Ahmad Daryoko: Penguasa Menganggap Aset Negara Adalah Miliknya - Tinta Media

Kamis, 16 Desember 2021

Ahmad Daryoko: Penguasa Menganggap Aset Negara Adalah Miliknya


Tinta Media - Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (Invest) Ahmad Daryoko mengungkapkan bahwa selama ini penguasa selalu menganggap harta milik negara adalah milik mereka pribadi.

"Adalah fakta, oknum anak bangsa ini setelah naik menjadi penguasa, kemudian menganggap sumber daya alam dan aset-aset lainnya menjadi miliknya," ungkapnya kepada Tinta Media, Rabu (15/12/21).

Fakta ini, menurutnya, merupakan bentuk ketidakpedulian terhadap konstitusi yang selama ini menjadi pegangan dalam menciptakan kemakmuran bersama, sesuai dengan cita-cita kemerdekaan yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945.

"Lihat saja contohnya saat Dahlan lskan dipanggil MK tahun 2010 dalam Sidang JR UU No 30/2009 tentang ketenagalistrikan, dengan 'enteng' nya bisa bilang bahwa untuk mengelola PLN tidak diperlukan UU," papar Ahmad.

Setelah itu, lanjutnya, dengan mudah Dahlan lskan menjual ritail PLN ke Tommy Winata, perusahaan pribadinya dan Taipan 9 Naga yang lain.

"Disusul dengan pencanangan Proyek Pembangkit 35.000 MW pada akhir 2014 di era pertama Jokowi, yang di gagas oleh Jusuf Kala (sebagai wapres), maka lengkaplah privatisasi PLN, terutama Jawa-Bali,"  jelasnya.

Dan kelistrikan di kawasan tersebut, tuturnya, mulai tahun 2020 sudah dikuasai sepenuhnya oleh Shenhua, Huadian, Chengda, GE, Marubeni, Tommy Winata, James Riady, Prayoga Pangestu, dll, dalam sebuah monopoli Kartel Listrik Swasta.

"Dimana posisi PLN hanya sebagai juru bicara kartel, penyalur subsidi dari pemerintah ke kartel, serta berperan seolah-olah kelistrikan masih sesuai pasal 33 ayat (2) UUD 1945. Sekaligus mewakili Pemerintah agar seolah olah masih pro rakyat, sesuai semangat "etatisme" pancasila atau "ta'jul furudz" dalam khasanah ideologi Islam. Intinya PLN saat ini disuruh berperan seolah olah NKRI masih konsisten dengan Pancasila dan UUD 1945," terangnya.

Indikasi lainnya, bebernya, adalah terjadinya pergantian Dirut PLN Zulkifli Zaini ke Darmawan Prasojo pada 6 Desember 2012, disertai informasi bahwa sebenarnya Zulkifli Zaini sudah minta mengundurkan diri beberapa bulan yang lalu. "karena tidak kuat lagi untuk terus-terusan berbohong. Dan baru kali ini dikabulkan," sebutnya.

Menurutnya, dua indikasi di atas menunjukkan bahwa kelistrikan sudah tidak lagi mengikuti amanat konstitusi. "Dan semuanya harus ditutupi dengan peran 'sandiwara' oleh PLN dengan mengeluarkan subsidi ratusan triliun dari hutang Luar Negeri (LN)," pungkasnya.[]Wafi



Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :