Tinta Media — Pembicaraan masalah poligami senantiasa mendapat perhatian publik. Pasalnya, poligami masih dipandang negatif bagi sebagian masyarakat negeri ini. Poligami juga masih menjadi sasaran empuk untuk digoreng oleh pihak tertentu, apalagi jika menyangkut keadilan terhadap perempuan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Bintang Puspayoga, beberapa waktu yang lalu mengadakan diskusi ilmiah bertema “Poligami di Tengah Perjuangan Mencapai Ketangguhan Keluarga". Diskusi ilmiah yang digelar dengan mendatangkan beberapa pembicara seperti Guru Besar Hukum Islam Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Zaitunah Subhan, dan Guru Besar Antropologi Universitas Indonesia, Prof. Meutia Hatta Swasono ini membuat beberapa rekomendasi terkait poligami. Jika dicermati, rekomendasi yang dihasilkan pada intinya cenderung mendukung pernikahan monogami (kemenppa.go.id)
Adapun beberapa rekomendasi yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Indonesia mendukung pernikahan monogami. Jika ada yang memutuskan poligami, maka syaratnya harus mengajukan ke pengadilan dan mendapat persetujuan istri, dan istri harus dalam kondisi tidak bisa hamil. Jadi, poligami hanya boleh dalam kondisi darurat dan saat istri tidak bisa hamil.
Selain itu, masih berbicara masalah rekomendasi, poligami dipandang mempunyai dampak negatif dari aspek sosial, ekonomi, dan juga kesehatan, terutama bagi istri dan anak. Oleh karena itu, hasil diskusi itu juga mendorong para istri untuk menolak dipoligami.
Sekilas, hal itu terlihat seperti melindungi perempuan. Namun, benarkah rekomendasi ini sudah tepat?
Fakta poligami yang ada di tengah-tengah masyarakat dengan segala persoalan yang melanda, seringkali dijadikan sebagai dalil menolak poligami. Apalagi jika sampai terjadi masalah terhadap istri yang dipoligami. Berbagai stigma negatif seringkali dilekatkan pada pernikahan poligami. Padahal jika mau jujur, permasalahan terhadap istri juga ditemukan pada pernikahan monogami. Lantas mengapa hanya poligami yang dijadikan sasaran untuk dikritisi?
Poligami, Layakkah Disigmatisasi Negatif?
Pernikahan sejatinya membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warohmah. Hal ini tentu saja memerlukan upaya dari kedua belah pihak untuk mewujudkan bersama. Hubungan suami istri yang terjalin dengan baik akan mampu menjaga keharmonisan rumah tangga.
Tak dapat dimungkiri, pernikahan dengan lebih dari satu istri juga kita temui. Terlepas dari apa pun alasan yang dikemukakan, sejatinya poligami merupakan salah satu bagian dari ajaran Islam. Praktiknya pun pernah dicontohkan oleh Rasulullah saw.
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تُقْسِطُوا فِي الْيَتَامَىٰ فَانْكِحُوا مَا طَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ مَثْنَىٰ وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ ۖ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلَّا تَعْدِلُوا فَوَاحِدَةً أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَلَّا تَعُولُوا “
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak -hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” [An-Nisaa’/4: 3]
Dari ayat tersebut telah disampaikan bahwa Allah membolehkan seorang suami mempunyai istri lebih dari satu orang. Jika suami takut tidak bisa berlaku adil kepada istri-istrinya, maka suami bisa bertahan dengan satu istri. Jadi, bisa disimpulkan bahwa poligami tidak melanggar syariat.
Mendudukkan Masalah Poligami Secara Tepat
Poligami harus dipahami sebagai sebuah ajaran Islam. Hal ini memuat kebolehan seorang suami untuk mempunyai istri lebih dari satu orang. Dalam Islam, masalah poligami ini mutlak urusan pribadi seseorang. Islam menghukumi masalah poligami ini sebagai sebuah kebolehan. Meskipun boleh, tetap ada rambu-rambu yang harus diperhatikan.
Poligami menjadi sebuah masalah dalam sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Padahal, sudah jelas agama menghukuminya tidak haram. Namun, berbagai upaya terus-menerus dilakukan agar ajaran Islam yang satu ini mendapat penolakan dari pemeluknya. Dengan dalih merugikan perempuan, lantas muncul seruan menolak poligami.
Menolak poligami berarti sama dengan menolak salah satu syariat Allah. Hal ini sama saja dengan mengingkari salah satu ajaran yang dibawa Rasulullah saw. Jika demikian, maka sudah selayaknya memperhatikan salah satu firman Allah Swt.
فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim terhadap perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa dalam hati mereka sesuatu keberatan terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (QS An Nisa ayat 65)
Sebagai seorang muslim, selayaknya kita menerima perintah Allah secara keseluruhan. Meskipun bisa jadi perintah yang Allah berikan tidak dikehendaki oleh manusia. Namun, bisa jadi apa yang terlihat buruk di mata manusia, itu baik di hadapan Allah. Begitu juga sebaliknya, bisa jadi apa yang dirasa baik oleh manusia, belum tentu baik di mata Allah Swt.
Poligami, terlihat seolah-olah menjadikan perempuan sebagai obyek yang harus menanggung persoalan rumah tangga. Praktik poligami yang terjadi di masyarakat, seringkali membawa keburukan bagi perempuan. Namun, apakah kemudian layak poligami yang dijadikan kambing hitam?
Padahal, banyak faktor yang menyebabkan ketidakharmonisan dalam rumah tangga, baik monogami maupun poligami. Dan fakta menunjukkan bahwa permasalahan keluarga lebih disebabkan oleh faktor eksternal.
Islam memandang bahwa praktik poligami merupakan pelaksanaan dari syariat Islam. Maka sejatinya seorang muslim tidak menolak pelaksanaan poligami, apalagi sampai memberikan pandangan buruk terhadap syariat yang telah dicontohkan oleh Rasulullah ini.
Terlepas dari buruknya pelaksanaan poligami, tidak serta merta menyalahkan poligami sebagai sumber masalahnya. Ini karena aturan Allah, tidak akan membawa mudharat bagi hamba-Nya.