Gus Uwik : Awas, Feminis Radikal Bajak RUU TPKS - Tinta Media

Kamis, 16 Desember 2021

Gus Uwik : Awas, Feminis Radikal Bajak RUU TPKS


Tinta Media - Direktur Pusat Peneliti Kajian Peradaban Islam Gus Uwik mengingatkan, Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang saat ini sedang hangat dibicarakan, akan dibajak oleh kaum feminis radikal.

“Awas, feminis radikal membajak RUU TPKS,” tuturnya kepada Tinta Media, Ahad (12/12/2021).

Menurutnya, feminis radikal berpandangan bahwa seks baru di anggap bermasalah jika ada aduan atau laporan dari korban. Inilah kenapa konsen mereka hanya pada bahasan tentang kekerasan seksual. “Bagian permasalahan seks yang lain, seperti penyimpangan seks dan free seks tidak masuk bahkan tidak akan pernah di bahas oleh mereka. Apalagi memasukkan dalam perundangan,” bebernya.

“Padahal, free seks dan penyimpangan seks adalah dua hal yang menyimpang, merusak dan bertentangan dengan syariat Islam. Yang sama-sama harus diberantas sampai akarnya dan pelakunya di hukum berat,”tegasnya.

Oleh karenanya, kata Gus Uwik, jangan heran jika feminis radikal membolehkan free seks dan LGBT. “Kenapa? Sebab setiap pembahasan ke arah sana akan di hambat dan di ganjal oleh mereka. Itulah sinyal ‘pembolehan’ mereka,” jelasnya.

Ia juga menuturkan, bagi feminis radikal, pakem seks mengikuti dogma sexual consent. Yakni ketika mau melakukan hubungan seks  harus ada persetujuan. Suka sama suka. Tidak ada pemaksaan, walau itu dengan pasangan resmi sekalipun. “Jika dilakukan suka sama suka maka itu tidak masalah. Mau free seks/zina maupun LGBT. Sebab ada persetujuan dalam seks. Baru dianggap bermasalah ketika ada pemaksaan dalam seks. Baik itu pasangan resmi apalagi bukan,” terangnya.

“Dengan paham radikal ini, seorang suami dianggap melakukan kekerasan seks pada istri jika istri menolak kemauan suami namun suami tetap memaksanya. Orang tua di anggap melakukan kekerasan seksual  jika memaksa anak putrinya berjilbab, dan lain-lain. Jelas melabrak syariat Islam,” sesalnya.

Sedangkan terkait zina dan LGBT, memurutnya, para feminis radikal akan diam seribu bahasa. “Bagi mereka, selain sesuai dengan dogma sexual consent, juga sesuai dengan prinsip liberal sekuler mereka. Bagian dari kebebasan bertingkah laku. Jika dilakukan suka sama suka tidak ada yang dirugikan, tidak terjadi pelanggaran dan kekerasan, menjadi boleh. Walau melanggar syariat Islam, buat mereka masa bodo,” tegasnya.

Ia juga mengatakan bahwa free seks dan penyimpangan seks dalam pandangan feminis dianggap sebagai masalah private. Negara tidak boleh campur tangan, apalagi  masuk membuat aturan. “Baru setelah ada pengaduan atas tindak kekerasan dan korban, mereka bilang negara wajib hadir. Inilah pemahaman radikal mereka,” ungkapnya.

“Mereka beralasan, RUU TPKS dikhususkan membicarakan kekerasan seks sebagaimana judul RUU serta telah banyaknya korban yang bergelimpangan. Kasus terakhir adalah bunuh dirinya mahasiswi akibat free seks dan kasus kekerasan seksual di Bandung. Mereka mendapat amunisi,” tuturnya.

“Mereka juga beralasan, kalau mau membahas free seks dan penyimpangan seks maka silahkan diusulkan membuat UU tentang itu dan atau draft RUU KUHP yang sedang di bahas, diperluas agar bisa tercakup,” imbuhnya.

Namun Gus Uwik menilai, feminis radikal sebenarnya tidak akan mau dan gegap gempita berjuang sebagaimana memperjuangkan RUU TPKS. “Sebab, itu bertentangan 180 derajat dengan dogma mereka. Jadi mustahil mereka memperjuangkan UU yang mengatur dan menghukum pelaku free seks dan penyimpangan seks,” pungkasnya.[] Irianti Aminatun



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :