Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021, Semakin Membuktikan Bahwa Negara Ini Sekuler - Tinta Media

Selasa, 16 November 2021

Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021, Semakin Membuktikan Bahwa Negara Ini Sekuler

Permendikbud-Ristek No. 30 Tahun 2021, Semakin Membuktikan Bahwa Negara Ini Sekuler

Oleh: Agung Wisnuwardana
(Direktur Indonesian Justice Monitor)

Tintamedia.web.id -- Kekerasan seksual ("perilaku asusila dengan paksaan") di lingkungan kampus adalah faktual.

Tetapi seks bebas ("perilaku asusila tanpa paksaan alias suka sama suka) juga faktual. Semua diduga kuat adalah fenomena gunung es.

Anehnya permendikbud - ristek No 30 tahun 2021 hanya mengatur poin kekerasan seksual karena merupakan bagian dari perampasan hak bagi korban, yang rata-rata perempuan.

Sementara seks bebas, dianggap bukan bagian dari perampasan hak karena dilakukan dengan suka sama suka. Hal inilah yang melatarbelakangi tambahan kalimat "tanpa persetujuan korban" dalam Permen tersebut. Soal persetujuan (consent) menjadi penentu apakah terjadi kekerasan seksual atau tidak.

Oleh karena itu Permendikbud-ristek No 30 tahun 2021 ini sebenarnya problem dari akarnya, dari filosofinya.

Filosofi yang digunakan adalah sekularisme, pemisahan agama dari kehidupan. Kehidupan diatur sesuai dengan pikiran bebas manusia. Dalam konteks ini, bahasa sarkas-nya: agama tak perlu digunakan dalam mengatur "selangkangan". Pengaturan soal ini cukup menggunakan formula HAM - hak asasi manusia. Kalo ada perampasan hak ("paksaan") berarti masalah , kalo tak ada unsur perampasan hak (tak ada paksaan/suka sama suka/nyaman-bahasa penyidik polisi) maka no problem.

KUHP yang diberlakukan di negeri inipun bermasalah. Bisa dilihat pada pasal 284: “Perzinaan (persetubuhan diluar nikah) akan dikenakan sanksi bila dilakukan oleh pria dan wanita yang telah menikah, itu pun jika ada pengaduan dari pihak yang dirugikan”. Artinya jika perzinaan itu dilakukan oleh bujang-lajang, suka sama suka, maka pelakunya tidak dikenakan sanksi.

Dalam pandangan Islam, zina maupun mendekati zina, baik dengan paksaan maupun tanpa paksaan, adalah pelanggaran hukum syara'. Bahkan pelaku zina dengan landasan suka sama suka hukumannya berlaku untuk semua pelakunya. Sedangkan bila terjadi pemaksaan (misal pemerkosaan) maka hukuman hanya untuk pihak yang memaksa (pemerkosa).

Jadi Permendikbud-ristek ini sangat jelas dan terang benderang dibangun dengan filosofi sekularisme yang sangat jauh dari konteks Islam.

Kalo kemarin Mahfudz MD menyampaikan bahwa negara Indonesia bukan negara agama, juga bukan negara sekuler adalah salah. Karena Permendikbud-ristek no 30 tahun 2021 semakin memperjelas bahwa negara ini negara sekuler.[]

Rekomendasi Untuk Anda × +

Bagikan artikel ini

Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini.

Artikel Menarik Lainnya :