Kembalinya Kemuliaan Perempuan dengan Sistem Islam - Tinta Media

Senin, 20 Desember 2021

Kembalinya Kemuliaan Perempuan dengan Sistem Islam



Tinta Media - Beberapa pekan ini, publik dihenyakkan dengan berbagai peristiwa yang menjadikan perempuan sebagai korban. Pada kasus pemerkosaan gadis usia 10 tahun di Pacet, Bandung, pelaku tak hanya memperkosa korban, tetapi juga membunuhnya. Lalu, kasus bunuh diri seorang mahasiswa di Jawa Timur akibat depresi karena diminta menggugurkan kandungan oleh pacarnya yang oknum polisi. Terakhir adalah HW, seorang guru di sebuah pesantren di Bandung, Jawa Barat. HW memperkosa 12 orang santriwatinya.

Tak hanya itu, ternyata pandemi Covid-19 menyebabkan kekerasan yang menimpa perempuan mengalami kenaikan. Tahun 2020 tercatat 2.400 kasus, sedangkan periode Januari-Juli 2021 tercatat 2.500 kasus. Masih banyak kasus yang tidak dilaporkan dan ini merupakan fenomena gunung es. Angka tersebut bahkan bisa bertambah hingga akhir 2021 ini.

Atas dasar itu, Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan mempertanyakan komitmen tegas, bukan sekadar lip service semata dari para pembuat kebijakan. 

Andy mengaku, sejak 2009 ia sudah mengajukan perbaikan hukum dan berbagai kebijakan yang diskriminatif terhadap perempuan. Akan tetapi, hal tersebut tidak membuahkan hasil, malah kebijakan yang dinilai diskriminatif makin meningkat, dari 154 kebijakan di 2007 menjadi 400-an di 2021.

Sebenarnya, menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan bukan bergantung dari berbagai kebijakan yang dibuat. Aturan mengenai kebiri contohnya. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2020, hukuman kebiri disahkan dan diberikan kepada pelaku karena melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan dan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau orang lain. 

Faktanya, aturan ini tidak mampu mengatasi permasalahan kekerasan seksual terhadap anak. Data hingga 3 Juni 2021 yang dihimpun oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) dari sistem informasi daring perlindungan perempuan dan anak, terdapat 1.902 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Karena itu, mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mengatasi permasalahan kekerasan pada perempuan bukanlah solusi tuntas. Akan tetapi, solusinya adalah dengan melihat pada akar permasalahan terjadinya berbagai tindak kekerasan tersebut.

Ternyata, akar masalahnya adalah demokrasi kapitalisme yang mengagungkan kebebasan dalam segala aspek kehidupan sehingga menjadikan perempuan sebagai komoditas, bahkan direndahkan martabatnya. Ideologi yang disuntikkan Barat ke negeri-negeri muslim inilah yang menyebabkan perempuan-perempuan, juga anak-anak di Indonesia terus mengalami berbagai kekerasan.

Maka, perlu adanya sistem atau ideologi baru yang akan memuliakan kedudukan perempuan. 

Hanya Islam yang mampu menjaga perempuan agar terhindar dari berbagai kasus kekerasan yang menimpa mereka.  Islam memberi berbagai perlindungan yang akan memuliakan dan bertanggung jawab dalam menjaga kehormatan perempuan. Maka, kembalinya kemuliaan perempuan hanya dengan sistem Islam.

Kemuliaan seorang perempuan pun tampak dalam kehidupan rumah tangga. Perempuan, ketika menjadi seorang istri diibaratkan seperti sahabat bagi suami. Mereka bisa saling mendukung dan bekerja sama untuk memenuhi kebutuhan masing-masing dan mendidik anak-anak. Islam tidak mengenal sistem patriarki (laki-laki lebih berkuasa dalam menentukan kehidupan rumah tangga). Islam juga menjaga perbincangan seksual hanya ada dalam lingkup suami dan istri saja. Islam tidak memandang perempuan sebagai objek pemuas hasrat seksual semata.

Pandangan-pandangan ini akan diedukasikan ke dalam kehidupan sosial masyarakat dalam sistem Islam. Masyarakat akan diberi edukasi mengenai batas pergaulan antara laki-laki dan perempuan, tidak hanya lingkup pendidikan formal dan nonformal, tetapi hingga lingkup keluarga. Dengan begitu, masyarakat akan memahami interaksi laki-laki dan perempuan dalam rangka melestarikan manusia, bukan sekadar pandangan seksualitas semata.

Peraturan dalam kehidupan sosial masyarakat juga akan dibuat berlapis-lapis agar tidak terjadi pelangaran hukum syara\", seperti aturan menutup aurat, menjaga kemaluan, menundukkan pandangan, melarang perempuan untuk berdandan berlebihan yang merangsang naluri seksual laki-laki, memudahkan urusan nikah, dan lainnya.

Berbagai media massa pun akan diawasi agar tidak menyebarkan konten pornografi dan pornoaksi. Negara akan menindak tegas jika media melanggar dengan mencabut izin pendiriannya. Islam juga tidak akan membiarkan paham-paham yang bertentangan dengan syariat  melakukan berbagai kampanye, seperti feminisme, HAM, pacaran sehat, LGeBT, dan lainnya.

Jika berbagai aturan yang dibuat masih dilanggar, maka Islam akan menjatuhkan sanksi yang berat dan tegas bagi pelakunya, seperti hukuman rajam bagi pelaku zina yang sudah menikah, atau hukum cambuk 100 kali dan diasingkan selama 1 tahun bagi pelaku zina yang belum menikah. Jika pelaku zina sampai membunuh korban, maka akan diberlakukan hukum qisas (nyawa dibayar nyawa).

Peraturan ini akan terlaksana dengan baik jika ada negara yang menerapkan sistem Islam secara menyeluruh di berbagai lini kehidupan masyarakat. Negara ini bernama khilafah. Khilafah tidak akan membiarkan kemuliaan perempuan terenggut. Ini karena perempuan dalam Islam memiliki kedudukan yang istimewa.

Maka, hadirnya khilafah di tengah-tengah kehidupan kaum muslimin sangat penting. Kekerasan pada perempuan bisa diatasi dengan adanya penerapan syariat Islam dalam naungan Khilafah Islamiyah.[]

Oleh: Ummu Haura’
Aktivis Dakwah


Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :