Tinta Media - Buku Kritik terhadap Pemikiran Barat Kapitalis atau Nahdhu al-Fikril Gharbi ar-Raksumaliyyah mabdaan wa hadharatan wa tsaqofattan menjelaskan dengan ringkas dan lugas terkait akar pemikiran dari kapitalisme.
“Sekularisme adalah akar dari pemikiran kapitalisme. Di buku ini dijelaskan dengan cukup ringkas dan lugas bagaimana kapitalisme yang hari ini existing, ini dasarnya bermula dari sekularisme,” tutur Pengamat Politik Internasional Budi Mulyana SIP. M.Si. dalam acara Menggugat Kapitalisme: Peluncuran Buku Kritik terhadap Pemikiran Barat Kapitalis, Sabtu (25/12/2021) via daring.
Budi menuturkan bahwa kehadiran sekularisme, sebagai sebuah konsep tidak terlepas dari sebuah perjanjian internasional yaitu perjanjian Whestphalia 1648 yang mengakhiri perang 30 tahun di Eropa. “Di buku ini perjanjian Westphalia beberapa kali di mention karena perjanjian ini adalah perjanjian yang sangat penting dalam munculnya peradaban kapitalisme Barat,”tambahnya.
“Perjanjian ini hadir setelah perang selama 30 tahun yang terjadi di Eropa. Perang yang dipicu pertentangan kaum gereja dan intelektual akibat terjadinya gerakan reformasi agama. Gerakan Protestanisme yang dipelopori oleh Marthin Luther, Calvin dan lain-lain. Mereka menggugat absolutisme gereja Katolik, setelah pemikiran kalangan intelektual tercerahkan. Inilah yang disebut masa renaissance atau masa aufklarung. Akhirnya, muncullah gugatan terhadap otoritas gereja dan ini memicu perang di Eropa yang cukup lama yaitu 30 tahun,” paparnya.
Perjanjian Westphalia
Budi menuturkan bahwa perjanjian Westphalia ini menjadi sebuah peristiwa penting dalam sejarah hukum internasional modern. “Bahkan dianggap sebagai suatu peristiwa hukum internasional modern yang didasarkan atas negara nasional (nation state),” ujarnya.
Menurutnya, ada dua hal yang menyebabnya perjanjian ini menjadi penting.
Pertama, selain mengakhiri perang 30 tahun, kata Budi, perjanjiaan Westphalia telah meneguhkan perubahan dalam peta bumi politik yang telah terjadi karena perang itu di Eropa.
Kedua, perjanjian perdamaian ini mengakhiri untuk selama lamanya eksistensi dari kaisar Romawi yang suci. “Inilah yang melahirkan apa yangg disebut dengan sekularisme sehingga hubungan antara negara dilepaskan dari persoalan hubungan kegerejaan dan didasarkan atas kepentingan nasional,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, berdasarkan kepentingan nasional ini kemudian melahirkan kebolehan setiap bangsa hadir untuk memiliki kedaulatan sehingga melahirkan kemerdekaan negara-negara baru seperti Nederland, Swiss dan negara-negara kecil di Jerman. Negara-negara baru itu diakui dalam perjanjian Westphalia, atas dasar right to self determination atau hak untuk menentukan nasib sendiri.
Ia melihat ada dua konsepsi penting yang lahir dari perjanjian Westphalia. Pertama, munculnya model negara yang didasarkan atas prinsip negara-negara nasional atau nation state. “Kedua, menegaskan prinsip model negara dan pemerintahan dengan prinsip pemisahan kekuasaan negara dan pemerintahan dari pengaruh gereja atau sekularisme,” jelasnya.
Dampak Sekularisme
Budi menegaskan bahwa dampak sekularisme melahirkan berbagai gagasan di berbagai cabang ilmu kehidupan berdasar prinsip sekuler.
“Dalam bidang natural science seperti biologi, muncul teori evolusi yang betul-betul menafikkan prinsip ketuhanan, mencari bukti tentang asal muasal kehidupan tanpa mengkaitkan dengan proses penciptaan. Dan hingga saat ini teori ini masih berpengaruh,” tuturnya.
Dalam bidang ekonomi, lanjutnya, muncul kapitalisme yang ini menjadi induk dari ideologi yang sekarang sedang eksis. Kapitalisme ini mendapatkan kritik yang kemudian melahirkan sosialisme atau komunisme Karl Marx yang sama-sama sekuler.
“Dalam bidang politik muncul gagasan Machiavellisme dengan prinsip melihat politik atau penyelenggaraan kekuasaan itu bisa diraih dengan menghalalkan segala cara. Inilah yang memunculkan adagium bahwa politik itu kotor, sedang agama sesuatu yang suci. Sekularisme dalam dunia politik itu mendapatkan pembenarannya dengan gagasan dari Machiaveli ini,” jelasnya.
Budi melanjutkan, dalam bidang pemikiran muncul rasionalisme Rane Descartes yang tidak mengakui wahyu sebagai kebenaran dan hanya mengandalkan rasio. “Ukuran benar salah hanya mengandalkan rasio sehingga justru semakin jauh dari hakikat kebenaran. Benar salah diukur hanya berdasar kesepakatan dan kepentingan, yang kemudian mempengaruhi kehidupan kita saat ini,” ujarnya.
Penyebaran Sekulerisme-Kapitalisme
Terkait bagaimana Sekulerisme-Kapitalisme yang berasal dari Eropa ini masuk ke negeri-negeri Muslim, Budi menjelaskan bahwa sekularisme disebarkan dengan cara penjajahan, kolonialisme dan imperialisme.
“Kolonialisme-imperialisme gaya lama dengan penjajahan fisik dan militer. Bangsa-bangsa Eropa dengan kemajuan teknologinya pasca renaisance, melakukan penjelajahan ke seantero penjuru dunia. Ditemukanlah benua Amerika. Ditemukanlah kekayaan alam yang ada di Afrika, Asia, dan dunia Islam. Bangsa yang didatangi masih sederhana, primitif, sehingga terjadi ketimpangan teknologi. Dengan ketimpangan teknologi ini, terjadilah penjajahan, terjadilah kolonialisme,” paparnya.
Hanya saja, menurutnya, kolonialisme itu tidak hanya sekedar mengeksploitasi sumber daya alam. “Tetapi juga menyebarkan gagasan-gagasan mereka, prinsip-prinsip yang mereka adopsi di Eropa. Maka sekularisme itu menyebar luas ke seluruh penjuru bumi. Tak ada titik di muka bumi ini yang lepas dari kolonialisme, ” tambahnya.
Dalam perkembangan berikutnya, tutur Budi, kolonialisme dengan penjajahan fisik ini mendapat kritikan sehingga kolonialisme berakhir pada perang dunia kedua.
“Penjajahan berikutnya adalah penjajahan gaya baru yaitu penjajahan non fisik melalui rezim internasional. Rezim internasional ini kemudian memunculkan Bretton Woods treaty yang melahirkan World Bank, menghilangkan ketergantungan terhadap mata uang emas , IMF, LBB-PBB-UN Laws. Sehingga muncul dominasi baru di bidang ekonomi,” lanjutnya.
Budi melanjutkan,dalam bidang ekonomi perusahaan-perusahaan multinasional seperti MNC, P&G, Nestle dan lain-lain membuat pabrik-pabrik di berbagai penjuru belahan bumi.
“Seolah-olah ini akan memajukan negara dunia ketiga padahal yang ada adalah bagaimana tetap mengeksploitasi negara tersebut, memanfaatkan sumber daya mereka, mendapatkan buruh yang murah, demi mengeruk kekayaan mereka untuk para kapitalis,” jelasnya.
Menurutnya, inilah hakikat kapitalisme yang dari awal sudah dikritik bahwa ini adalah ideologi yang rusak dan juga merusak bagi umat manusia di seluruh penjuru dunia. “Setidaknya ini memberikan gambaran bahwa memang penting untuk melakukan kritik terhadap ideologi yang sedang eksis saat ini,” pungkasnya. [] Irianti Aminatun