BELA NEGARA - Tinta Media

Kamis, 23 Desember 2021

BELA NEGARA


Tinta Media - Semua sepakat bahwa membela negara saat ini bukan hanya bersiap diri bertempur fisik dengan musuh. Sebab, musuh saat ini sudah bermetamorfosa ke dalam sesuatu yang tidak nampak, namun daya rusaknya tak kalah jauh dahsyatnya. 

Namun bukan berarti tidak perlu mempersiapkan fisik dan kemampuan militer. Itu tetap perlu bahkan "wajib". Jangan lupa, AS dan sekutunya dapat dengan mudah mencaplok sebuah negara hanya berdasar "dalih" yang dibuatnya. Afghanistan dan Irak menjadi korbannya. 

Perang saat ini asimetris dan menggunakan proxy. Dimana "pion" proxy kadang tidak nampak secara kasat mata tapi terus bekerja siang malam merusak negara. 

Saat ini, untuk menghancurkan dan "menundukkan" sebuah negara tidak perlu dengan invasi. Terlalu "high cost". Cukup dengan proxy atau kacung politik sudah bisa memporak-porandakan seisi negara. 

Cukup dengan memasang proxy di DPR maka terbitlah aturan-aturan liberal yang menguntungkan oligarki swasta dan asing. Kepentingan bisnis mereka aman. Negara imperialis dapat setoran besar. UU Omnibuslaw Ciptakerja adalah contohnya. 

Cukup menjadikan proxy menjadi pejabat negara maka keluarlah aturan-aturan yang berpihak kepada kepentingan pengusaha dan oligarki. Rakyat hanya sebagai obyek jualan. Bisnis PCR adalah contoh nyata.

Cukup memasukkan proxy bejat menjadi pejabat maka akan menjadi "contoh" bagi yang lain berbuat amoral. Korupsi seolah-olah tiada henti. Hanya manis di bibir pejabat namun "nol besar" dalam praktik. 

Bela negara sepertinya hanya  sebatas jargon dan pemanis bibir para pejabat semata. Mereka yang bilang "Aku Pancasila dan Aku Anti Korupsi" tetapi mereka pula yang menggarong bansos Covid untuk rakyat. Mereka pula yang menggarong BLBI, mereka pula yang mafia hukum sehingga buronan BLBI bisa bebas lenggang kangkung. 

Mereka yang teriak "demi rakyat" namun mereka pula yang memanfaatkan kekuasaan dan jabatannya untuk kepentingan bisnisnya. Sungguh merena nasib rakyat. Tergencet oleh bisnis PCR.

Dimanakah bela negara itu. Para pejabat menuntut rakyat  mati-matian membela negara, namun mereka sendiri yang merusak negara. 

Lucunya, para pejabat hitam tersebut menciptakan "pseudo" musuh bersama untuk menutupi bobroknya mereka dan mengalihkan perhatian rakyat. Menuduh syariah dan khilafah sebagai biang rusaknya tatanan yang ada.

Sungguh terlalu. Mereka yang merusak, mereka cuci tangan sambil lempar getahnya ke orang lain. 

Tidak ada dalam catatan hukum, pejuang khilafah yang korupsi dana bansos, bisnis PCR, korupsi ASABRI/BLBI/dll serta perbuatan bejat lainnya. 

Rata-rata dilakukan oleh orang yang teriak-teriak bela negara, demi negara/bangsa,  saya Pancasila, saya NKRI, saya Bhinneka, dll. Sungguh ironi.

Begitukah yang dimaksud bela negara? Yang sejatinya justru merusak negara. Apakah aktivitas menyadarkan orang agar sholat, tidak zina, tidak riba, tidak korupsi, dll itu merusak negara? Bukankah itu bentuk bela negara dalam makna sekarang? 

Bela negara mendapat ujian. Diplintir dan ditunggangi oleh oligarki dan kelompok sekuler radikal untuk kepentingan perut mereka sendiri. Yang tidak sejalan direkayasa dan dibuat menjadi musuh negara. Sungguh jahat dan sadis. Demi uang dan jabatan menghalalkan segala macam.

Oleh: Gus Uwik
Peneliti Pusat Kajian Peradaban Islam





Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :