Ketua LBH Pelita Umat: Perusahaan Dilarang Anjurkan Karyawannya Pakai Atribut Natal - Tinta Media

Kamis, 23 Desember 2021

Ketua LBH Pelita Umat: Perusahaan Dilarang Anjurkan Karyawannya Pakai Atribut Natal


Tinta Media - Menanggapi pertanyaan terkait ‘apakah boleh perusahaan menganjurkan karyawan untuk mengenakan atribut natal?’ Ketua LBH Pelita Umat Chandra Purna Irawan, S.H., M.H. menegaskan,  perusahaan dilarang menganjurkan memakai atribut natal.

"Perusahaan dilarang menganjurkan (karyawannya) memakai atribut natal", tuturnya kepada Tinta Media Selasa (21/12/2021).

Menurutnya, setiap orang semestinya menghormati keyakinan dasar (akidah) seseorang dalam beragama. Pada dasarnya, setiap manusia memiliki hak beragama. Hak beragama adalah salah satu hak dasar manusia yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. “Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Sebagaimana dijamin Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 , Pasal 4 dan Pasal 22 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (“UU HAM”), " jelasnya.

Selain itu, kata Chandra, berdasarkan peraturan perundang-undangan, maka pemilik perusahaan atau unsur pimpinan perusahaan tidak boleh menganjurkan atau memerintahkan atau menyeru atau memaksa pemeluk agama lain untuk menggunakan atribut natal dengan alasan apapun. 

“Bahwa “menganjurkan” yang dilakukan oleh Pimpinan maka dapat dinilai atau secara tidak langsung dapat dimaknai “memaksa” karena karyawan tentu merasa segan untuk menghindari anjuran tersebut," lanjutnya.

Ia menilai, setiap agama memiliki ajaran atau pedoman atau hukum yang mengikat kepada pemeluknya. “Oleh karena itu keyakinan setiap orang termasuk dalam hal ini karyawan perusahaan atau instansi tertentu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas," paparnya.

Sehingga apabila terjadi pada seseorang, kata Chandra, yang harus orang tersebut lakukan adalah melaporkan kepada pihak berwajib dan pihak dinas ketenagakerjaan. “Perusahaan dapat dinilai melakukan pelanggaran hukum," tegasnya.

Ia mengingatkan, toleransi beragama bukanlah untuk saling melebur dalam keyakinan. Bukan pula untuk saling bertukar keyakinan di antara kelompok-kelompok agama yang berbeda itu. 

“Inilah esensi toleransi yakni masing-masing pihak untuk mengendalikan diri dan menyediakan ruang untuk saling menghormati keunikannya masing-masing tanpa merasa terancam keyakinan maupun hak-haknya," pungkasnya.[] Irianti Aminatun





Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :