Tinta Media - Pengesahan undang-undang Ibu Kota Negara yang terkesan terburu-buru dinilai oleh Aktivis ‘98 Agung Wisnu Wardana sangat kental dengan kepentingan oligarki.
“Saya menbaca dari aspek politik sangat kental dengan kepentingan oligarki,” tuturnya pada Diskusi Online: Ibu Kota Baru untuk Siapa? Di kanal You Tube Media Umat, Ahad (23/01/2022).
Agung memaparkan beberapa alasan terkait penilaian itu.
Pertama, dari perspektif permukaan, sangat nyata legal formal bahwa undang-undang ini diajukan oleh presiden lewat surat presiden kemudian dibincangkan di pansus dan ditetapkan dalam paripuna DPR. “Secara legal formal on the track, semua sesuai dengan peraturan perundangundangan. Walaupun akan ada kritik terkait dengan partisipasi publik, atau konsultasi publik,” paparnya.
“Tapi ketika kita membaca politik tentu kita tidak bisa membaca dari aspek apa yang ada dipermukaan, tapi harus membaca apa yang ada diluar permukaan,” tegasnya.
Agung mencontohkan, pengesahan undang-undang Ciptaker beberapa waktu lalu. “Kita sangat melihat prosesnya dilakukan dengan otoritarian demikian rupa. Ternyata ada kepentingan-kepentingan dari para konglo yang ingin masuk ke aspek ekonomi untuk mereka,” ungkapnya.
“Dalam kontek UU IKN ini, hal yang paling menarik adalah bahwa konsesi – konsesi lahan yang ada di wilayah calon ibu kota negara baru itu, dimiliki oleh elit politik dan elit pengusaha ygang ada di negeri ini,”terangnya.
Di catatan Walhi, lanjutnya, ada 56 nama yang terhubung di konsesi lahan tersebut. “Dan bila kita membaca 56 tokoh ini, maka merekalah yang sangat mempengaruhi bagaimana arus politik dan ekonomi yg ada di negeri ini,” bebernya.
“Ketika kita membaca ini, pasti ada keuntungan penting yang akan didapat yaitu keuntungan ekonomi terutama bagi mereka-mereka yang kemarin telah mengeluarkan biaya politik yang sangat besar dalam pilpres beberapa waktu lalu. Tentu dia membutuhkan anggaran yang cukup memadahi untuk kepentingan kelanjutan politiknya di masa yang akan datang,” analisisnya.
Kedua, dari aspek kelembagaan. Dalam aspek kelembagaan disampaikan di sana apa yang mereka sebut khusus IKN, yang selanjutnya disebut otorita IKN, nanti akan dikepalai oleh seorang kepala otorita IKN, ada wakil kepala otorita IKN yang Langsung dipilih presiden.
“Tidak ada DPR di sana, tidak ada hak-hak politik warga negara yang ada di ibukota. Artinya memang tidak ada pilkada di IKN baru tersebut. Ini juga menjadi pertanyaan banyak pihak kok tiba-tiba ada otorita baru yang ada di IKN ini, sementara hak-hak politik warga negara yang ada di situ ngga ada sama sekali. Semuanya ditetapkan oleh presiden,” ungkapnya.
Agung melanjutkan, ini yang cukup membahayakan. Ke depan kalau oligarki itu menginginkan perubahan di negeri ini maka cukup mengendalikan otorita IKN maka semua kendali negara dan kendali seluruh aspek kehidupannya akan dibawah kendali oligarki. Apalagi yang sangat mengkhawatirkan, selain oligarki ada Asing dan Aseng.
“Seperti yang disampaikan Ahmad Doli Kurnia (ketua pansus) waktu pembahasan di pansus, karena ternyata investor membutuhkan kepastian terkait dengan undang-undang ini supaya mereka berinvestasi untuk masa yang akan datang lebih lancar dan lebih nyaman,” jelasnya.
Siapa yg akan berinvestasi ditempat itu, lanjutnya, walaupun sampai detik ini belum ada tapi bahwa Asing dan Aseng akhirnya nanti bisa masuk berinvestasi di tempat ini. Berarti mereka akan tahu kondisi atau strategi IKN.
“Kalau mereka mengetahui tentang hal itu, ini tentu menjadi pertanyaan tentang kedaulatan negeri. Ini yang harus menjadi pikiran kita bersama,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun