatalkan MK), semua menunjukkan pelanggaran terhadap Konstitusi.
Disinilah aktivis Serikat Pekerja itu diuji kekuatan mentalnya. Karena dia berdiri di atas dua "sampan"! Yaitu sampan Manajemen yang harus tunduk terhadap peraturan kepegawaian dan Peraturan Pemerintah (yang faktanya "boss" Pemerintahan itu pragmatis tidak memiliki ideologi dan hanya menjadi "proxy" Investor). Sedang kaki yang lain (kalau dia memiliki Visi Nasionalisme) kakinya harus berdiri diatas "sampan" kebenaran Konstitusi dan Panca Sila.
KESIMPULAN :
Dari pengalaman yang ada, SP PLN serta Anak Perusahaan, di masa lalu telah memiliki Visi Kedaulatan/Nasionalisme karena terbukti dengan pembatalan UU Ketenagalistrikan pada 2004 dan 2016. Meskipun sekitar 2010-2012 Visi di atas telah dirusak oleh DIRUT PLN Dahlan Iskan seiring semboyan yang bersangkutan, bahwa "untuk mengelola PLN tidak perlu Undang-undang".
Namun dengan acara Capacity Building (Penguatan Visi Nasionalisme/Kedaulatan) baik oleh SP PJB maupun SPPI, tanda-tanda semangat perlawanan Keluarga Besar PLN terhadap pelanggaran Konstitusi mulai tampak !
Semoga menular kepada "entitas" yang lain! Aamin !!
Ayo bangkit Keluarga Besar PLN baik karyawan aktif maupun pensiunan dari dominasi Oligarkhi "Peng-Peng" yang akan "mengharu biru" PLN dan membuat tarip listrik "melejit" !!
ALLOHUAKBAR !!
MERDEKA !!
JAKARTA, 4 JANUARI 2022
Oleh: Ahmad Daryoko
Koordinator INVEST.