Menghidupkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) adalah Solusi Pragmatis Dunia Pendidikan - Tinta Media

Rabu, 29 Desember 2021

Menghidupkan Pendidikan Moral Pancasila (PMP) adalah Solusi Pragmatis Dunia Pendidikan


Tinta Media - Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Bandung Prof. Dr. Dadi Pernamadi, M. Ed., dalam pertemuannya bersama Kadisdik Kab. Bandung mengungkapkan hasil penelitiannya di sejumlah sekolah selama pandemi Covid-19 yang mengkhawatirkan. Yakni semangat belajar siswa merosot tajam dan banyaknya siswa yang malas kembali sekolah dikarenakan sudah terbiasa belajar online melalui gadget yang akhirnya digunakan bermain game. Melihat hal ini Prof. Dadi menyambut baik rencana Bupati H.M Dadang Supriatna untuk segera menerapkan kembali Pendidikan Moral Pancasila (PMP) yang akan diintensifkan pada awal Januari 2022 sebagai solusi tersebut dan untuk penguatan pendidikan karakter peserta didik. (Visi.News 17/12/2021)

Hal serupa dinyatakan oleh Suprianto, Direktur Pembinaan Guru dan Tenaga Kependidikanan Kemendikbud saat memperingati hari guru nasional di kantornya daerah Senayan Jakarta, "Rencana Kemendikbud akan menghidupkan kembali mata pelajaran PMP bertujuan mengatasi masalah komplek ditanah air seperti munculnya berbagai persoalan negatif, seperti intoleransi, narkoba, degradasi moral, dan lain sebagainya." (Siedoo.com)

Jika kita melihat antara tujuan PMP dengan rendahnya minat belajar peserta didik saat ini tidak memiliki korelasi dan tidak bisa dijadikan acuan untuk peningkatan kualitas belajar. Rendahnya minat belajar saat ini merupakan efek penanganan pandemi yang salah, dimana pemerintah seharusnya mengambil tindakan Lockdown dan memutus rantai penyebaran virus sehingga tidak semakin menyebar dan mengakibatkan pembelajaran siswa menjadi seperti saat ini. Disertai masih banyaknya siswa ajar yang kesulitan dalam mengakses pelajaran melalui daring, apakah karena tidak punya sarana HP, ataukah sulit membeli kuota, atau permasalahan teknis lainnya yang menjadi turunan dari tidak tepatnya penanganan pemerintah terhadap Pandemi COVID 19.

Terlebih lagi visi pendidikan Indonesia 2035 dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN) yang  bertujuan membangun rakyat Indonesia yang unggul dan terus berkembang, sejahtera dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila, menghilangkan frase Agama, menunjukkan dipisahkannya agama dari pendidikan nasional, dan hal ini merupakan sumber kerusakan dan bertentangan dengan UU Nomer 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.  Sehingga output pendidikan saat ini semata-mata untuk mencetak SDM yang siap bersaing mengisi tren pasar lapangan kerja global dalam sistem demokrasi kapitalis.

Berbeda dengan sistem pendidikan Islam yang justru menjadikan Aqidah Islam sebagai asas pendidikan yang diterapkan oleh negara. Kurikulum pendidikan yang disusun pun mengarah kepada upaya mencapai tujuan  pendidikan Islam, yaitu membangun kepribadian Islam pada peserta didik, disertai penguasaan ilmu kehidupan dunia seperti sains dan teknologi. Sehingga akan menghasilkan peserta didik yang kokoh keimanannya dan terikat dengan hukum-hukum Allah, juga mumpuni dalam menghasilkan inovasi-inovasi baru dalam menghadirkan madaniyah (bentuk-bentuk materi) yang menghantarkan manusia mampu memenuhi kemaslahatan dalam kehidupannya secara maksimal, memberikan sumbangsih yang besar dalam membangun peradaban Islam yang maju, sehingga jauh dari kemungkinan melakukan kerusakan. 

Bukti sejarah telah menunjukkan, terutama di masa Kekhilafahan Bani Abbasiyah, bagaimana kemajuan ilmu dan teknologi hadir, memajukan peradaban manusia. Beberapa contoh diantaranya: lahirnya para dokter muslim yang terkenal, seperti Ibnu Sina, dikenal sebagai bapak dokter Islam, Jabir bin Hayyan dikenal sebagai bapak kimia,

Ar-Razi, karyanya berjudul al-Hawi yang membahas tentang campak dan cacar. Dalam Ilmu Astronomi (falak) yaitu ilmu yang memelajari tentang matahari, bulan, bintang, dan planet-planet, lahir para  ilmuwan, seperti Ibnu Haitam, ilmuwan muslim pertama yang mengubah konfigurasi Ptolomeus, Abu Ishaq az-Zarqali, menemukan bahwa orbit planet adalah edaran eliptik, bukan sirkular, Ibnu Rusyid, ilmuwan yang menentang paham astronomi oleh Ptolomeus, dan Ibnu Bajjah, yang mengemukakan gagasan adanya galaksi Bimasakti. Dalam Ilmu matematika juga berkembang pesat dan melahirkan tokoh-tokoh seperti Al-Khawarizmi, penemu angka nol dan dikenal sebagai Bapak Aljabar, Umar bin Farukhan dan

Banu Musa. Dan masih banyak lagi yang lainnya.
Berbagai pencapaian yang mengagumkan ini pun telah diakui oleh para cendekiawan Barat, bahkan oleh seluruh dunia. Maka jika kita ingin meningkatkan kualitas pendidikan, saatnya untuk kembali kepada penerapan sistem Islam secara kaffah (komprehensif), yang telah terbukti mengantarkan manusia kepada kebangkitan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan.

Oleh: Thaqqiyuna Dewi, S.I.Kom.
Guru



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :