Gara-gara UU Ciptaker, Negeri Ini Kecolongan Korporasi Ilegal? - Tinta Media

Sabtu, 18 Desember 2021

Gara-gara UU Ciptaker, Negeri Ini Kecolongan Korporasi Ilegal?


Tinta Media - Polemik UU Ciptaker masih berkelanjutan. Beberapa waktu lalu, Mahkamah Agung (MK) memutuskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional, sehingga diminta untuk dilakukan perbaikan selama dua tahun. Namun, sepertinya negeri ini telah kecolongan. Sebab, Walhi telah menemukan ratusan korporasi menguasai negeri berkat diberlakukannya UU Ciptaker.

Dilansir cnnindonesia.com (14/12/2021), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) melalui Manageer Kampanye Pangan, Air, dan Ekosistem Esensial, Wahyu Perdana menyebut bahwa kurang lebih ada 350 perusahaan bakal mendapat pemutihan. Hal itu disebabkan pemberlakuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Ciptaker). 

Wahyu juga menyampaikan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut awalnya ilegal karena berada di kawasan hutan, tetapi setelah UU Ciptaker diberlakukan, maka diberi waktu untuk melengkapi syarat administrasinya. Jumlahnya pun kemungkinan masih akan berubah, sebab Walhi masih melakukan pendataan.

Sungguh miris, kekayaan negeri ini dengan mudahnya dikuasai korporasi. Apalagi, negera seolah menjembatani mereka dengan pemberlakuan UU Ciptaker tersebut. Meskipun kini MK telah memutuskan bahwa UU Ciptaker inkonstitusional, tetapi korporasi ternyata telah ambil langkah seribu. Negeri ini telah kecolongan.

Maka sebagaimana dikutip dari republika.co.id (26/11/2021), Walhi mengusulkan agar UU Ciptaker dicabut. Direktur Walhi, Zenzi Suhadi juga mendesak pemerintah agar segera melaksanakan mandat konstitusi terkait dengan pengelolaan sumber daya alam (SDA) dengan tujuan untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Apalagi, menurut Zenzi, persoalan lingkungan dan SDA terus meningkat dan meluas. Sebab, setiap periode pemerintahan mewariskan regulasi dan kebijakan yang justru menjadi payung dan pelindung kejahatan terhadap lingkungan dan SDA.

Masih dikutip dari laman yang sama, selain Walhi ternyata juga ada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Greenpeace Indonesia yang juga meminta UU Ciptaker dicabut. Juru Bicara Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia Asep Komarudin mengatakan bahwa putusan MK terkesan kompromistis dan justru mengonfimasi bahwa sejatinya UU Ciptaker cacat formil sejak awal. Apalagi, dalam jangka waktu dua tahun yang diberikan MK, UU Ciptaker dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan sebelumnya tetap bisa dijalankan, maka lebih baik dicabut.

UU Ciptaker Menjadikan yang Kaya Semakin Kaya, yang Miskin Semakin Menjerit

Dari fakta-fakta di atas tampak jelas bahwa UU Ciptaker sejatinya justru memberi peluang korporasi menguasai negeri. UU Ciptaker juga diberlakukan bukan untuk kepentingan dan kemakmuran masyarakat, melainkan untuk korporasi yang terbukti semakin tumbuh subur. Inilah wujud kepemimpinan yang terkurung sistem kapitalisme. Liberalisasi ekonomi begitu gencar digaungkan. Para penguasa dan pengusaha berlomba untuk mencari untung sebesar-besarnya. 

Namun sayang, kondisi seperti itu akan menjadikan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin tercekik. Belum lagi ketika tidak adanya tanggung jawab dari mereka, akan terjadi kerusakan lingkungan, bencana, dan rakyatlah yang pertama menjadi korban. Sungguh, sudah tak seharusnya UU Ciptaker di review dan diberi waktu dua tahun untuk perbaikan, tetapi seharusnya lebih baik dimusnahkan.

Jangan sampai selama kurun waktu dua tahun ke depan, negeri ini kecolongan lagi, agar kekayaan negeri tidak dicuri oleh korporasi.

Pengambilan Kebijakan dalam Islam

Rancangan undang-undang dalam Islam disesuaikan dengan hukum syariat, termasuk dalam mengatur dan mengambil kebijakan tertentu. Sebab, seluruh kebijakan nantinya adalah untuk melayani rakyat secara keseluruhan, untuk memberikan pemenuhan hajat publik secara adil dan merata. Itulah wujud tanggung jawab kepala negara sebagai pelayan rakyat.

Rasulullah saw. bersabda,

"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka.” (HR Ibnu Asakir, Abu Nu'aim). 

Maka, pelayanan adalah hal utama yang akan diberikan kepada rakyat, bukan mengesahkan UU yang justru merampas kekayaan negara. Sebab dalam Islam, kekayaan negara harus dikelola semaksimal mungkin oleh negara. Hasilnya akan dikembalikan untuk membiayai kebutuhan pokok masyarakat, mulai dari sandang, pangan, papan, juga memberi jaminan kesehatan, pendidikan, dan keamanan negara. Bukan seperti saat ini, yang mana dalam mengatur dan mengambil kebijakan, justru untuk kemaslahatan korporasi.

Dengan demikian, rakyat akan merasakan kemakmuran dan mendapatkan keberkahan. Sebab, Allah Swt. pun telah menjanjikan kepada kita dalam Al-Qur'an Surat Al-A'raf ayat 96 yang artinya, 

"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Wallahua'lam bishawab.

Oleh: Anita Ummu Taqillah (Pegiat Literasi)



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :