Oleh : Ahmad Khozinudin
(Sastrawan Politik)
Tintamedia.web.id -- Sejak awal, MUI menyatakan menggunakan pendekatan washatiyah (moderasi) untuk membahas persoalan Khilafah. Karena itu, wajar jika hasilnya semacam mengambil kompromi, bukan berdasarkan istimbath yang menjadi methode berfikir para ulama mu'tabar dalam menggali dan menetapkan hukum.
Dengan kaidah Moderasi ini, MUI tidak berani mengatakan bahwa sistem pemerintahan Islam adalah Khilafah dan bukan selainnya. Tetapi juga tak mungkin menolak, bahwa Khilafah adalah ajaran Islam.
Karena itu, selain menyatakan Khilafah adalah ajaran Islam, MUI juga memberikan legitimasi kepada sistem Republik, Kerajaan dan Keemiran, dengan berdalih tidak ada sistem pemerintahan baku dalam Islam.
Saya tidak akan berdebat dalil, karena metode berfikirnya berbeda. Kalau istimbath hukum mengikuti dalil, maka jelas hukum Khilafah adalah wajib, dan MUI juga wajib mengeluarkan fatwa tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Namun, karena menempuh moderasi atau washattiyah, akhirnya MUI mengambil jalan tengah, jalan yang boleh dibilang 'cari aman'.
Saya ingin menggunakan logika sederhana sebagai berikut :
Khilafah, disebut pemerintahan yang syar'i karena sumber hukum dan hukum yang ditetapkan adalah hukum Islam, hukum Allah SWT. Tidak ada perbedaan pendapat mengenai hal ini.
Kerajaan, disebut demikian karena sumber hukumnya dari titah raja. Yang diterapkan, juga hukum dan UU raja.
Adapun Republik, tidak menerapkan hukum Islam. Republik menerapkan hukum rakyat.
Apakah, Allah SWT pernah memerintahkan umat Islam menerapkan hukum rakyat ? apakah, praktik pemerintahan Rasulullah Saw menerapkan hukum rakyat ? apakah para Khalifah setelah Rasulullah Saw menerapkan hukum rakyat ?
Jelas, semua akan menjawab, Allah SWT memerintahkan menerapkan hukum Allah SWT. Rasulullah Saw dan para Khalifah setelahnya menerapkan hukum Islam, hukum Allah SWT. Bukan hukum rakyat.
Lantas, darimana landasan syar'i tentang Republik dibolehkan dalam Islam ? Berittiba' kepada siapa orang yang menerapkan republik ? kepada Rasulullah Saw ? kepada para Khalifah setelah beliau Saw ?
Jawabnya tidak. Rasulullah dan sahabat tidak mengajarkan dan mempraktekkan sistem republik. Republik adalah ajaran Plato, dikembangkan Aristoteles, monstesqueu, JJ Reuseu, dan para tokoh kafir lainnya.
Lantas, saya yang awam ini kembali bertanya. Darimana landasan syar'i yang menyatakan Republik diperbolehkan dalam Islam ?
Kalau landasannya al Qur'an dan as Sunnah, pasti tidak ketemu. Kalau kaidahnya moderasi, ya ketemu. Wong murtad saja, kata Abdul Syakur Yasin penganut moderasi Islam dibolehkan ?
Khilafah belum tegak adalah fakta. Tetapi keadaan ini, tidak boleh dijadikan legitimasi bagi eksistensi sistem republik.
Justru seluruh umat Islam, wajib berjuang menegakkan khilafah. Dan MUI, sebagai ulama semestinya terdepan dalam urusan ini. []