Indonesia di Kancah G20, Ajang Mencari Solusi atau Upaya Eksploitasi? - Tinta Media

Senin, 27 Desember 2021

Indonesia di Kancah G20, Ajang Mencari Solusi atau Upaya Eksploitasi?


Tinta Media - Tahun ini Indonesia menerima tongkat estafet Presidensi G20 (The Group of Twenty Finance Ministers and Central Bank Governors) yang sebelumnya dipegang Italia. Secara simbolis tongkat estafet diserahkan oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi kepada Presiden Joko Widodo pada pelaksanaan KTT G20 yang berlangsung di La Nuvola, Roma, Italia pada 30-31 Oktober 2021 dan diketuknya palu sebagai tanda resmi Indonesia menjadi Presidensi G20 mulai 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022.

Indonesia pun baru pertama kali terpilih sebagai Presidensi G20 karena dinilai berhasil kendalikan pandemi. Selanjutnya pertemuan ketujuh belas G20 bertempat di Bali dan Presidensi Indonesia mulai berlangsung selama satu tahun dari 1 Desember 2021 hingga KTT pada kuartal keempat 2022.
G20 merupakan kelompok yang terdiri dari 19 negara maju dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa. Forum ini memiliki posisi strategis menjadi representatif  negeri di dunia karena memiliki jumlah yang besar dalam menguasai perekonomian dunia, dengan 80 persen investasi global, 75 persen perdagangan internasional serta 60 persen populasi dunia.

Awal dibentuknya G20 karena kekecewaan komunitas Internasional terhadap gagalnya anggota G7 untuk mencari solusi perekonomian global yang dihadapi saat itu. G20 pun merangkul negara maju dan berkembang untuk bersama-sama mengatasi krisis, utamanya yang melanda Asia, Rusia, dan Amerika Latin. Tujuannya mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan keuangan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif.

Di awal pendiriannya, anggota G20 terdiri dari para menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Namun setelah krisis ekonomi global 2008, para pemimpin negara pun diikutsertakan. Banyak yang berpandangan bahwa negara-negara berpendapatan menengah sangat penting memiliki pengaruh ekonomi secara sistemik untuk diikutsertakan dalam perundingan guna mencari solusi terkait masalah ekonomi global.
Sejak forum internasional ini dibentuk pada 1999, Indonesia satu-satunya negara Asean yang menjadi anggota G20. Saat itu, kondisi Indonesia berada dalam tahap pemulihan setelah alami krisis ekonomi 1997-1998 dan dinilai sebagai emerging economy yang mempunyai ukuran dan potensi ekonomi sangat besar di kawasan Asia.

Setiap tahunnya, forum ini mengadakan pertemuan dan memulai Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tahunan pertamanya pada 2008 yang diikuti dari masing-masing kepala negara dan pemerintahan. Dan negara anggota G20 setiap tahunnya akan bergiliran menjadi tuan rumah dalam forum tersebut.

Posisi Indonesia sebagai Presidensi G20 2022 dinilai banyak pihak dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi Indonesia. Termasuk pada sektor perdagangan dan investasi. Indonesia bisa berkontribusi untuk arah ekonomi global, terutama menjadi corong bagi negara berkembang sebagai negara berkembang pertama yang memegang presidensi G20.

Forum G20 ini fokus bahasannya adalah finance track dan sherpa track. Finance track adalah ekonomi dan keuangan, seperti kebijakan fiskal; moneter non riil; investasi infrastruktur; regulasi keuangan; inklusi keuangan; dan perpajakan internasional. Sedangkan sherpa track meliputi geopolitik, antikorupsi, pembangunan, perdagangan, energi, perubahan iklim, kesetaraan gender.

Melalui Presidensi G20 yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger”, Indonesia mengajak seluruh dunia bersama-sama mencapai pemulihan yang lebih kuat dan berkelanjutan. Namun, Indonesia mampukah memulihkan ekonomi yang kacau balau karena diterjang pandemi menjadi lebih kuat dan mandiri mengingat posisi Indonesia hanya negara pengekor yang siap disetir dan didikte oleh negara-negara besar dan maju, terutama Amerika? Terlebih lagi forum Internasional tersebut telah berjalan selama puluhan tahun, hasilnya hanya tumpukan utang.

Dari arus isu finance track yang diangkat menitikberatkan pada solusi ekonomi dan keuangan yang berbasis ribawi seperti kebijakan fiskal; moneter dan riil; investasi infrastruktur; regulasi keuangan; inklusi keuangan; dan perpajakan internasional, tidak aneh karena para pengusung forum internasional tersebut adalah para pelaku ekonomi kapitalis yang mengeruk keuntungan dengan memeras negara pengekor.

Sebenarnya, Indonesia di kancah G20, ajang mencari solusi atau upaya eksploitasi? Jika dilihat kemajuan yang dicapai semata-mata untuk kepentingan asing dengan menggunakan posisi Indonesia sebagai negara berkembang yang memiliki potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang mudah di eksploitasi kekayaannya dan pemikiran manusianya.

Adapun, tujuan G20 mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan keuangan global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif, semua tujuan itu ditujukan untuk Amerika dan kroninya. Sementara Indonesia hanya mencari solusi bagi tujuan mereka tanpa hasil yang berarti bagi kemajuan ekonomi yang dinikmati oleh penduduk negeri.

Maka, solusi untuk bisa memulihkan perekonomian dari jeratan ekonomi kapitalis hanyalah ilusi. Ibarat punguk meridukan bulan, sulit dijangkau karena jauh di awang-awang. Alih-alih bangkit dari keterpurukan justru semakin tenggelam dalam jebakan kapitalis global. 

Hanya Islam yang mampu memberikan solusi dengan sistem ekonominya yang berlandaskan syariat Islam.
Tentunya, sistem keuangan dalam sistem ekonomi Islam berbasis non ribawi mampu menyejahterakan umat dan telah terbukti secara empiris menjadi kekuatan ekonomi yang mendunia. Dalam sistem ekonomi Islam, kebijakan fiskal berpijak pada sistem baitul mal yang melejitkan penerimaan negara dalam jumlah yang besar tanpa mengenakan pajak pada rakyat. Bahkan, sistem moneter dalam ekonomi Islam menggunakan sistem emas dan perak yang telah terbukti mewujudkan stabilitas ekonomi.

Atas dasar itu, sudah saatnya negeri-negeri Muslim yang terserak dengan jumlah umat Islam yang banyak berada dalam satu barisan di bawah satu komando yang akan menyelesaikan persoalan umat dengan menjadikan syariat Islam sebagai landasan bernegara. Dengan kekuatan kaum Muslimin, negara kafir penjajah tidak akan berani mendikte apa lagi mengeksploitasi.[]

Oleh: Yun Rahmawati
Aktivis Dakwah di Depok




Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :