Ahmad Daryoko: Laporan Keuangan PLN Simpang Siur - Tinta Media

Senin, 20 Desember 2021

Ahmad Daryoko: Laporan Keuangan PLN Simpang Siur


Tinta Media - Berbeda dengan PT Garuda yang terlilit utang Rp90 triliun dengan putusan pengadilan membolehkan menunda utang dan tetap beroperasi, Koordinator Indonesia Valuation for Energy and Infrastructure (Invest) Ahmad Daryoko mengatakan, laporan keuangan PLN justru simpang siur. 

"Meskipun tersiar kabar berutang Rp649 triliun, tetapi di sana-sini masih berseliweran berita terkait PLN yang masih perkasa bisa mengakuisisi pembangkit captive milik pabrik-pabrik besar. Terjadi laporan keuangan yang simpang siur," tuturnya kepada Tinta Media, Selasa (14/12/2021). 

Ia mengungkapkan, laporan keuangan PLN tahun 2020 menyebutkan, adanya untung, tapi berita di Repelita Online pada 8 November 2020 mengatakan, PLN masih membutuhkan subsidi. 

"Laporan keuangan PLN 2020 mengatakan untung Rp5,99 triliun (terkesan surplus), sementara diberitakan Repelita Online 8 November 2020, Kemenkeu mengatakan PLN masih harus disubsidi Rp200,8 triliun (terkesan defisit besar)," ungkapnya.

Ahmad Daryoko pun mempertanyakan laporan keuangan dari dua institusi negara tersebut, mana yang benar? Ia mengibaratkan berita terkait sektor ketenagalistrikan seperti melihat lukisan mozaik yang samar-samar dan bisa menimbulkan bermacam penafsiran.

"Terkesan bombastis dan seolah PLN baik-baik saja. Padahal, sebenarnya PLN Jawa-Bali saat ini sudah dikuasai aseng/asing serta Taipan 9 Naga," katanya.

Menurutnya, PLN dalam kondisi unbundling vertikal atau pemisahan proses bisnis sesuai region masing-masing dan terjadi mekanisme pasar bebas. 

"Sudah terjadi mekanisme pasar bebas kelistrikan dengan tarif riil yang sebenarnya sudah diatas Rp3.000,00 per kWh. Tetapi semuanya masih bisa ditutup dengan ratusan triliun subsidi listrik dari utang luar negeri. Semua seperti berjalan lancar-lancar saja, bagaikan negara kaya raya," bebernya. 

Ahmad Daryoko mengatakan, ada indikasi "sandiwara" dan mulai terkuak dengan penerapan kenaikan tarif listrik tahun depan dengan alasan adjusment tarif. Ia menyimpulkan, bangkrutnya PT PLN bukan karena perhitungan untung/rugi tapi karena asetnya telah diprivatisasi. 

"Bangkrutnya PLN bukan karena hitung-hitungan untung/rugi. Tetapi karena asetnya yang sudah diprivatisasi atau dijual oleh oligarki "Peng Peng" ke asing/aseng dan Taipan 9 Naga. Ke depan akan berakibat kenaikan tarif listrik yang dahsyat seperti Filipina dan Kamerun manakala terjadi pergantian rezim. Tahun depan adalah pemanasan kenaikan tarif listrik, paralel dengan penjualan jaringan transmisi dan distribusi lewat strategi Sub Holding PLN yang sedang dirintis Menteri BUMN," pungkasnya. [] Ikhty




Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :