Tinta Media — Ormas atau organisasi masyarakat merupakan wadah yang dibentuk secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, dan kegiatan masyarakat. Perbedaan pandangan antara ormas satu dengan yang lain sering menimbulkan konflik di masyarakat, meskipun hanya karena masalah sepele.
Seperti baru-baru ini, terjadi bentrok antarormas di Jalan Raya Interchange Karawang Barat, Rabu (24/11). Bentrokan terjadi saat unjuk rasa LSM GMBI di Kawasan Industri KIIC. Bentrokan tersebut bahkan menewaskan satu anggota ormas.
Polres Karawang, Jawa Barat pun melakukan penangkapan terhadap tujuh orang dan menetapkan lima tersangka. Dalam penangkapan tersebut, polisi menyita sejumlah senjata tajam berupa golok, celurit, dan senjata tumpul berupa kayu. (Republika.co.id, 25/11)
Bentrok semacam itu tak hanya sekali terjadi, tetapi justru berkali-kali meskipun anggota ormas telah melakukan komitmen perdamaian. Sebagaimana diungkapkan oleh Kapolres Metro Tangerang, Kombes Pol Deonijiu De Fatima, bahwa deklarasi damai yang sering digelar para ormas pasca bentrok terjadi, nyatanya tidak berdampak banyak di lapangan. (Merdeka.com, 29/11)
Anggota ormas terdiri dari berbagai elemen masyarakat. Segala perbedaan pasti ada. Di situlah benih-benih perdebatan dan perselisihan mudah muncul. Seringkali juga setiap ormas merasa paling benar dan ormas lain salah. Hal itu menimbulkan provokasi bisa masuk dengan mudah ke tubuh ormas, sehingga rawan dimanfaatkan oleh pihak tertentu demi kepentingan politik maupun bisnis.
Oleh sebab itulah, ormas harus dipahamkan dan diberi edukasi agar seluruh anggotanya memiliki cara pandang yang sama untuk menerima perbedaan sehingga tertanam bahwa perbedaan merupakan sunnatullah yang Allah ciptakan agar manusia saling mengenal. Harus dipahamkan juga pada anggota ormas bahwa semua orang di hadapan Allah hanya dibedakan dari ketakwaanya.
Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman yang artinya:
"Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 13)
Pemahaman tersebut hanya akan terbentuk pada individu yang memiliki kepribadian Islam. Maka dari itu, setiap individu yang menjadi anggota ormas harusnya dibina agar memiliki kepribadian Islam. Jadi, ormas sudah sepatutnya menjadi wadah berbasis pembinaan kepribadian Islam di tengah masyarakat. Hal itu dilakukan agar anggota ormas bisa berkontribusi dalam perbaikan masyarakat sehingga tidak banyak terjadi bentrok atau konflik kepentingan.
Di situlah pentingnya peran seorang pemimpin negara dalam mengatasi berbagai perbedaan di masyarakat. Perbedaan yang tidak menimbulkan konflik tentu dibiarkan sebagai aplikasi dalam memberikan hak bagi masyarakat. Namun, jika perbedaan itu menimbulkan perpecahan, maka wajib bagi pemimpin untuk memberikan keputusan yang adil demi melenyapkan perselisihan.
Seperti yang terjadi pada masa kepemimpinan Islam. Khalifah atau pemimpin negara akan mengambil keputusan terkait perbedaan yang menyebabkan konflik di masyarakat sesuai dengan hasil ijtihad/penggalian hukumnya. Keputusan sang Khalifah tersebut untuk menghilangkan perselisihan di antara warga masyarakat, sedangkan rakyat wajib menerima dan mematuhi hukum yang telah diputuskan oleh sang Khalifah sesuai hasil ijtihadnya, meskipun hal itu bertentangan dengan ijtihad yang diikutinya.
Hal itu sesuai dengan kaidah syara' yang berbunyi bahwa Sultan/Khalifah berhak melegalisasi hukum (perundang-undangan) sesuai dengan persoalan-persoalan baru yang muncul. Kemudian juga kaidah syara' yang berbunyi, bahwa perintah imam harus dilaksanakan, baik secara lahir maupun batin.
Kewajiban taat pada pemimpin negara tersebut juga difirmankan Allah Subhanahu wa ta'ala yang artinya:
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa' 4: Ayat 59)
Sayangnya, saat ini belum ada pemimpin negara yang mampu berijtihad untuk menentukan suatu hukum yang dapat menghilangkan perselisihan. Oleh sebab itu, sudah menjadi keharusan bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan keberadaan pemimpin yang mampu menghilangkan perselisihan di tengah masyarakat, yakni pemimpin yang berpegang teguh pada aturan Islam dari Sang Pencipta. Wallahu a'lam!